Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #84

Chapter #84

Mereka tersenyum dengan kondisi desa yang sangat tidak kondusif seperti sekarang ini. Mereka hanya bisa tersenyum dengan teriakan para warga dan berlarian kesana kemari.

Orang yang diminta untuk mengikuti Lam dan Mim langsung saja mendekat dan melihat ada sebuah rumah yang terbakar hebat. Rumah yang selama ini ditinggali oleh mendiang Ismail terbakar. Terlihat istri dari Ismail menangis melihat rumah itu sudah dilalap si jago merah.

“Tolong selamatkan anak saya. Tolong anak saya, dia terjebak di dalam. Saya gak mau dia kenapa-napa.” Wanita itu terus meminta tolong pada siapapun. Dia sangat berharap ada satub orang saja yang berani menembus api yang sudah terlanjur besar.

Di tempat lain, Alif dan ibunya yang melihat kepulan asap, langsung saja keluar dan berrlari. Mereka menuju sumber asap itu berada, dan terlihat banyak warga yang sudah bingung mencari air.

“Bu, ada apa ini? Kenapa bisa jadi seperti ini?” Alif yang datang dari arah utara bersama ibunya langsung saja mendekati dan mencoba menenangkan wanita itu.

“Mas Alif, tolong selanatkan anak saya, dia sekarang terjebak di dalam rumah dan saya tidak bisa menyelamatkannya. Api sangat cepat membesar,” ucap wanita itu sambil terus menangis.

Terlihat, semakin lama, api semakin besar dan sangatv sulit untuk dipadamkan. Alif dan sang ibu hanya bisa terdiam dan terus mencari sumber air terdekat bersama para warga agar api itu bisa segera dikendalikan.

“Alif, kalo api sudah besar seperti ini, sangat kecil harapan anak itu bisa selamat. Kita hanya bisa berdoa, semoga Allah memberi keajaiban atas kejadian hari ini.” Alif terdiam mendengar apa yang ibunya katakan. Dia juga ikut menyiramkan air ke rumah tersebut agar api bisa segera dikendalilan begitu saja.

Semakin lama, semakin banyak warga yang datang dan memberi pertolongan. Mereka bahu-membahu memadamkan api agar tidak merembet ke bangunan sekitarnya.

Butuh waktu hampir dua jam untik bisa memadamkan api di rumah mendiang Ismail. Wanita pemilik rumah hanya bisa menangis melihat kondisi rumahnya yang sudah tidak lagi berbentuk. Tidak ada harta benda yang bisa dia selamatkan.

“Anakku,” ucap wanita itu dengan tubuh yang bergetar begitu hebat. Dia perlahan mendekati rumah yang kondisinya sudah hancur dan tidak lagi berbentuk.

“Mbak, tanah masih panas. Api di dalam, belum bisa dipadamkan. Biarkan api yang ada di dalam bisa padam terlebih dahulu.” Ibu Alif mencoba mendekat dan mencegah wanita itu mendekati bangunan rumahnya. Tapi, wanita itu tak ingin mendengar perkataan Ibu dari Alif.

“Biarkan aku mendekat. Kalo memang aku harus mati saat ini, biarkan aku mati. Aku akan ikut mati bersama anak dan suamiku. Aku tidak ada lagi gunanya di dunia ini, tanpa kehadiran mereka.” Ibu Alif menggeleng dan tidak ingin wanita itu mengambil resiko.

“Mbak, aku mohon jangan lakukan itu. Jangan menyerah seperti ini. Kamu tetap berhak melanjutkan hidup.” Ibu Alif hanya bisa meneteskan air mata saat mencoba membujuk wanita yang ada di hadapannya. Tapi, sepertinya semua itu tidak ada gunanya.

“Aku tidak punya siapa-siapa di dunia ini. Aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Suamiku belum semunggu mati, sekarang, anakku terpanggang hidup-hidup. Apa yang membuat akuh bisa bertahan setelah ini? Mereka yang menjadi alasan aku terus bertahan hidup.” Ibu Alif menggeleng dan tidak ingin semua itu terjadi.

Wanita itu terus mendekati rumahnya yang sudah hangus dan masih mengeluarkan asap. Dia meraba area di dekat dinding hingga menemuka sesuatu yang sangat menyakitkan hati. Tubuh yang sudah hangus dengan kondisi yang sangat menyayat hati. siapapun yang melihat, spontan berteriak.

“Ya Allah.” Ibu Alif spontan mengalihkan pandangan. Tubuh itu tidak kuasa untuk dilihat siapapun, terutama para wanita.

Lihat selengkapnya