Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #64

Tegar

Aku bisa berbelok karena semua ini. Aku bisa tak lagi bersama mereka karena ada hal yang bisa membuatku lebih cepat untuk membalaskan semua dendamku ke orang yang ingin menghancurkan hidup Ibuku. Aku bisa saja tak lagi mengenal ayahku karena dia sudah bersekongkol untuk melakukan itu semua.

Kak Lam dan Kak Mim punya tujuan yang sama dengaku. Aku bisa membantunya untuk menghancurkan lelaki yang bernama Broto. Aku bisa dengan mudah melumpuhkan lelaki itu tanpa harus mengorbankan siapapun. Lagipula, dia sudah tak lagi menyayangi ibu.

Iya, aku beranggapan ayah tak lagi menyayangi ibu karena tega menggadaikan kesucianya. Menggadaikan kesucian ibu entah demi apa. Yang jelas, itu hanya untuk membuat dirinya dikenal sebagai seorang yang patuh pada Broto, yang aku sendiri gak tau hubungannya apa dengan ayahku.

***

“Umar, istirahatlah dulu! Jangan begadang! Cuaca di desa ini sedang tidak bagus. Kau harus cukup istirahat dan jangan banyak pikiran. Kau bisa sakit nantinya.”

“Tapi, Alif gimana?”

“Sudahlah, masalah Alif gak perlu kau pikirkan. Yang penting kali ini kau bisa menjaga kesehatanmu. Kau baru saja sehat. Jangan sakit lagi. Nanti pada siapa warga meminta tolong?” Umar hanya terdiam dan melamun. Mbah Yani sendiri tak bisa membiarkan Umar seperti ini. Dia sendiri akhirnya memilih untuk membiarkan Umar bisa pulang daripada harus kembali sakit seperti kemarin.

“Mbah.”

“Umar, lebih baik kau esok pulang dulu. Kau tak mungkin terus seperti ini. Bahaya jika kau aku biarkan seperti ini. Biar kau pulang dan tenang bersama orang yang kau sayangi.” Umar sendiri tak menjawab. Dia hanya tertegun dan melamun.

Di tempat lain, Tegar sendiri kali ini berhadapan dengan Ki Ageng. Bersama Lam dan Mim, dia datang setelah mendengar apa yang tadi siang dituturkan oleh Mim. Dia harus tau, apakah Tegar sungguhan ingin membantu mereka atau hanya sekedar main-main.

“Jadi anak ini yang mau membantu kita?”

“Iya Ki. Awalnya aku menginginkan dia untuk bisa menjadi tawanan seperti yang lain. Tapi entah apa yang ada di pikirannya, dia menawarkan bantuan pada kita.” Ki Ageng mendekat. Tegar sendiri tampak takut dengan rupa dari lelaki itu. Rupa yang sangar dan menakutkan membuat siapapun yang melihatnya tak berani macam-macam.

“Kau takut anak muda?”

“Maaf Ki. Aku tidak bermaksud untuk menghina atau berbuat buruk padamu.”

“Gak perlu takut dan minta maaf. Kalo kau memang bersunggguh-sungguh mau memabntu kami, kau tidak perlu takut.”

“Baik Ki. Apa yang harus asku lakukan biar Ki percaya padaku?” Lelaki itu terdiam dan menata Tegar yang masih saja menunduk.

“Tegar, tatap wajahku! Jangan menunduk! Setiap orang yang datang padaku tidak aku izinkan untuk menunduk.” Tegar sendiri memberanikan diri untuk menatap lelaki itu. Ki Ageng tersenyum dengan apa yang dilakukan oleh Tegar. Dia mencoba membuat agar Tegar tidak ada rasa takut padanya.

“Mas Tegar, tolong dengarkan apa yang menjadi perintah dari Ki Ageng!” Mim akhirnya memberi isyarat pada Tegar dan langsung saja dijawab iya oleh lelaki itu.

Beberapa instruksi langsung dikeluarkan oleh lelaki yang ada di hadapan Tegar. Tegar tak menolak dan akan melakukan apapun yang diminta sebisa mungkin.

Malam itu, Tegar sendiri berani tidak tidur. Dia harus bisa melakukan apa yang menjadi tantangan dari Ki Ageng. Angin mulai berhembus dan rintik hujan mulai turun. Tegar langsung saja memulai memejamkan mata dan merapalkan mantra seperti yang Mim ajarkan.

Tak lama, Tegar merasakan hawa panas. Keringat mulai bercucuran. Sampai di suatu titik, Ki Ageng meminta agar ini dihentikan. Semuanya cukup di sini saja.

“Gak usah dipaksakan! Cukup sampai di sini saja.”

“Ki, bukankah ini belum selesai?”

Lihat selengkapnya