Seorang warga yang kebetulan lewat langsung dipaksa unuk mengikuti kemana Mim ingin pergi. Lelaki itu berteriak dan memohon agr dia tak dibawa kemanapun. Dia hanya ingin pulang dan hidup layaknya warga yang lain.
Mim sendiri sama sekali tak peduli. Dia ingat tentang lelaki ini. Dia tau apa yang terjadi antara lelaki ini dan ibunya. Bagaimanapun juga, lelaki yang kali ini sedang dia bawa haru merasakan apa yang pernah mereka alami.
“Lepaskan!”
“Sebelum kau menerima balasan, jangan berharap kau bisa lepas dariku.” Mim terus menyeret orang itu. Mbah Yani dan Alif mengikuti Mim diam-diam. Mereka tak mau jika sampai amarah out membahayakan siapapun. Apa yang akan Mim lakukan belum bisa mereka tebak. Tapi, merka yakin jika Mim dan Lam akan melakukan hal yang begitu membahayakan.
“Alif, kiya ikuti mereka. Kkta harus tau kemana mereka akan pergi.”
“Iya Mbah.”
Mereka terus menyusuri jalan yang dilaluyi Mim. Bukannya Mim tak sadar dengan kehadiran mereka. Dia sengaja tidak menggubris kedua orang yang kali ini sedang berusaha mengikutinya. Sesampainya di sebuah tempat, dia membuat pagar ghaib agar mereka tak bisa masuk seenaknya.
Mbah Yani terdiam beberapa saat. Dia terpaku di tempat yang dinberi pagar ghaib oleh Mim. Alif sendiri terheran, kenapa tiba-tiba lelaki tua ini terdiam begitu saja? Apakah ada sesautu yang dia tidak ketahui?
“Mbah, kenapa?”
“Daerah ini diberi pagar ghain. Kita tak bisa masuk seenaknya.”
“Tapi, tak ada apa-apa. Toidak ada yang aklu lihay di sekitar sini.”
“Secara kasat mata memang tidak kelihatan. Tapi, jika kita masuk begitu saja, mereka bisa tau. Kita bisa dalam bahaya.”
“Apa yang bisa kita lakukan?”
“Kita harus cari celah. Aku yakin, pagar ghaibini ada cela yang membuat kita bisa masuk dan keluar dengan leluasa.” Alif hanya bisa mengikuti apa yang dikatakan Mbah Yani. Lelaki tua itu bukan tanpa alasan mengajak Alif mencari celah. Pagar ghaib itu tak biasa. Dia harus berhati-hati agar semuanya berkjalan dengan baik.
“Alif, sini! Celahnya ada di sini.” Mereka tak mau membuang banyak waktu. Langsung saja saat itu mereka memasuki wilayah itu daj berusaha mencari jejak Mim dan Lam. Mbah Yani yakin jika kedua orang itu berada di tempat ini.
“Mbah, kenapa Njenengan yakin jika kedua bocah itu ada di sini?” Alif yang masih terheran langsung saja melemparkan pertanyaan itu. Mbah Yani sendiri sdebenarnya khawatir jika sampai keramaian dari lelaki muda yang sedang bersamanya akan memancing makhluk yang saat itu sedang menjaga tempat ini.
“Alif, jangan ramai! Aku yakin, jika semua ini adalah rencama mereka. Aku yakin ini hanyalah gertakan. Tapi, kita tidak bisa anggap remeh gertakan ini.” Mbah Yani langsung memberikan isyarat agarAlif tak lagi berbicara dengan suara yangbegitu keras. Alif ya g masih memendam rasa penasaran tak bisa begigtu sja diam. Dia terus bertanya walaupun dengan suara yang lebih pelan.
“Tidak bisa anggap remeh.”
“Sudahlah, ikuti aku!” Kali ini, Alif tak lagi melontarkanpertanyaan. Dia hanya bisa mengikuti langkah dari lelaki yang sedang dia temani. Dalam hati, ingin rasanya bertanya banyak hal. Tapi, dia urungkan niat itu dan lebih baik bertanya di waktu yang dirasa tepat.
Mereka terus melangkah dan berhenti di sebuah tanah lapang yang tak begitu luas. Mbah Yani langsung duduk bersila dan membaca sesuatu. Alif sendiri langsung membaca apapun yang dia bisa hafal. Dia hanya tau jika Mbah Yani kali ini sedang membacaka beberapa ayat suci. Ayat yang akan membuat para jin merasa kepanasan dengan bacaan tersebut.