Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #72

Chapter #72

“Mbah, apa yang akan tyerjadi setelah ini? Apakah mereka akan berbuat hal yang membahayakan bagi desa ini?” Yani terdiam dengan pertanyaan dari wanita itu. Dia sama sekali tak bisa memprediksi apa yang bakal terjadi ke depannya.

“Saya gak tau. Saya gak bisa nenerka apa yang bakal terjadin setelah ini. Tapi, kalo kondisinya sekarang, ini akan sulit. Tapi memang bakal ada celah untuk membuat mereka kembali.”

“Kembali?”

“Iya. Mereka harus kembali ke jalan yang Allah ridhoi.” Alif terus berharap.

***

“Pak Hambali. Ini gimana, Pak? Kita apakan mayat Pak Fajar?” Tegar yang tampak kebingungan sejak kejadian tadi siang langsung saja menanyakan hal itu pada lelaki yang baru saja datang. Hambali terdiam melihat mayat itu kondisinya sangat mengenaskan.

“Kita tak punya banyak waktu. Kita haerus kuburkan mayat ini sesegera mungkin.” Hambali mau tak mau akhirnya mengambil keputusan. Ini banyak pertimbangan yang harus dipikirikan, termasuk masalah bau yang sudah sangat menyengat.

“Jangan kuburkan mayat ini. Kumohon, jangan kuburkan mayat ini. Aku tidak mau berpisah dengan Paman. Aku gak mau.” Mim tampak tak bisa menerima keputusan dari Hambali. Tapi, Hambali tak bisa berbuat apapun. Semua harus dilaksanakan mengingat resiko yang akan terjadi.

“Mim, Lam, paman kalian harus segera dikuburkan secara layak. Kalo tidak segera, jasad ini bakal membusuk dan mengeluarkan bau aneh. Kita gak mau hal itu sampai terjadi.” Mim terus menggeleng. Dia teris menolak pemakaman sang Paman.

“Aku gak mau, Yah. Aku gak mau.”

“Mim, percaya sama aku. Ini demi kebaikan Paman kamu sendiri. Kita harus segera memakamkan dia secara layak. Kita harus memakamkan dia layaknya manusia yang lain.” Mim hanya bisa menangis malam itu. Dia tak bisa berbuat banyak saat jenazah itu mulai dirawat dan dikuburkan selayaknya manusia pada umumnya. Lam hanya terdiam dan menatap orang di sekitarnya. Tak ada yang terlepas dari tatapan matanya yang sangat tajam.

“Apakah di sini ada yang berkhianat?” semua orang kaget dan langsung menatap Lam yang baru saja mengeluarkan pertanyaan. Berkhianat? Apakah benar ada orang yang berkhianat diantara mereka?

“Katakan di sini, apakah kalian ada yangb berkhianat? Jangan coba-coba berkhianat. Kalo sampai ketahuan, aku dan adikku tidak segan-segan menghabisi kalian. Aku tidak segan menghabisi kalian seperti cara kalian menghabisi paman kami.” Mereka hanya saling menatap antara satu sama lain. Tapi, tak ada satupun orang yang mengakui jika dirinya berkhianat.

Tak lama, angin berhembus begitu kencang. Hawa di sekitar mereka terasa sangat dingin. Lam sendiri menoleh kepada Mim. Terlihat jelas, Mim kali ini membaca mantra itu. Mantra yang sebenarnya tak bisa digunakan sembarangan. Tapi, kali ini dengan amarah yangb berkobar dalam hati, Mim menggunakan mantra yang dikenal sangat bernbahaya.

“Mim, berhenti, Mim. Hentikan! Jangan menggunakan mantra itu sembarangan. Akan bahaya untuk dirimu sendiri.” Hambali langsung saja mencegah anak angkatnya untuk bertindak lebih jauh. Tapi, Mim sendiri tampak tak begitu peduli. Dia terus saja merapalkan mantra itu dengan sempurna. Sampai akhirnya hal yang tajk diinginkan terjadi. Mim tak sadarkan diri. Tubuhnya terjatuh dan hidungnya mengeluarkan darah segar.

“Mim, kamu kenapa Mimn? Mim, bertahanlah. Aku akan mencarikan penawarnya.” Lam langsung saja membawa Mim menuju sebuah ruangan. Ruangan itu adalah ruangan yang biasanya digunakan Mim untuk sekedar istirahat.

Lihat selengkapnya