“Mim, hentikan semua ini! Kumohon hentikan!” Mim sendiri mendekat dan mencengkram kuat lengan wanita itu. Kekuatannya yang luar biasa sanggup membuat prempuan itu berteriak dengan begitu kencang. Dayyana sendiri meminta maaf atas apa yang terjadi.
“Kau lihat sendiri, anakmu yang selama ini kau banggakan tak lebih dari perempuan gila. Akui saja di hadapan semua orang! Siapa sebenarnya kamu.” Dayyana hanya menggeleng. Dia belum siap untuk membuka semua aib ini di hadapan banyak orang.
“Mim, jangan lakukan semua ini! Ini salah.”
“Mereka juga salah. Jika perempuan ini bisa mempermalukan ibuku, maka aku bisa mempermalukan dia. Aku bisa membuat dia lebih malu dari mendiang ibu Kasih.” Amarah yang ingin Dayyana ungkapkan seketika musnah mendengar apa yang dikatakan Mim. Kejahatan yang sudah dia lakukan pada ibunya bukanlah kejahatan yang biasa-biasa saja.
“Mim, lepaskan Bu Dayyana. Kau sudah melihat bagaimana sakit hatinya seorang ibu, melihat anaknya menjadi gila.”
“Aku belum puas.”
“Mim.” Umar dengan sabarnya memegang tangan itu. Seorang anak yang dia ingat begitu disayang oleh pemilik panti asuhan Bintang Gemilang. Mim hanya menatap tajam lelaki itu. Lagi-lagi, Mim mendorong tubuh Umar. Dia ingin mengejar Dayyana yang sudah Umar minta untuk menjauh dari tempat ini.
“Mim, sudah Mim! Jangan hanya karena emosi, kau jadi seperti ini! Aku tau, Mim bukanlah orang yang pemarah. Aku tau, Mim seorang yang pemaaf.”
“Mim sudah mati. Mim yang dulu sudah mati. Mim terlahir kembali dengan sosok yang berbeda. Kau, jangan pernah ikut campur masalah ini. Kau harus menangung akibatnya jika terus seperti ini.” Mim sendiri langsung pergi. Dia tak peduli dengan Umar yang masih saja mematung.
Umar terus istighfar dan memohon agar diberikan kesabaran untuk menghadapi situasi ini. Dia tau, luka dalam hati kedua anak itu sudah cukup dalam. Beberapa orang mendekat dan memintanya untuk beristirahat sejenak di rumah peningalan Kasih.
“Mas Umar, yang sabar menghadapi mereka.”
“Terima kasih.”
“Ini bukan masalah biasa. Istriku sendiri sampai saat ini masih memendam amarah pada mereka berempat. Mungkin saja, sekarang karma itu sudah berlaku. Apa yang pernah mereka tabur. Sekarang juga mereka tuai.” Umar sendiri tertegun dengan apa yang baru saja dia dengar.
“Pak, apakah Bapak tau terkait kebakaran di Bintang Gemilang?” Lelaki itu terdiam sejenak. Dia menatap arah lain dengan mata yang berkaca-kaca. Ada sesuatu yang sepertinya masih menyimpan luka bagi dirinya.
“Gak banyak Mas. Hanya saja, sakit untuk mengingat kejadian itu.” Umar sendiri tak memaksa. Dia hanya ingin bertemu dengan Alif dan melihat kondisinya setelah sekian lama ditinggal.
***