Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #24

Menculik Lesti

“Tolong! Hentikan semua ini!”

“Darti, kau ini lemah sekali ya. Kasih sendiri tak pernah meminta seperti ini.”

“Aku tidak sama seperti adikmu.”

“Iya, kau sama sekali tidak bisa disamakan dengan adikku. Karena dia adalah korban dari sindikat yang kau lakukan di masa lalu.”

“Mas Fajar. Aku minta maaf.”

“Baru sekarang? Kenapa baru sekarang? Selama ini kau kemana? Apa karena sekarang kau sedang menjadi tawanan dari kedua keponakanku?”

“Mas Fajar. Aku mengaku bersalah. Aku yang sudah membuat adikmu menjadi seperti ini.”

“Ini bukan hanya sekedar nasib. Adik-adikku harus kehilangan kehormatan dan masa depannya gara-gara perempuan macam dirimu. Keponakanku juga harus merasakan pahitnya masa kecil juga karena dirimu dan semua orang yang dekat dengan dirimu. Ini hanya awal. Kalian harus merasakan sdemua pembalasan ini.” Darti menggeleng. Dia benar-benar tak bisa berbuat apapun selain memohon agar dirinya bebas.

“Darti, asal kau tau. Wicaksono melamar Kasih itu keinginannya sendiri. Dan kau bilang jika adikku adalah pelakor? Kau salah. Kau yang sebenarnya pelakor yang sesungguhnya. Ingat, sampai sekarang kau belum juga dinikahi oleh lelaki ini kan? Itu sama saja dia tidak pernah mencintaimu.”

“Mas Fajar, Lam, Mim. Maafkan aku atas semua ini. Aku memang bersalah telah menelantarkan mereka bertiga.”

“Tidak cukup hanya minta maaf Wicak. Kau harus mengembalikan semua yang pernah kau ambil dari keluargaku. Tanah dan rumah harus kau lunasi. Ada kehormatan juga yang harus kau bayar. Kau sanggup membayar itu semua?” Wicaksono menggeleng dan bersimpuh di hadapan mereka bertiga.

“Kau sekarang juga masih berjudi. Ngakunya cinta sama perempuan, tapi pekerjaannya judi. Keluarga ibuku kau jadikan tawanan, kenapa keluarga dari perempuan gak tau malu ini aman-aman saja?” Apa yang baru Mim katakan membuat semua terdiam. Mim sendiri meminta kedua orang yang sudah berusia lanjut itu untuk segera mendekat. Lam sendiri meminta apa yang dia inginkan.

“Kakek, bawa apa uang aku inginkan?” Lelaki tua itu langsung menyerahkan beberapa dokumen penting. Dokumen itu tak lain adalah surat kepemilikan tanah yang sudah atas nama Wicaksono. Beberapa juga masih atas nama dirinya.

“Lam.”

“Aku tidak bisa berbuat jahat pada orang yang sudah cukup tua. Tidak seperti dirimu yang tega membunuh Nenek. Tapi dokumen oini akan menjadi jamiman untuk semua hutangmu. Sejak kematian Ibu Kasih, kau sama sekali belum membayar hutang-hutangmu. Dan surat ini yang akan menjadi jaminannya.”

“Lam, lalu kakek nenekmu akan tinggal di mana?”

“Apa kau juga memikirkan bagaimana kehidupan keluarga Ibuj Kasih saat kau memaksa mereka untuk pergi dari rumahnya? Enggak kan? Mereka bisa ngampung di rumah orang lain, seperti kedua orang tua dari Ibu Kasih. Satu lagi, adikmu akan ada di sini, seperti nasib Ibu dan Tante Ima.” Lam sendiri akhirnya memilih pergi. Mim sendiri hanya bisa tertawa dan langsung mengikuti langkah kakaknya.

Lelaki tua itu hanya menatap anaknya dan berembun. Dia sama sekali tak menyangka jika kebiadaban ya main judi telah merugikan seorang wanita beserta seluruh keluarganya. Wicaksono hanya bisa meminta maaf atas semua kelakuannya selama ini.

“Apa yang kau lakukan sudah membuat aku malui. Kau memang pantas seperti ini.” Wicaksono hanya menangis. Tak ada yang bisa dia katakan pada kedua orang tuanya.

***

“Bagaimana kondisi anaknya Bu?”

Lihat selengkapnya