Pertama kali aku memasuki desa ini, memang ada sesuatu yang aneh. Entah kenapa, aku merasakan ada aura jahat yang terus membayangi desa ini. Entah itu apa. Ada sesuatu yang terjadi di masa lalu. Tapi, apa yang terjadi? Siapakah yang menjadi korban?
Aku memang tidak langsung menghakimi atau menuduh seorang diantara mereka. Dalam hati, aku sebenarnya sudah curiga pada beberapa orang. Tetapi, apakah patut kita langsung menuduh tanpa adanya bukti yang kuat? Tentu tidak bisa kan? Aku percaya, jika semua ini pasti ada sesautu yang mendasarinya.
Jelas sekali terlihat, ada mata yang penuh luka dan amarah. Aku tau, luka itu bukan luka yang biasa. Luka itu akan menjadi petaka untuk semua orang, bahkan untuk sang pemuilik luka itu sendiri. Aku harus melakukan sesuatu. Aku harus menyelamatkan mereka. Ini demi kebaikan semua yang ada di wilayah ini. Aku berharap tak ada seorang yang harus dikorbankan.
***
Keesokan harinya.
Umar datang dan langsung ditemani Alif. Mereka langsung menuju rumah kepala desa untuk meminta izin. Kebetulan, Hisyam dan beberapa petinggi desa tengah berada di tempat itu. Alif sendiri langsung mengenalkan Umar di hadapan mereka.
“Pak Kades, ini orang yang saya bicarakan beberapa hari yang lalu.” Satu demi satu mereka bersalaman dengan lelaki yang sangat muda. Mereka memuji Umar yang begitu mudah akrab dengan orang yang baru dikenal.
“Jadi, kemarin Mas Alif ini mampir ke rumah. Dia sudah banyak cerita tentang apa yang terjadi di wilayah ini. Sebenarnya saya mau datang kesini beberapa hari lagi. Tapi, karena ummi yang merasa khawatir ada sesuatu jadi meminta agar mempercepat untuk ke tempat ini.”
“Bagus Gus. Jadi, saya sendiri juga senang dengan kehadiran Anda di sini. Memang ada keanehan yang sudah sekitar satu bulan dirasakan oleh warga desa.”
Setelah sekian lama berbincang, Umar dan Alif langsung diajak untuk berkeliling dan melihat situasi yang ada. Mereka sendiri tak sengaja bertemu Mim ketika melewati area persawahan. Terlihat jelas jika Mim yang meracau tak karuan. Umar terus memperhatikan bocah itu.
“Maaf, dia siapa?” Umar mulai mencari tau terkait apa yang warga ketahui tentang Mim. Dia sebenarnya hanya ingin tau terkait pandangan warga di desa ini pada kedua anak itu.
“Dia Mim. Anak kurang waras dan hanya tinggal bersama kakaknya.”
“Dia kenapa bisa seperti ini?”
“Setau saya dia sejak kecil memang cacat. Dia lahir prematur dan kurang mendapat pelayanan kesehatan. Dia seperti itu yang saya tau sejak ibunya wafat dan diusir warga.”
“Diusir?”
“Iya Gus. Ibunya dulu pelacur, bahkan dia sendiri lahir bukan dari hubungan sah. Mohon maaf ini, dia tertular HIV dari mendiang ibunya.”
“Kenapa dia bisa berkeliaran secara bebas? Tidak takut jika anak itu berbuat ulah?”
“Sebenarnya sudah beberapa kali dia buat ulah. Hanya saja, karena ada sesuatu yang disembunyikan, kami gak berani berbuat apapun. Gak tau kenapa, kekuatannnya gak masuk akal.” Umar terdiam. Dia ingat apa yang dibicarakan oleh Umminya. Anak itu dan kakaknya. Dia harus bisa mendekati mereka berdua.
Perlahan, Umar mulai melangkah dan mendekati Mim. Kepala desa sebenarnya khawatir dengan apa yang akan terjadi. Mengingat apa yang Mim lakukan selama ini, dia begitu ketakutan jika Umar terluka atau ada sesuatu.
Tapi, di luar dugaan. Mim sendiri tak memberikan reaksi apapun. Dia hanya diam dan sesekali meracau tak jelas. Hisyam sendiri berjaga agar anak itu tak berbuat yang aneh.
“Permisi, apakah kau tinggal di tempat ini?”
Mim menoleh. Dia kembali meracau dengan bahasa yang sama sekali tak bisa dimengerti. Semua orang bingung, ada apa dengan anak yang satu ini?