“Kak Lam, Kak Mim.” Tegar tersenyum pada mereka berdua. “Aku bisa mengalahkan Broto dengan tanganku sendiri. Aku bisa mengalahkan lelaki yang menjadi musuh kita bersama, dengan caraku sendiri. Maaf atas cemeti yang aku bawa tanpa izin dari kalian. Maaf, aku sudah tidak mendengar apa yang kalian inginkan tadi.”
“Tegar, bertahanlah.” Tetesan air mata tak bisa Mim bendung. Beberapa hari ini, hidupnya kembali memiliki warna dengan kehadiran dari lelaki muda yang juga sedang terluka.
“Kak Mim gak usah khawatir. Aku gak apa-apa. Ini hanya luka biasa.” Tetes air mata terus keluar dan membasahi wajah Mim.
“Aku membawamu, dengan harapan bisa membuat orang tuanu menyerah sama kami. Tapi keberadaanmu ternyata sangat membantu. Keberanian yang kamu tunjukkan barusan, harus aku acungi jempol. Keberanian kamu melawan Broto seorang diri malam ini, membuat aku tidak bisa berbuat apa-apa. Terima kasih atas keberanian kamu malam ini.” Tegar hanya bisa tersenyum beberapa saat.
“Tidak perlu Berterima kasih. harusnya, aku yang mengucapkan terima kasih pada kalian. Aku tau, kalian menawanku untuk hal lain. Tapi, itu membuat aku memiliki kesempatan seperti malam ini.” Tegar terbatuk dan memuntahkan darah. Mim mencoba membersihkan darah itu.
Tak lama, Lamdi sampai di tempat tersebut dan melihat Broto dan anaknya sama-sama sudah berlumuran darah. Tampak jika Lamdi dilema untuk menolong siapa.
“Lamdi, sekarang keputusan ada di tanganmu. Mau menyelamatkan lelaki yang mau merenggut kehormatan dari istrimu, atau menyelamatkan anakmu yang rela terluka demi menjaga martabat ibunya.” Karni yang melihat kehadiran Lamdi langsung saja mendekat dan bicara. Lamdi hanya bisa meneteskan air mata. Dia tak pernah membayangkan akan mendapat pilihan yang seperti ini.
“Tegar.” Mim yang melihat darah segar kembali Tegar muntahkan dari mulutnya, tampak sangat khawatir.
“Tegar, kamu kenapa, Le? Kamu kenapa bisa berbuat hal seperti ini?” Lamdi menangis dan mendekati anaknya yang sudah batuk darah.
“Aku hanya ingin kalian bertanggung jawab atas hal yang pernah kalian lakukan. Aku hanya ingin kalian bertanggung jawab atas apa yang sudah terjadi pada Kak Lam dan Kak Mim.”
“Le, maafkan ayah kamu ini. Maafkan ayah yang sudah sangat memalukan.” Lamdi menangis melihat kondisi Tegar yang seperti sekarang ini.
“Aku menyelamatkan Ibu, bukan berarti aku bisa memaafkan apa yang kalian lakukan di masa lalu. Aku tidak ingin sampai Ibu mendapatkan hal yang sama seperti Bu Kasih. tidak boleh ada perempuan di desa ini, yang bernasib sama seperti Bu Kasih.” Tegar tampak terbata-bata mengatakan hal itu.
Lamdi menangis mendengar permintaan dari anaknya. Dia akhirnya membawa Tegar menuju rumahnya. Dia ingin Tegar bisa selamat.
Lam dan Mim mengikuti langhkah dari lelaki itu. Sesampainya di rumah, Mim langsung mengeluarkan mantra saat melihat lelaki yang sangat dia benci. Tak lama, Wicaksono bereaksi. Dia mundur sampai bersandar di tembok. Tampak dia sangat kesakitan dan memegangi lehernya.
Wicaksono yang merasakan ada yang mencekiknya, berusaha berteriak. Dia berusaha berteriak dan meminta bantuan agar ada satu orang saja yang mau membantunya.
“Jangan pernah berharap kamu bisa lari dariku. Jangan pernah berharap, kau akan bebas dari segala yang pernah kau lakukan pada kami.” Mim terus merapalkan mantra yang membuat Wicaksono terus memberi kode dan meminta bantuan pada sekitarnya.
Tapi, warga yang melihat semua itu tak ada yang mau membantu. Mereka membiarkan Wicaksono mendapatkan hukuman dari apa yang pernah dia lakukan di masa lalu.
Wicaksono terus meminta agar ada satu orang saja yang mau membantunya saat ini. Dia terus memohon pada banyak orang yang berada di sekitarnya, untuk mau membantunya.
“Mim, apa yang kau lakukan? Kamu memakai mantra yang berbahaya itu?” Karni yang melihat Wicaksono mulai mengeluarkan darah melalui mulut dan hidungnya, langsung mendekat dan meminta agar Mim mau menghentikan apa yang dia lakukan. Tapi, Mim tidak menggubris apa yang dikatakan oleh lelaki yang ada di sampingnya. Wicaksono terus memohon agar semua sakit yang dia alami sekarang ini bisa berhenti.
“Biarkan dia mati. Aku tidak akan pernah membiarkan dia bisa hidup tenang bersama selingkuhannya setelah semua yang pernah kami alami. Aku ingin melihatnya mati, seperti dia meracuni ibu kami.”