Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #16

Aura negatif

“Lam, Mim. Aku mohon dengarkan aku dulu! Ini semua pasti salah paham.” Cemeti itu terus mengenai tubuh dua orang itu. Tangan Mim terus mencengkram tangan orang yang telah membuat hidupnya dan orang yang dia sayangi tak ubahnya seperti neraka.

“Hentikan semua ini! Jika ada yang harus dihukum atas apa yang terjadi pada kalian, maka aku yang paling layak menerima ini. Aku mohon, lepaskan perempuan ini! Dia sama sekali tidak bersalah.” Wicaksono memohon pada kedua anak dari Kasih. Lam sendiri memandangi kedua orang itu dan terus menyimpan amarah atas apa yang pernah terjadi.

“Tidak semudah itu. Jika seorang Pelita Kasih harus hancur di tanganmu, maka seorang Darti justru harus hancur di tangan kami. Di tangan anak dari perempuan yang bernama Pelita Kasih. Dia harus merasakan kehormatannya dijual seperti yang pernah ibu Kasih alami.” Darti hanya bisa menangis mendengar apa yang baru Lam ucapkan.

“Lam, dengan segala kerendahan hati aku ingin meminta maaf atas apa yang terjadi. Aku tau apa yang kami lakukan pada ibumu bukanlah hal yang bisa dibenarkan.” Wicaksono ingin sekali memeluk kedua anak itu. Anak daru hasil cintanya bersama Kasih. Seorang perempuan yag dia ambil dari keluarganya, tapi justru dia buat hidupnya menderita.

“Aku bukan anakmu. Aku tidak pernah sudi menyebut dirimu sebagai ayah. Ayah macam apa yang tiap hari hanya marah dan terus memberikam cacian pada kami?”

“Lam, kenapa kau begitu berat memaafkanku?”

“Tanyakan pada dirimu! Untuk apa kau menikahi seorang wanita yang bernama Kasih jika kau sendiri sudah punya kekasih di tempat lain?”

“Lam, aku sama sekali tidak pernah punya selingkuhan.” Cemeti itu langsung mengenai tubuh Darti. Darti hanya bisa menangis dan tak mampu berbuat apapun. Teringat apa yang dia lakukan pada Kasih. Kali ini, dia harus menghadapi amarah dari kedua anak itu.

Mim memandang wanita itu. Dia perlahan mendekat dan terus melotot. Darti hanya bisa pasrah dengan apa yang ingin Mim lakukan.

“Aku tidak akan pernah memaafkan apa yang pernah kalian lakukan. Ini baru permulaan.” Mim sendiri akhirnya menjauh. Darti terdiam. Dia menatap Wicaksono dengan tangisan kepedihan. Pilihan untuk merebut lelaki itu ternyata bukanlah pilihan yang tepat. 14 tahun lamanya dia belum juga dinikahi. Hanya sebatas janji dan lamaran.

Kali ini, dia justru harus menghadapi amarah dari anak itu. Anak dari wanita yang dia singkirkan. Anak yang tak pernah tau apa yang menjadi kesalahan dirinya sehingga menerima semua ini.

“Darti.”

“Entah sudah berapa lama aku menanti janjimu. Aku sebenarnya ingin kau nikahi secara sah, seperti yang kau lakukan pada Kasih. Tapi sampai detik ini, kau belum juga menikahi diriku.”

“Aku hanya takut jika kau ternoda. Aku tak ingin kau ternoda dan terhina seperti Kasih.”

“Tak ingin? Apa yang kau lakukan saat orang yang menang darimu melakukan hal tersebut padaku? Kau hanya diam dan berteriak saja. Tak ada hal yang kau lakukan untuk mencegahnya.”

“Darti, aku mencintaimu.”

“Aku tidak pernah percaya hal itu. Kekayaanmu selama ini, ternyata hasil dari kelakuan haram. Anakmu bahkan tak pernah kau pedulikan.”

“Darti, aku sudah berusaha semaksimal mungkin. Aku hanya menghindari dirimu sebagai tebusan.” Darti terdiam dan hanya bisa nenahan amarah. Ternyata selama ini dia justru menjadikan orang sekitarnya sebagai tebusan. Bahkan mertuanya menjadi tebusan atas apa yang dia lakukan.

“Orang tua Kasih dengan teganya kau buat seperti itu? Dia sudah tua, dan kau ambil semuanya? Apa yang membuatmu gelap mata seperti saat itu?”

“Darti.” Wanita itu sama sekali tak merespon. Hanya isakan tangis yang terdengar. Wicaksono merasa hatinya tersayat. Dia tak bisa menggambarkan bagaimana Kasih begitu sakit ketika dirinya dan semua keluarganya menjadi layaknya tak berharga di hadapan dirinya.

***

“Mim, jangan Mim! Aku tidak ikut terkait nasib ibumu. Itu bukan salahku Mim. Aku tidak ikut membuat ibumu seperti itu.” Perempuan itu terus memohon. Melihat Mim yang sudah bersiap untuk melukai dirinya hari ini, dia begitu takut.

Lihat selengkapnya