Cemeti itu bukan dari Mim. Tapi dari seseorang yang tiba-tiba berada di samping Mim. Orang itu tak lain adalah Ima. Dia sejak satu jam yang lalu mengawasi apa yang dilakukan oleh lelaki itu di wilayah keponakannya tinggal. Kecurigaannya, dia ingin melakukan tindakan yang justru membahayakan Lam dan Mim.
“Berjalan layaknya penyusup di tempat orang, apakah itu dibenarkan?”
“Kau? Kenapa kau bisa berada di tempat ini?”
“Aku? Apakah aku salah jika menjenguk keponakanku sendiri? Bagaimanapun kondisi mereka, kedua bocah ini adalah anak dari kakakku. Jadi mereka berhak aku perhatikan. Kau sendiri, sedang apa kau berada di tempat ini?”
“Aku, tidak apa-apa.”
“Cepat katakan! Mau apa kau di tempat ini?”
“Aku mau mencari Darti.”
“Oh, rupanya kau masih memikirkan cewek yang sudah menghianatimu itu?”
“Ada urusan lain. Aku ingin menuntut semua hal yang aku keluarkan untuknya segera dikembalikan.” Mim mendekat dan memperhatikan lelaki itu. Andri yang melihat tatapan dari bocah itu hanya bias ketakutan. Amarah yang sempat dia terima bukanlah amarah yang main-main.
“Apakah kau serius ingin bertemu dengannya?”
“Mim, ini sudah bukan masalah yang sama seperti yang dulu. Ini masalah berbeda. Aku merasa ditipu oleh perempuan itu. Beri tahu aku di mana letak wanita itu! Aku yakin, dia dan si keparat Wicaksono berada dalam tawananmu.” Mim menatap Ima dan meminta pendapat. Ima sendiri akhirnya langsung mengiyakan dan mengantarnya ke tempat Darti. Andri tampak senang dengan apa yang menjadi keputusan dari kedua orang itu. Dia perlahan berjalan dan mengikuti langkah Mim. Dengan kaki yang sudah tak lagi bisa berjalan normal, lelaki itu mencoba untuk bangkit dan sebisanya untuk berjalan.
Sesampainya di sebuah tempat, terlihat jelas jika Andir hanya bisa terdiam. Dia menatap seluruh ruangan depan dari bangunan itu. Tak lama, terlihat sepasang orang yang hanya bisa duduk dengan keadaan yang sudah memprihatinkan.
Melihat hal itu, Andri langsung menjauh. Dia tak tega melihat kondisi wanita yang sampai sekarang masih dia cintai. Alasannya ke tempat ini sebenarnya bukan untuk apa yang dia bilang ke dua orang tersebut, tapi menyadarkan Darti terkait semua yang pernah mereka lakukan.
“Kenapa kau menjauh? Apa yang kau inginkan?” Ima sendiri mendekat dan langsung mencekal tangan Andri. Lelaki itu terdiam dan hanya menuruti apa yang diminta oleh Ima dan Mim. Dia akhirnya harus melihat perempuan itu dengan luka di hatinya.
Darti yang melihat kehadiran Andri hanya bias terdiam. Seorang lelaki yang sudah memberikan segalanya pada dirinya dengan tega dia tinggalkan demi Wicaksono. Bahkan, dia yang memuluskan jalan cintanya dengan Wicaksono secara tidak langsung. Darti merasa bersalah telah memanfaatkan lelaki itu.
“Sayang?” Semua orang terheran dengan panggilan dari Andri. Sayang? Untuk siapa? Untuk perempuan yang hina seperti Darti?
“Sayang? Untuk Darti? Seorang wanita yang telah bermain api di belakangmu? Seorang wanita yang sudah berani memanfaatkan cinta yang tulus darimu? Hebat sekali kau.” Ima sendiri tak kuat untuk tak menyindir apa yang baru saja lelaki itu lakukan. Menurutnya, orang seperti Darti tak pantas untuk lelaki seperti Andri.