“Gus Umar, tapi mereka malam ini mencurigakan sekali. Kau tak mau menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi dan ingin mereka lakukan?”
“Alif, bukan aku tak mau untuk itu. Tapi bukan untuk sekarang. Kita juga tau waktu. Kita pulang dan aku akan cerita di tempatmu. Biar aku gak berkali-kali cerita.” Alif hanya bisa diam dan akhirnya mengikuti langkah Umar kemana dia pergi.
Selama perjalanan, Umar hanya bisa berdzikir dan terus meminta pertolongan pada sang kuasa. Apa yang tadi dia rasakan sama sekali jadi pertanda tak enak dalam pikirannya. Alif sendiri yang melihat itu hanya bisa diam dan tak berani untuk menanyakan apa yang sebenarnya mengganggu pikirannya.
Di tengah perjalanan, Tegar mencegat mereka. Dia ingin meminta tolong atas apa yang terjadi pada sang ibu. Tegar datang sambil menangis dan terus memohon agar sang ibu bisa dibantu.
“Mas Tegar, ada apa dengan ibunya? Kenapa sampai kau menangis seperti ini?”
“Ibu sepertinya diganggu orang. Ada orang lain yang mengganggunya secara ghaib. Sekarang dia terus berteriak dan menyebut nama Kasih. Dia terus menunjukku dan meminta aku untuk pergi.” Umar sendiri akhirnya menuju rumah Tegar dan melihat kondisi Dahayu yang sudah tak lagi bisa dikendalikan. Tatapan wanita itu kosong dan terkadang dia meracau tak jelas. Mendengar apapun yang dia katakan, semua ada hubungannya dengan seorang wanita yang bernama Kasih.
“Mas Tegar, tolong siapkan air putih! Yang lain, tolong pegangi ibu kalian!” Semua langsung mengikuti apa yang diminta Umar. Ayat-ayat Al-Quran mulai dia bacakan. Dahayu hanya bisa terdiam dan menatap Umar dengan tatapan yang begitu tajam. Sepertinya, dia ingin melakukan sesuatu agar Umar berhenti melakukan apa yang kali ini sedang dia lakukan.
Umar hanya mengingatkan agar Dahayu tidak terlepas dari pegangan anaknya. Akan sangat berbahaya jika wanita itu terlepas dan hilang kendali. Kedua anaknya dengan susah payah memegang tangan sang ibu. Tak lama, Dahayu sendiri sedikit lebih tenang. Air putih yang sudah tersedia dan dibacakan ayat Al-Quran langsung diminumkan.
“Alhamdulillah.”
“Gus, ibu saya kenapa?”
“Ini masih prediksi, beliau terkena guna-guna. Dari siapa, itu yang belum tau. Kekuatannya lumayan sulit untuk dikalahkan. Tapi, bukan berarti gak bisa. Kita ikhtiarkan bareng-bareng.”
“Apa ini ada kaitannya dengan Lam dan Mim?”
“Aku gak bisa langsung menuduh. Walaupun memang sepertinya ada kaitan, tapi gak ada hal yang membuktikan dengan kuat kalo itu mereka. Jangan berburuk sangka dulu.” Mereka hanya saling pandang dan melihat Dahayu yang sudah terlelap karena kecapekan.
“Apa yang harus kami lakukan kalo Ibu seperti tadi?”
“Baca ayat kursi dan tiga surat terakhir di Al-Quran. Atau, baca ayat Al-Quran manapun yang kalian hafal. Syukur-syukur kalau hafal dzikir yang tadi saya gunakan. Tapi kalo gak hafal bacakan ayat Al-Quran yang dihafal saja. Jangan lupa sediakan air putih.” Mereka mengangguk dan berterima kasih atas apa yang baru saja Umar lakukan. Umar sendiri pamit undur diri karena hari sepertinya sudah semakin larut.
Umar langsung menuju rumah Alif. Benar saja, semua orang sudah berada di rumah itu dan menunggu kedatangan Umar. Mereka sepertinya ingin mendengar cerita dari Umar terkait apa yang baru saja dia lihat dan rasakan ketika di luar desa ini.
“Umar, kau tak apa?”
“Alhamdulillah, aku tak apa Mbah. Allah masih ada melindungiku.”
“Alif tadi banyak cerita terkait perjalanan kalian. Apa yang terjadi?”