“Aku tidak ridho atas semua ini. Aku tidak ikhlas atas semua fitnah yang kalian lakukan. Aku tidak bisa memaafkan apa yang terjadi pada anak asuh kami. Aku akan menempuh jalur hukum atas semua yang kalian lakukan.” Hambali langsung bersuara setelah memastikan istrinya selesai bicara. Baginya, keluarga besar sang istri adalah orang yang harus dia jaga kehormatannya. Siapapun yang berusaha merusak harga diri keluarga itu, dia akan pasang badan.
Ketiga wanita itu langsung besimpuh. Mereka meminta maaf atas apa yang terjadi di panti asuhan itu. Nafsu menyingkirkan kedua anak Kasih, justru menjadi petaka bagi seluruh warga panti.
“Pak, tolong! Jangan lakukan itu! Jangan lakukan! Kami akan bertanggung jawab atas semua kerugian yang timbul.” Lesti menangis dan meminta semuanya tidak lagi seperti itu. Hambali sendiri ingat bagaimana keadaan sang istri juga kakak iparnya. Semuanya memprihatinkan.
“Panti asuhan itu harus tutup. Harga diri mertuaku hancur. Kau harus tau, kau sudah menghancurkan pekerjaan orang-orang yang telah lama mengabdi di tempat itu. Sekarang, dengan mudahnya kalian meminta maaf? Apa ambisimu menyingkirkan kedua anak itu terlalu besar saat itu?”
“Pak, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya menuruti kemauan Darti.”
“Menuruti keinginan seorang pelacur kelas atas rupanya. Aku gak kaget. Kalian sendiri juga sama saja.” Sri akhirnya mendekati mereka yang bersimpuh. Ingin sekali rasanya dia menendang mereka, tapi rasanya akan tak etis jika mempermalukan mereka di hadapan banyak warga.
“Dek Lesti, kau lakukan ini hanya untuk menyingkirkan kedua bocah itu? Kau melakukan fitnah pada mereka karena gagal?”
“Mas Hisyam.”
“Kau sebenci itu dengan keluarga Kasih? Hingga anaknya berusaha kau bunuh? Sadar kau Dek, kau sudah membunuh banyak anak. Kau membunuh anak yang tidak bersalah. Mereka yang tidak tau apa-apa harus menanggung kebencianmu itu.”
“Mas, aku minta maaf atas semua ini.”
“Aku kecewa sama kamu.”
“Mas, aku menyesal.”
“Kenapa baru menyesal sekarang? Apa karena kau sudah mndapatkan teror dari bocah itu?” Lesti mengeleng dan terus meminta maaf. Hisyam sendiri terdiam dan menangisi kejadian tragis yang menimpa anaknya.
“Banyak anak yang wafat karena kebakaran itu. Sampai sekarang, kami masih merasa bersalah. Kenapa bisa ada pembakar bisa berhasil menghancurkan dan membunuh mereka.” Sri akhirnya bersuara setelah sekian lama terdiam.
“Mbak Sri, itu bukan salahmu. Itu bukan salah keluargamu. Kau tidak bersalah. Kau sudah melakukan semuanya dengan baik. Harusnya aku yang meminta maaf. Aku yang bersalah, karena tidak bisa mencegah istriku membakar dan terjadilah pembunuhan masal itu.” Hisyam sendiri akhirnya ikutan bersimpuh. Dia kali ini luka yang ganda. Luka atas kematian sang anak secara tragis dan istrinya yang menjadi penyebab kematian sang anak.
“Mas.” Hisyam sendiri akhirnya berdiri dengan panggilan sang istri. Ada api amarah yang terpancar dari wajahnya.
“Dasar pembunuh gak tau malu.” Lesti hanya bias terdiam mendengar amarah dari sang suami. Dia hanya bisa pasrah jika sang suami menjatuhkan amarah itu padanya.
“Aku minta kita pisah. Aku masih kecewa dengan fakta yang baru aku ketahui.” Lesti sendiri menangis dan meminta agar dirinya tidak diceraikan.
“Mas, aku mohon jangan ceraikan aku!”
“Lesti, kau itu hausnya nyadar ya. Anak kalian itu sudah meninggal akibat kejadian di Bintang Gemilng. Itu semua yang menjadi penyebab salah satunya kamu.” Rena langsung menyahut apa yang diminta wanita itu.