Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #88

Chapter #88

Hisyam yang melihat mereka menjauh, hanya terdiam dan langsunb saja pergi. Dia ingin bertemu dengan kepala desa untuk menunaikan janjinya, mengingat waktu yang sudah terlambat.

“Mas Hisyam? Kau mau kemana?” tanya Hasan yang melihat Hisyam pergi.

“Aku ada janji dengan kepala desa dan para warga yang lain. Aku permisi.” Hisyam menjauh ke arah balai desa. Mereka terpisah dan akhirnya kembali ke tempat masing-masing.

Lam dan Mim terus melangkah menuju tempat Hambali. Mim terus menangis sepanjang perjalanan. Dia tidak tau apa yang akan terjadi setelah ini. Hidup sudah membuaty mereka hancur. Entah sampai kapan, mereka harus menjalani nasib seperti ini.

“Mim, jangan terus menangis seperti ini. Tidak baik.”

“Kak Mim, sudahlah. Semuanya sudah terjadi. Sekarang, kita mau gak mau harus ke tempat Pak Hambali. Di sana satu-satunya tempat untuk minta meminta perlindungan.” Mim hanya diam dan menatap kedua orang yang sekarang bersamanya. Tidak ada orang yang bisa dia andalkan selain kedua orang yangv berada di sisinya sekarang ini.

“Kenapa hidup ini tidak adil pada kita bertiga? Kenapa hidup tidak memihak kita bertiga?”

“Kak Mim, hidup memang gak adil. Tapi kita akan berjuang untuk memutar roda kehidupan. Aku yakin, suatu saat nanti kehidupan akan memihak ke kita bertiga.” Vira memegang tangan Mim yang kondisinya tampak begitu rapuh.

“Mim, kita akan kembali ke tempat Pak Hambali. Di tempat itu sekarang, tempat kita akan pulang. Beliau adalah orang yang merawat kita sejak kepergian mendiang Ibu Kasih dan menyiapkan rumah yang nyaman untuk kita pulang. Sekarang, rumah itu akan kembali menjadi tempat kita pulang.” Mim hanya diam dan menuruti kakaknya. Kursi roda itu terus didorong hingga sampai di sebuahb rumah yang tidak banyak berubah. Rumah yang sejak kejadian kebakaran di Bintang Gemilang menjadi tempat mereka berlindung dan mendapat kasih sayang yang cukup, dari si empunya.

Sri yang melihat kedatangan tiga anak muda yang sangat dia kenali langsung saja mendekat dan mempersilahkan mereka masuk. Terlihat dari kondsinya, sepertinya mereka baru saja mendapat kejadian yang tidak menyenangkan.

“Lam, Mim. Kalian kenapa, Le? Vira, apa yangb terjadi sama kalian?” tanya Sri saat mempersilahkan mereka untuk duduk di tempat yang nyaman.

“Ki Ageng sama Pak Karni sudah meninggal.” Lam langsung saja mengatakan hal tersebut dan membuat Sri terdiam dan hanya bisa meneteskan air mata.

“Karni? Vira, ayah kamu sudah meninggal?”

Lihat selengkapnya