Malam itu Hisyam hanya bisa meratap atas nasib sang istri. Perempuan itu hanya bisa menangis di tempat pembaringan. Sakit yang teramat sangat. Apa yang diberikan itu teramat sakit.
“Mim.” Nama itu tersebut kemnbali. Lesti hanya bisa menyebut nama itu. Mim, anak yang baru saja memberikan dirinya pelajaran. Allah menegurnya atas apa yang pernah dia lakukan pada kedua anak itu.
Di tempat lain.
Lam terdiam dengan kelakuan adiknya. Tapi, dia sendiri tak bisa menyalahkan sang adik sepenuhnya. Perempuan yang baru saja Mim lukai bukanlah wanita dari keluarga sembarangan.
“Mim, kau tau resikonya?”
“Aku tau. Dan aku akan menghadapinya. Orang yang berbuat akan menerima akibat dari perbuatannya sendiri.” Lam sendiri terdiam mendengar apa yang baru saja Mim katakan. Dia sendiri sadar jika Mim bukanlah anak kecil lagi. Dia juga punya keinginan untuk membalaskan apa yang terjadi di masa lalu.
“Salah satu diantara mereka pasti akan datang ke rumah ini.”
“Dan aku sudah menunggu kedatangan mereka. Anggap saja ini tantangan dari anak yang sudah mereka hina 14 tahun yang lalu.” Lam sendiri akhirnya terdiam. Mim kali ini harus diajak kerjasama.
“Tenanglah dulu Mim! Aku tau amarah itu. Tapi, aku hanya ingin mengingatkanmu, jangan gegabah!”
“Aku bukan anak kecil. Aku siap menerima akibat dari perbuatanku. Dan aku hanya ingin mereka menerima akibat dari apa yang mereka lakukan.” Lam sendiri mengajak Mim untuk sekedar keluar. Cuaca cerah malam ini hanya membawa aroma amarah bagi diri mereka berdua. Lam harus membawa adiknya menuju sebuah tempat yang sama sekali tidak diketahui orang.
“Apa yang kau mau? Kenapa kau mengajakku ke tempat ini? Bukankah ini tempat ibu kita dapat perlakuan yang sama sekali gak pantas?”
“Maaf, tapi aku rasa memang kita harus ke tempat ini. Kita harus mengenang apa yang dilakukan oleh lelaki itu. Ingat Mim! Apa yang menimpa Ibu Kasih masih ada hubungan dengan lelaki yang mengaku ayah kita.” Mim sendiri terdiam dengan apa yang diceritakan kakaknya.
“Kak, kau dapat cerita itu semuanya dari mana?”
Tanpa berpikir panjang, Lam sendiri memberikan isyarat agar orang yang ada di balik tembok bangunan itu keluar. Mim sendiri begitu terkejut dengan kehadiran orang itu. Bukankah, lelaki ini adalah orang yang menyelamatkan mereka 14 tahun yang lalu?
“Paman? Sedang apa Paman di tempat ini?”
“Aku sedang apa? Pastinya aku ada tujuan di tempat rahasia ini.” Lelaki itu langsung mengajak mereka berdua untuk pergi ke ruangan yang begitu sempit. Terlihat sepasang manusia yang disekap olehnya. Salah satu diantaranya terlihat cacat. Kedua orang ini, orang yang membuat mereka hidup penuh dengan hinaan.
“Kenapa aku haruis bertemu dengan mereka? Kenapa aku harus bertemu dengan perempuan yang lebih hina dari ibu Kasih?” Mim sendiri mendekat dan menjambak perempuan itu.
“Ampun! Maafkan aku!” rintih perempuan itu. Mim sendiri yang dikuasai amarah membuat perempuan itu semakin merasakan sakit.