Banyak hal yang terjadi. Banyak hal yang akhirnya terkuak. Aku sama sekali tidak pernah menyangka jika mereka sejahat itu. Dalam pikiranku, seberbahaya apa kedua bocah itu? Apa yang bisa dilakukan oleh bocah yang masih lemah dalam pandanganku?
Aku tidak bisa memandang remeh mereka. Aku ingat, mereka tidak selemah itu. Tapi, apakah mereka berbahaya?Aku masih sama sekali tidak menyangka atas semua ini.
***
Esok harinya.
Hisyam yang kali ini hidup menggelandang di desa tersebut, berjalan tanpa arah yang jelas. Terlihat jika lelaki tersebut tak memiliki jiwa yang utuh. Ada luka dan amarah yang bersemayam dalam hatinya.
“Kasihan Mas Hiyam. Orangnya baik, tapi harus dapat perempuan semacam Lesti.”
“Betul tuh Bu Kades. Harusnya sih, Mas Hisyam itu dapat perempuan yang lebih pantas. Coba aja dulu dia nikah sama Kasih, pasti jadi lelaki paling beruntung di desa ini.”
Bisik-bisik tetangga itu terdengar Alif. Dia sendiri enggan menanggapi semua itu. Kali ini, dia hanya melihat Hisyam yang tak lagi seperti dulu. Seorang lelaki yang begitu mencintai sang istri, ternyata harus mengetahui fakta yang begitu tragis. Siapa yang tidak mengetahui betapa sayangnya dia pada keluarganya?
“Pak Hisyam.” Alif mencoba mendekat dan mengajak lelaki itu bicara. Tak ada respon dari Hisyam selain hanya tangisan. Lama lelaki itu memangis. Dia meratapi nasibnya yang begitu menderita.
“Aku tidak pantas hidup. Aku sudah tidak layak untuk hidup. Aku tidak ada gunanya lagi ada di dunia ini. Aku mati saja hari ini.” Teriakan itu terdengar banyak orang. Alif sendiri hanya bisa meneteskan air mata saat mendengar kata-kata itu. Lelaki ini sudah menyerah.
Alif tak bisa diam begitu saja. Alif tak boleh membiarkan lelaki itu menyerah. Dua harus mendapatkan kembali semangatnya.
“Pak Hisyam. Kenapa Bapak jadi seperti ini? Istighfar! Kumohon istighfar! Bapak masih layak ada di dunia ini.”
“Aku tidak layak hidup. Aku sudah dikhianati istriku sendiri.”
“Mas Hisyam, jangan seperti ini! Mas Hiyam jangan menyerah begitu saja.” Salah seorang kerabat Hisyam mendekat dan langsung memeluk lelaki yang terlihat layaknya orang gila.
Hisyam akhirnya terdiam dan lama sekali termenung. Hingga akhirnya dia menyebut nama Lam dan Mim. Dia juga menunjuk arah rumah kedua bocah itu. Alif sendiri yang menangkap maksud dari Hisyam akhirnya membantu lelaki itu berdiri.
Dia berjalan hingga akhirnya bertemu dengan dua orang yang masih cukup belia. Mim sendiri menoleh dan menatap Hisyam yang layaknya orang tak waras. Dia mendekat dan tertawa. Dia puas dengan apa yang telah dia lihat hari ini.
Hisyam langsung bersimpuh. Dia meminta maaf atas kejadian yang pernah dialami Lam dan Mim.