Seno lama sekali terdiam dan tertegun. Sampai akhirnya ada sebuah cahaya yang membuat penglihatannya terhalang.
Dayyana sendiri terdiam dan terus menemani sang suami. Tak tau, kapan dia akan sadar. Yang jelas, dirinya hanya bisa berdoa untuk kesembuhan sang suami juga keselamatan sang putri. Airin, dia hanya bisa menangis saat mengingat Airin.
Gadis muda yang sama sekali tak mengerti apapun justru harus menerima apa yang telah mereka lakukan di masa lalu kedua orang tuanya. Mim getol menuntut mereka membayar lunas apa yang telah dirinya lakukan pada mendiang Kasih.
“Tuhan, jaga Airin! Aku mohon jaga Airin.” Dayyana melemparkan pandangannya pada langit yang mendung. Jelas sekali jika tak lama lagi akan turun hujan. Mendung langit tersebut juga menggambarkan mendung dalam hati seorang ibu.
Tetes demi tetes air hujan yang turun, juga sama dengan jatuhnya air mata Dayyana. Jika dia mengeluh dengan cobaan yang sedang dia hadapi. Bagaimana dengan keluarga Kasih selama ini? Lam dan Mim, dua bocah malang yang masih butuh kasih sayang dari orang tuanya, ternyata harus mengetahui kenyataan pahit.
“Aku harap, mereka mau memaafkan diriku. Apa mungkin mereka akan memaafkan orang yang pernah menghancurkan hidup mereka? Aku melihat putriku seperti itu ingin rasanya membalas. Tapi, aku ingat, mereka seperti ini karena menuntut balas.”
Tak lama, Seno menggerakkan tangannya. Dia mencari tangan siapapun yang ada di dekat tubuhnya. Dayyana yang menyadari hal itu langsung memegang tangan tersebut. Dia tersenyum dan menangis. Melihat semua itu, dia memanggil nama sang suami.
“Mas. Ini istrimu. Syukurlah kau sudah sadar.” Seno menatap sang istri yang berlinang air mata. Dia hanya mengingat bagaimana Airin. Dia ingin bertemu dengan putrinya.
“Airin. Aku ingin bertemu Airin.”
“Airin.”
“Mana Airin? Katakan padaku! Di mana Airin? Dia sehat kan? Dia ada di rumah kan?” Seno memaksa untuk bangun. Dayyana hanya menggeleng dan tak mengizinkan sang suami untuk pergi kemanapun. Kondisinya yang masih sangat lemah, akan sangat berbahaya jika harus banyak bergerak.
“Mas, jangan banyak bergerak dulu! Sebentar lagi dokter datang.”
“Aku ingin bertemu Airin. Katakan sekarang! Di mana anakku?”
Dayyana hanya bisa menangis dengan apa yang sedang terjadi dengan sang suami. Terlihat jelas jika sang suami tak bisa dikatakan waras. Dia setengah gila. Dia tak bisa mengatakan di mana Airin kali ini berada.
“Mas Seno, jangan memaksakan diri! Kau masih kondisi lemah.” Salah seorang warga yang mendengar keributan dalam kamar Dayyana langsung menghampiri. Dia berusaha meyakinkan Seno jika sang anak tak akan terjadi apapun.
Dayyana hanya bisa menangis melihat kondisi sang suami. Apa yang dialami Lesti, kali ini juga terjadi pada Seno. Tangisan itu semakin kencang saat dirinya terus mendengar sang suami meronta ingin bertemu dengan putrinya.
***
Mim terdiam. Sebuah foto mengingatkannya pada sebuah kenangan yang justru menyakitkan. Keempat perempuan itu dan keluarganya harus hancur. Mereka harus hancur di tangannya sendiri.
“Mim, kau kenapa?” Lam sendiri menatap aneh adiknya. Hanya gelengan kepala yang menjadi jawaban dari Mim. Lam sendiri mendekat dan meminta sang adik istirahat. Dia tau jika tadi pagi dia menggunakan kekuatan itu untuk melumpuhkan Alif. Pasti kali ini kekuatannya harus segera dipulihkan.