“Kau, penghianat.” Broto mencoba berdiri, tapi usahanya sia-sia. Tubuhnya sudah tidak memiliki tenaga, bahkan untuk sekedar berdiri.
“Aku memang seorang penghianat. Aku tidak pernah mau tunduk padamu. Aku hanya tunduk pada keluarga yang menjadi empunya desa yang sekarang aku tinggali. Selama ini, pertahanan desa itu sudah memiliki celah. Aku yang membuat celah itu. Aku yang membuat, pertahanan desa yang kau kuasai, memiliki celah untuk bisa dibobol begitu saja.” Broto tampak marah dengan apa yang Karni lakukan. Kiarni begitu senang dengan apa yang dia lihat.
“Kurang ajar.”
“Aku tidak akan pernah bisa membiarkan kamu hidup terus-menerus seperti ini. Jangan pernah kau berpikir, aku adalah lelaki polos yang dengan mudah kau manfaatkan begitu saja. Aku adalah seorang suami dan ayah yang masih menjaga kehormatan perempuan yang aku sayangi. Mereka tidak akan pernah aku biarkan, kehilangan kehormatannya, apalagi diambil oleh lelaki sepertimu.” Karni langsung saja tertawa dan menatap Ki Ageng. Sudah saatnya, lelaki yang sekarang tak lagi mampu berbuat apapun, dibawa menuju tempat yang mereka inginkan.
Ki Ageng langsung mengeluarkan perintah. Tubuh Broto yang sekarang ini sudah tak bisa melakukan apapun, dibawa menuju tempat yang biasanya dipakai untuk melakukan ritual.
“Jangan pernah berani menyentuhku.”
“Diam kau, Broto. Jangan pernah membantah! Kau sekarang bukan siapa-siapa. Kau sudah tak punya kekuatan apapun. Nurut saja kamu sama kami, seperti kamu memaksa keluarga Djojohadi Kusumo untuk menyerahkan semuanya padamu.” Broto yang sudah tidak berdaya, akhirya mau tak mau mengikuti apa yang mereka inginkan. Mereka pergi dan tak ada seorangpun yang menyadari terkait kehadiran Ki Ageng di desa ini. Seluruh warga saat itu sudah beristirahat dan menjaga diri mereka dan orang yang mereka sayangi.
***
“Pak, bagaimana kondisi anak saya?” Lamdi tampak begitu khawatir dengan kondisi Tegar yang sekaranbv masih dalam kondisi yang tidak begitu baik.
“Mas Lamdi, kondisi ini memang cukup sulit. Tapi kalo melihat kondisi anakmu sejak semalam, ini sudah jauh lebih baik. Hanya saja dia butuh waktu untuk bisa pulih seperti sedia kala.” Lamdi hanya bisa diam dan menatap anaknya yang masih dalam kondisi lemas. Lam dan Mim sudah bisa keluar dari tempat tersebut karena kondisi Mim sudah sangat baik.
Lamdi keluar dan melihat Lam juga Mim yang tengah bercanda. Mereka sebenarnya tidak benar-benar pulang. Mereka tetap di sini atas permintaan dari pemilik pedepokan.
“Mas Lamdi, kamu kenapa?” tanya Lelaki yang memiliki Padepokan. Lamdi terdiam dan menatap kedua bocah yang nasibnya sangat malang. Tak terasa, tetes demi tetes air mata keluar
“Pak, aku gak tau harus berbuat apa. Aku gak tau apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku pada mereka.” Lamdi hanya bisa menangis. Dia sudah menyadari semua yang menjadi kesalahannya akibat kejadian yang menimpa istri juga anaknya.
Lamdi langsungg saja menangis. Dia sangat merasa bersalah. Istrinya sekarang sebernarnya juga belum terlalu pulih. Tadi padi, dia sempat melihat kondisi Dahayu, kondisinya tetap lemah.