Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #104

Chapter #104

Di balik senyuman Tegar, tetap saja ada kekhawatiran yang melanda hatinya. Bagaimana jika semua ini terjadi tidak sesuai dengan rencana mereka? Ini akan menjadi pertaruhan. Lam dan Mim sudah terlanjur percaya padanya. Dia tidak bisa merusak kepercayaan itu begitu saja. Bagaimanapun caranya, kepercayaan yang sudah diberikan padanya tidak bisa dia rusak begitu saja.

“Tegar, apa yang terjadi, Le? Kenapa sama kamu?”

“Gak ada, Pak Hisyam. Aku berharap semua ini bisa terjadi sesuai dengan rencana kita. Aku hanya ingin rencana yang sudah Bapak susun, bisa berjalan dengan baik.” Tegar melihat langit malam yang penuh dengan bintang.

“Insya Allah, kita tidak akan gagal. Niat kita toh juga baik. Gak ada hal yang membuat mereka celaka. Kita tidak akan mau mereka sampai kenapa-naa. Bukankah begitu?” Mereka tersenyum dan Tegar memilih kembali pulang.

Sesampainya di rumah, kedua adik Tegar tampak khawatir. Mereka khawatir karena kakaknya tiba-tiba pergi dan tidak meninggalkan bekas.

“Mas Tegar, Mas Tegar dari mana? Ini sudah malam, gak baik kalo keluar dan gak ada yang menemani.” Salah satu adik Tegar langsung saja mendekat. Tegar tampak terdiam dan memberi senyum pada kedua wanita yang sekarang ada bersamanya.

“Aku gak apa-apa. Gak perlu khawatirkan aku. Aku sudah kembali dan seperti yang kalian lihat, tidak ada hal yang kurang dariku.” Tegar langsung memasuki rumah dan memilih istirahat. Tapi, salah seorang dari adik Tegar tidak bisa menerima jawaban itu begitu saja. dia menghentikan langkah kakaknya dan ingin tau apa yang sebenarnya terjadi.

“Mas Tegar, tolong jawab pertanyaan kami dulu dengan benar. Baru dari mana kamu? Ini sudah malam, gak baik keluar seorang diri. Di luar sana kan kia tau sendiri, kondisinya sangat berbahaya.” Tegar langsung berhenti dan menoleh ke arah kedua wanita itu. Dia mengerti, kedua perempuan itu khawatir padanya. Tapi, sepertinya mereka sudah terlalu khawatir.

“Aku baru menemani Pak Hisyam. Aku baru saja menemani Pak Hisyam keluar. Kami ada perlu dengan seseorang di desa ini. Kami ada perlu dengan seseorang yang sudah membuat desa ini kacau.” Tegar tersenyum. Dia tau, jika apa yang dia katakan dengan mudah dipahami oleh kedua adiknya.

“Pak Hisyam, memintamu menemaninya?”

“Sebenarnya bukan dia yang memintaku. Aku yang ingin menemaninya. Kita pergi ke arah bukit. Bagaimanapun, ada saudara kita yang harus diperhatikan. Kita tetap harus menemani mereka, apapun kondisi mereka sekarang ini.”

Saudara? Siapa yang dimaksud saudara oleh Tegar? Di bukit, hanya ada Lam dan Mim. Tidak ada orang lain yang punya rumah di wilayah bukit.

“Saudara? Maksudmu, dua lelaki itu?” tanya adik Tegar yang bingung.

“Kalian sudah tau jawabannya, tanpa aku perjelas. Yang jelas, dugaan kalian semuany benar. Aku memang baru dari sana.” Tegar terus tersenyum dan semakin membuat mereka bingung.

“Mau apa Mas Tegar ke sana?”

“Aku hanya ingin mereka tetap dianggap sebagai warga di desa ini. Selama ini, mereka tidak pernah dianggap oleh warga desa ini. Aku datang ke sana, hanya ingin menganggap mereka masih ada dan layak kita perlakukan layaknya manusia. Aku ingin menunjukkan jika merka masih manusia dan harus diperlakukan layaknya manusia pada umumnya.”

“Mas, walaupun mereka sudah melakukan hal buruk di desa kita?” Kedua perempuan itu langsung saja protes. Mereka tidak bisa begitu saja menerima apa yang kakaknya lakukan.

“Kalian tau, alasan mereka melakukan hal buruk di desa yang kita cintai ini?” Mereka menggeleng. “Aku beri tau ke kalian, mereka melakukan semua itu untuk meminta keadilan atas apa yang terjadi pada ibunya. Ada perempuan yang dulu diperlakukan secara tidak manusiawi oleh penduduk desa ini. Perempuan itu tidak lain adalah ibu dari kedua lelaki itu. Sekarang, mereka ingin menuntut balas dan ingin membersihkan nama baik ibunya yang sudah diinjak martabatnya. Apa itu salah?” Mereka menggeleng.

“Mas Tegar, apa kita akan bersama mereka setelah kedua orang tua kita masuk penjara?”

Lihat selengkapnya