Keesokan harinya.
Mereka berdua langsung berangkat menuju tempat yang dimaksud. Tak bisa ditunda lagi. Semuanya sudah tak bisa dibiarkan. Umar sendiri harus meminta petunjuk dan bantuan dari orang yang memiliki ilmu yang lebih mumpuni dari dirinya.
Selama perjalanan, dia terus menerawang apa yang Lesti dan Hisyam sampaikan. Kedua orang itu ternyata mengetahui bagaimana kelamnya masa lalu dari perempuan yang bernama Kasih. Bahkan, Lesti sendiri juga turut ikut andil saat itu.
“Apakah Mim dan Lam kali ini datang untuk balas dendam? Atau, ada tujuan lain?”
“Sepertinya. Kalo mendengar cerita dari beberapa orang, terutama Pak Hisyam dan Bu Lesti, aku rasa memang ada dugaan yang mengarah ke sana.”
“Tapi Gus, dia kan punya Mustika dan kekuatan yang di luar nalar. Dari mana mereka dapat?”
“Itu yang aku tidak tau. Kemungkinan ada seseroang yang mendekati mereka sebelum ini. Kekuatan itu sepertinya memang sudah terlatih.”
“Terlatih?”
“Alif, walaupun itu kekuatan ghaib, mereka pasti ada pembiasaan atau apapun itu namanya. Tidak langsung bisa seperti itu. Ada beberapa hal yang harus mereka lakukan.”
“Maksudnya? Seperti pengorbanan atau sejenisnya begitu?”
“Iya. Mereka harus melakukan pengorbanan. Layaknya kita misalnya waktu hari raya kurban. Hanya saja yang mereka persembahkan tidak semudah seperti yang ada dalam agama kita.” Alif sendiri mengerti dengan apa yang baru saja Umar jelaskan. Mereka sendiri terus berbicara sampak akhirnya tak sadar jika telah sampai di tujuan.
Terlihat ada seorang wanita yang usianya tak jauh dari Nyai Rofi. Dia tersenyum dan menyambut mereka dengan begitu hangat.
“Silahkan masuk! Suamiku sudah menunggu kedatangan kalian sejak tadi. Beliau ada di ruangannya.” Umar dan Alif langsung masuk dan bertemu seorang lelaki yang cukup berumur. Lelaki itu tersenyum dan mempersilahkan mereka duduk.
“Masalah Lam dan Mim? Kalian datang ke sini terkait anak-anaknya Mbak Kasih?”
“Iya Mbah. Mbah sudah tau?”
“Aku sudah menduga. Aku tau kalian ingin membongkar apa yang terjadi di desa itu.”
“Maaf, apa Mbah bisa membantu kami?”
“Apakah kalian ada sesuatu yang bisa jadi jembatan?”
“Sesuatu seperti apa itu Mbah?”
“Ada barang atau apapun itu? Itu akan mempermudah.” Mereka kebingungan. Tak ada sesuatu yang mereka bawa dan memiliki hubungan dengan mereka. Tak lama, Alif sendiri ingat jika dia pernah dilempar batu oleh anak itu. Apakah batu yang sampai sekarang dia simpan bisa membantu untuk hal ini?
“Maaf Mbah, saya sempat dapat lemparan batu dari salah satu diantara mereka. Apakah itu bisa membantu?”
“Saya lihat dulu.” Lelaki itu langsung mengambil batu tersebut dan memperhatikannya. Dia sendiri terdiam beberapa waktu sebelum akhirnya mengangguk. Dia banyak bercerita terkait kedua anak itu.
“Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?”
“Kalian mau melihatnya? Kalau memang mau, saya akan bantu. Tapi ingat, saya hanya bisa membantu. Kalian harus benar-benar siap untuk resiko yang akan terjadi.”