Aku bukannya tidak tau keterlibatan mereka. Apa yang kami alami, juga karena ulah dari mereka. Aku selama ini ingin membuat hidup semuanya berada di dalam ketakutan dan perasaan yang tidak tenang.
Ibu dihinakan layaknya sampah. Adik yang mengidap penyakit juga dihina habis-habisan. Aku, hanya mendapat semua yang mereka terima. Sakit rasanya melihat orang yang aku sayangi diperlakukan layaknya bukan manusia.
Aku mengerti, mengapa Mim bisa semarah itu. Aku tak bisa menyalahkan adikku. Yang aku ingin pastikan, bagaimana Mim dan mendiang Ibu bisa mendapatkan keadilan. Keadilan yang begitu layak.
***
“Buat apa Anda kesini? Kalian belum puas menghina kami? Apa kalian masih ingin menghina kami yang sudah tidak memiliki apa-apa?” Apa yang baru saja Lam katakan membuat beberapa orang yang berada di halaman rumah itu tersentak. Sama sekali tidak mereka duga jika kedatangannya di tempat ini akan disambut oleh amarah dari lelaki muda itu.
“Lam, jaga ucapanmu! Harusnya kau tau tata krama.”
“Sok ngajari tata krama, tapi dirinya tidak ada tata krama.” Ki Ageng yang mendengar omongan Dayyana langsung keluar. Mereka sendiri lebih terkejut dengan kehadiran sosok Ki Ageng di tempat ini.
“Ki Ageng?”
“Kenapa? Kaget? Mereka sudah aku anggap sebagai anakku. Siapapun yang bermasalah dengan kedua anak ini, juga akan bermasalah denganku.” Ki Ageng sendiri terdiam beberapa saat dan memandangi beberapa orang di tempat ini. “Katakan! Ada perlu apa kalian kesini? Apakah kalian tidak puas dengan apa yang terjadi pada Kasih dan kedua anak ini?”
“Jaga omonganmu!” Apa yang baru saja Dahayu katakan sontak membuat Ki Ageng tertawa dan mengejek Dahayu.
“Bu Dahayu, kenapa dengan dirimu? Kau tampaknya tidak suka dengan kehadiran mereka? Oh iya, aku tau kenapa kau seperti ini. Pasti takut kejahatan kalian terhadap Pelita Kasih terbongkar. Itu kan aib.”
“Dasar.”
“Cukup Dahayu! Kita kesini bukan membuat keributan!” Dahayu sendiri terdiam dengan apa yang baru saja sang suami katakan.
“Katakan! Apa maksud kalian datang kemari?” Lam sendiri memegang tubuh Mim. Sang adik bisa saja melakukan hal yang tak terduga.
“Aku hanya ingin meminta maaf.”
“Baru sekarang kau meminta maaf? Padahal mereka menunggu maaf darimu sejak lama. Kemana saja kau selama ini? Apa gara-gara apa yang terjadi dengan rumahmu?” Seorang lelaki langsung bergabung dengan mereka. Lelaki yang tak asing. Dia adalah Fajar, seorang lelaki yang menyelamatkan kedua anak itu setelah sang ibu meninggal.
“Mas Fajar, aku selama ini dibayangi rasa bersalah.” Mereka terdiam. Dahayu sendiri yang sedari tadi masih memendam amarah tak bisa menahan semuanya. Sontak dia mengatakan hal yang tidak-tidak.
“Ini semua pasti gara-gara kalian. Ini semua pasti gara-gara kedua anak sialan ini. Dasar anak pelacur. Kalian tidak pantas tinggal di desa ini.”
Apa yang baru saja dikatakan oleh perempuan itu membuat Mim sendiri marah. Perlahan, dia mendekati tubuh perempuan itu dan dengan satu kali gerakan tangannya, Dahayu terjatuh. Tangan Mim memegangi kaki wanita itu. Dahayu hanya bisa menjerit. Sekujur tubuhnya tiba-tiba terasa panas.
“Panas. Panas. Tolong! panas.” Lamdi dan beberapa orang yang ada di sekitarnya berusaha membantu. Tapi, saat memegang tubuh Dahayu, mereka sangat terkejut. Tubuh itu panas seakan terbakar.
“Ki, apa yang Mim lakukan?”
“Dia menggunakan Mustika mata Naga.”