“Tidak perlu. Sekarang aku akan datang dan menghantui desa. Mereka semua harus mendapat hukuman atas apa yang pernah mereka lakukan.”
Hambali yang pensaaran dengan apa yang akan Lisna lakukan, langsung saja mengikuti peremouan tersebut. Lam juga ikut bersama Hambali. Sebelum Lam pergi, Mim mencoba mencegah kakaknya. Dia tidak ingin dirinya jauhb dari kakaknya.
“Kak Lam, Kakak mau kemana?”
“Mim, aku akan pergi. Aku akan pergi mengikuti Pak Hambali. Kamu dan Vira di sini saja, temani Bu Sri.” Lam tersentyum dan menjauh.
“Kak Lam, jangan pergi. Temani aku di sini.”
“Mim, aku akan kembali. Ini semua gak akan lama.” Lam melempar senyuma pada sang adik yan dia sayangi. Lam menjauh membuat Mim hanya bisa diam. Sri langsungb saja memegang pundak Mim dan mencoba menenangkannya. Dia melihat jika perjalanan itu, bukanlah perjalanan biasa.
Vira dan Mim, mau tidak mau harus berada di rumah bersama Sri demi keamanan dari mereka berdua. Mim mencoba untuk mengikuti langkah kakaknya, tapi Vira mencegah Mim bergerak sampai jauh.
“Kak Mim, kita di sini saja. Jangan pergi kemana-mana!”
“Aku mau ikut. Aku ikut sama Kak Lam saja.” Mim terus saja memaksa. Tapi, Sri dengan begitu tegas meminta agar Mim tetap ada di rumah ini.
“Mim, jangan, Le. Jangan memaksakan diri. Aku rasa, perjalanan Bapak dan kakak kamu, adalah perjalanan yang sangat berbahaya. Kamu jangan ikut terlebih dahulu. Kondisi kamuj belum sepenuhnya baik. Kekuatan yang sekarang ini kamu miliki, belum bisa mendukung dengan perjalanan yang sekarang ini mereka lakukan.” Sri mencoba membuat Mim diam dan lebih tenang. Mim hanya bisa menoleh dan menatap kedua perempua yang ada di sampingnya.
“Kak Mim, aku tidak bermaksud meragukan kemampuan dan kekuatan yang kamu miliki. Tapi ini semua tidak seperti yang kamu bayangkan. Kita harus menyerahkan hal seperti sekarang ini, kepada mereka yang benar-benar siap untuk menghadapi situasi seperti sekarang ini.” Vira menambahkan apa yang Sri katakan. Mim hanya diam dan tampak meneteskan air mata. Dia sangat khawatir dengan kondisi kakaknya.
“Apa aku salah kalo khawatir sama Kak Lam? Aku sekarang tidak punya siapa-siapa lagi dalam hidupku, selain Kak Lam. Aku sekarang hanya punya Kak Lam di dunia ini.”
“Mim, kamu punya bamyak orang yang akan menyayangi. Kamu akan punya banyak tempat yang bisa kau gunakan untuk berlindung.” Sri tampak meneteskan air mata. Mengingat kedua anak angkatnya itu, dia ingat betapa berat kehidupan yang harus mereka lalui di usianya yang masih sangat belia.
Mim diantar ke ruangan yang begitu nyaman. Dia harus tetap menjaga kondisinya di tengah penyakit yang dia derita sejak kecil.
“Mau kemana?”
“Le, kamu belum sarapan. Kamu sarapan dulu, biar kondisi badan kamu gak drop.”
“Bu, aku ingin sama Kak Lam.” Mim memohon. Tetapi, Sri tidak bisa menuruti keinginan anak angkatnya untuk sekarang ini.
“Iya, Le. Semoga kakak kamu akan kembali dengan kondisi sehat. Kakak kamu, akan kembali berkumpul bersama kamu, dalam kondisi baik-baik saja.” Mim hanya diam dan hanya menuruti apa yang Sri katakan.