Umar melajukan kendaraannya. Dia tak sabar ingin bertemu dengan kedua orang tua dan menyampaikan apa yang menjadi amanah dari perempuan tua itu.
Sesampainya di rumah, seperti biasa, Kyai Rosyid langsung menyambut sang anak dengan begitu hangat. Kehangatan yang sama sekali tak pernah hilang di rumah ini. Hal tersebut yang membuat Umar tak bisa melupakannya.
“Abi.”
“Umar. Apa kabar?”
“Alhamdulillah. Ummi di mana?”
“Di kamar. Sepertinya sedang gak enak badan. Kau lihat sana!” Umar sendiri langsung menengok. Nyai Rofi yang sedang berbaring hanya bisa tersenyum melihat sang putra datang. Mereka sejenak melepas rindu dan merasakan kehangatan yang telah lama mereka rindukan.
“Ummi. Ada titipan.”
“Dari Amelia. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Bagaimana kondisinya sekarang?”
“Beliau sehat. Beliau sangat merindukan Ummi.”
“Kau harus tau Umar, dia teman sepermainjan saat aku masih kecil. Sangat akrab. Tapi, akhirnya dia mendapatkan jalan takdirnya sendiri. Dia perempuan yang sungguh beruntung memiliki suami seperti Mas Yani.”
“Beliau menitipkan itu untuk Ummi. Apa gara-gara Ummi kondisinya sedang tidak enak badan? Atau ada hal lain?” Nyai Rofi terdiam dengan pertanyaan dari putranya. Pertanyaan itu seperti membuka sesuatu yang ada di masa lalu dari seorang perempuan bernama Amelia.
“Umar, aku tidak bisa menceritakan masa lalu dari Amelia, karena itu aib. Tapi yang kau harus tau, sejak kecil dia mendapat anugerah mata batin. Maksudku, mata batinnya aktif. Alhamdulillah, dia bisa bertemu dengan Mas Yani. Dengan hal itu, aktifnya mata batin dari Amelia bisa dikontrol.” Umar mendengar cerita itu dengan senang hati. Cerita masa kecil dari sang ibu dan perempuan tersebut memang begitu indah.
“Ummi, jika itu memang aib dari Mbah Amelia, gak apa-apa. Ummi gak salah. Kan kita wajib untuk menjaga aib saudara kita kan?”
“Iya Umar. Eh, aku dapat dua?”
“Enggak Ummi. Ini untuk Alif. Beliau tadi titip dua untuk Ummi dan Alif.” Nyai Rofi menatap langit kamarnya. Ada sesuatu yang sedang dia pikirkan. Umar yang melihat tatapan itu merasa aneh. Ada apa dengan ibunya?
“Astaghfirullah. Aku hanya kepikiran dengan cerita kalian beberapa waktu yang lalu. Entah kenapa, aku punya firasat yang tidak baik. Aku berharap firasat itu tidak terjadi. Ya Allah, kenapa aku bisa punya pikiran sejelek ini?” Tak terasa, tetes demi tetes air mata keluar. Ada hal yang begitu menyedihkan akan segera terjadi. Nyai Rofi terus memanjatkan doa agar tak terjadi apapun.
“Ummi, sholat saja ya! Berdoa sepuasnya. Habis itu, Insya Allah gak akan cemas seperti ini.” Wanita tersebut mengiyakan. Apa yang baru saja Umar katakan memang benar. Biasanya memang jika dirinya sedang mencemaskan sesuatu, dia pasti bermunajat bdengan cara apapun.