Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus percaya begitu saja dengan perkataan mereka? Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?
Sejak apa yang kami ketahui dari lelaki tua itu, aku merasa bingung harus melakukan apa. Ini semua terasa begitu banyak yang menjadi masalah. Tapi, semuanya harus segera dipecahkan. Semua harus segera diselesaikan. Siapapun yang membuat hidup seorang wanita yang bernama Kasih menderita, harus mendapatkan hukumannya. Aku tidak peduli dengan resiko yang harus aku tanggung.
Jika aku harus menanggung semua itu, mereka juga harus menanggung hal yang sama, bahkan lebih berat yang kami alami. Selama ini, aku harus hidup dengan bayang-bayang penghinaan dari banyak orang. Aku harus hidup dalam bayangan kasar seorang lelaki yang sama sekali tak tau malu. Kini, saatnya semua terbayar. Saatnya semua harus aku bayar dengan tuntas. Aku sama sekali tak peduli dengan kondisiku yang sangat terbatas. Bukankah ada orang yang mau membantuku selama ini? Kenapa aku harus takut menghadapi mereka?
Mereka tak lebih dari seorang pengecut. Mereka tak lebih dari kumpulan orang pecundang yang hanya bisa bermain di belakang. Kali ini, aku akan membuat mereka malu dengan tabiat mereka yang sangat pengecut. Mereka akan menangis. Mereka akan memohon padaku dan seluruh keluarga besar. Mereka harus merasakan semua penderitaan yang pernah kami alami.
***
“Tak perlu menunggu besok pagi untuk bertemu denganku. Karena aku sudah ada di sini. Aku siap mendengar apa yang sebenarnya kalian hadapi dan risaukan.” Fajar tersenyum memandang kedua keponakannya. Dia mendekat dan mengambil secarik kertas yang saat itu berada di tangan Lam.
Dia membaca dengan seksama alamat dan desa yang tertulis dalam kertas tersebut. Fajar terdiam beberapa saat dan memandangi kedua keponakannya. Sesuatu yang harus mereka ketahui terkait asal sang ibu.
“Sepertinya kalian sudah tau terkait asal Ibu kalian. Aku sekarang gak bisa bohong, karena suidah saatnya kalian tau sosok Ibu kalian yang sebenarnya. Ibu kalian memanglah bukan adik kandungku. Tapi percayalah! Walaupun dia bukan saudara kandung, tapi aku tetap menyayangi dia. Ibu kalian tetaplah adikku. Kalian tetap keponakanku. Kalian harus yakin dengan ini semua.”
“Paman, apa yang harus kami lakukan?”
“Aku sebenarnya tidak ingin melibatkan kalian dalam urusan yang ini. Apa yang akan aku lakukan sangat berbahaya. Tapi, setelah aku pikir ulang dan kalian sudah mengetahui semuanya, kalian harus ikut dalam misi di desa itu. Tapi, ada satu hal yang harus kalian patuhi. Jangan gegabah! Jangan mengambil keputusan sendiri!”
“Apakah ada hubungannya dengan yang terjadi dengan Ibu?”
“Semuanya ada hubungannya. Aku tidak mencari satu atau dua hari. Sejak kematian ibu kalian, aku sudah mengumpulkan bukti yang ada. Semuanya ada hubungannya. Semua ini ada kaitannya. Kalian harus tau dan kalian harus terlibat.” Mim sendiri terdiam dan menatap langit ruangan itu dengan tatapan amarah. Kenapa semuanya harus terjadi pada mereka? Kenapa semua ini harus mereka yang mengalami?
Melihat tatapan amarah dari Mim, Lam tak bisa tinggal diam. Dia harus mencegah hal yang tidak mereka inginkan. Dia segera mencegah Mim menggunakan apapun yang melekat dalam dirinya.
“Mim, jangan berbuat hal yang tidak-tidak! Ini akan merugikan dirimu sendiri.”
“Hidup ini tidak adil.”
“Aku tau. Aku mengerti semua yang kau rasakan. Tapi, tidak semudah itu kita akan mengunakan kekuatan yang kita miliki. Kau harus menyimpan semua energimu untuk saat yang tepat. Ingat, di saat yang tepat, kita akan bisa menggunakan kekuatan yang kita punya sepuasnya.” Lam sendiri langsung memeluk sang adik yang masih saja belum bisa mengendalikan emosinya. Fajar sendiri langsung mendekat dan ikut membantu menenangkan Mim yang masih dikuasai amarah.
“Mim, apa yang dikatakan kakakmu ada benarnya. Apa yang disampaikan kakakmu, harus kau jalankan. Kalau kau sampai kehabisan energi sebelum melakukan apapun, lalu siapa yang akan mencari keadilan bagi ibu kalian? Kau pasti ingin mencari keadilan untuk ibu kan?” Mim sendiri akhirnya menangis dan langsung memeluk Fajar. Lam hanya bisa tersenyum melihat sang adik mulai bisa menguasai dirinya sendiri.
“Mim, kita pulang yuk!”
“Tapi, tempat ini?”
“Bukankah kau sudah membuat pagar ghaib untuk wilayah ini? Gak semua orang bisa seenaknya masuk dan keluar dari sini. Hanya orang-orang tertentu yang bisa melakukannya.”
“Kak, kalo mereka berdua saja bisa masuk, apalagi yang lain?”
“Mim, mereka bukan orang sembarangan. Lelaki tua itu memang punya sesuatu dalam dirinya. Makanya dia bisa melewati pagar ini dengan mudah. Kau sendiri tau, jika mereka masuk, tak mudah untuk mereka bisa keluar. Kau pasti sudah tau hal itu.” Fajar akhirnya membuat Mim terdiam.