Alif sendiri menangkap ada sesuatu yang masih disimpan rapat oleh pasangan suami istri itu. Dahayu sendiri langsung mengajak Alif untuk ke ruang lain dan membicarakan apa yang sebenarnya dia khawatirkan.
Alif sendiri hanya tertegun dengan apa yang sedang Dahayu ceritakan. Kedua bocah itu 14 tahun yuang lalu diusir dari kampung ini gara-gara anak dari pelacur. Mereka tak ingin jika desa yang dia tinggali mendapatkan sesuatu yang dia tidak inginkan.
“Mohon maaf Bu sebelumnya, tapi saya rasa jika mereka anak dari perempuan nakal, tidak seharusnya mendapatkan perlakuan seperti itu.”
“Tapi Mas, yang aku tau Mim itu anak haram. Dia terlahir bukan dari pernikahan sah.”
“Maksud Bu Dahayu, dia anak ibunya dan lelaki lain?”
“Memang seperti itu adanya. Dan kau harus tau, dia positif HIV.” Alif sendiri terdiam dengan apa yang baru saja didengar. Alif sebenarnya bukan merasa jijik, tapi merasa kasihan. Anak yang tidak tau apa-apa justru mendapatkan cobaan dari apa yang dilakukan ibunya.
“Makasih sudah mau cerita. Maaf sebelumnya Bu. Saya memang juga ada curiga dengan kedua anak itu. Hanya saja, kita gak bisa langsung menuduh kalau bukti belum ada.” Dahayu hanya terdiam. Dia sendiri masih tak mengerti dengan semua ini. Ditatapnya lekat-lekat ruangan itu. Perlahan, ruangan itu akan diperbaiki walaupun tidak banyak.
Tak lama, Lamdi sendiri menjerit. Dia sepertinya sedang ketakutan dengan apa yang sedang dia hadapi.
Lamdi sendiri melihat sosok wanita cantik yang dia kenal sebagai Kasih. Wanita itu terus mendekat dan berusaha mencerkiknya. Lamdi melempar apa saja yang ada di dekatnya.
“Jangan! Ini semua bukan salahku. Ini semua bukan kesalahanku. Aku tidak bersalah. Ini gara-gara suami kamu.” Lamdi berteriak dan membuat Dahayu langsung masuk kamar. Dia melihat sang suami dalam kondisi takut yang teramat sangat.
“Pak, ada apa ini Pak? Kenapa Bapak teriak-teriak?”
“Perempuan itu. Perempuan itu. Pergi kamu! Jangan gangu aku lagi!” Dahayu tampak kebingungan. Dia secara tak sengaja menutup pintu.
“Pak. Kok pintunya gak bisa dibuka?” Dahayu sendiri bingung denga pintu tersebut. Sebelumnya pintu ini masih baik-baik saja. Tak ada kerusakan apapun atau hal yang aneh dari pintu ini.
“Bu, tolong! Aku mau keluar. Aku tidak mau ada di tempat ini. Aku tidak mau berurusan dengan perempuan ini.”
“Perempuan? Perempuan siapa Pak? Gak ada orang lain kecuali aku.”
“Masa kau gak lihat? Dia ada di depan kita. Dia ada di depanku. Dia mau membunuhku.” Dahayu semakin binguhg. Dia terus menggedor pintu dan meminta tolong.
Di luar kamar, tak ada yang mendengar kegaduhan itu. Sekencang apapun teriakan Dahayu, tak ada orang yang mendengar. Semua berkumpul di ruang tamu dan membicarakan apa yang terjadi beberapa hari terakhir. Mereka sendiri masih banyak yang belum tau sumber dari teror yang ada di desa mereka.
Tak lama, Santoso sendiri datang dan menanyakan keberadaan Lamdi. Mereka langsung mengarahkan dia menuju kamar. Tapi, Santoso sendiri saat berusaha membuka pintu ada sesuatu yang aneh. Pintu tersebut sepertinya sedang tak baik.
“Lho, Mas Arif, pintunya rusak?”
“Enggak Om. Tadi baik-baik saja kok.”