Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #108

Chapter #108

“Mim, kamu kenapa, Mim?” Lam yang melihat adiknya menangis dan ingin marah, langsung saja memeganginya.

“Kak Lam, aku membencinya. Aku membencinya seperti dia membenci kita. Selamanya, aku tidak akan pernah bisa memaafkan orang yang kejam seperti dia.” Mim hanya bisa menangis. Tidak lama kemudian, Mim merasakan kepalanya berat dan ada sesuatu yang mengalir di hidungnya.

“Mim.” Mim yang mimisan saat itu, membuat Lam dan Hisyam tampak sangat khawatir. Darah segar keluar begitu saja dari hidung Mim dan membuatnya merasakan pusing yang luar biasa.

“Kak Lam, kenapa aku tiba-tiba pusing?”

“Bertahanlah, Mim. Bertahanlah. Aku akan memberikan obat padamu.” Hisyam langsung saja memberikan obat yang kebetulan dia bawa, pada Mim. Lam hanya bisa melihat lelaki itu memberikan obat pada adiknya.

Tidak butuh waktu lama, darah itu akhirnya berhenti. Hisyam tersenyum melihat semua itu dan merasa begitu senang.

“Alhamdulillah. Kamu sudah baikan. Jaga emosi dan kondisi tubuhmu. Aku tau, kondisi tubuh kamu lemah. Kamu pasti gampang sekali mimisan seperti barusan. Jangan berbuat gegabah. Semuanya akan membuat kamu rugi nantinya. Tapi, aku akan selalu siap jika kau butuh bantuan.” Hisyam tersenyum melihat kondisi Mim yang sekarang baik-baik saja.

“Mas Hisyam.” Wicaksono mendekat. “Kau begitu baik pada mereka.”

“Di saat banyak orang ingin mendapatkan anak, tapi ada orang lain yang malah membuang anak mereka, bahkan ada dari mereka yang membunuh anaknya sendiri. Manusia itu diciptakan dengan rasa belas kasihnya. Aku masih meyakini jika manusia yang normal, masih memiliki belas kasih, bahkan pada anak kecil. Aku tidak bisa memahamimu. Kau sudah punya istri yang sangat cerdas, dan bisa melahirkan anak yang begitu luar biasa bagimu. Tapi kamu memilih seseorang yang hanya sibuk cari perhatian di luar rumah dan menunjukkan tubuhnya pada orang lain. Bagiku, tidak ada gunanya perempuan seperti demikian. Dia lebih hina dari seorang pelacur.” Hisyam meneteskan air mata saat mengatakan semua itu.

“Aku sudah buta atas apa yang pernah terjadi. Aku sudah salah memilih jalan hidup dan ingin memperbaiki semua itu.” Wicaksono menangis dan mendekati Hisyam. Hisyam menoleh dan melihat lelaki itu sudah berada tepat di sampingnya.

“Kalo kamu hanya bisa menjual Kasih, lebih baik saat itu tidak usah menikahinya. Banyak orang yang antri untuk bisa menjadi suaminya, termasuk aku.” Hisyam langsung saja mengatakan hal tersebut di hadapan semua orang dengan senyuman. Lam dan Mim hanya diam setelah terkejut mendengar apa yang Hisyam katakan.

“Pak Hisyam.” Lam mendekat. Hisyam menoleh dan tersenyum pada kedua lelaki itu.

“Iya, Le. Aku mencintai ibu kalian. Aku siap menjadi ayah kalian. Karena dia tidak pernah layak menjadi orang tua. Aku akan menunjukkan cintaku pada Kasih, dengan merawat kalian. Kalian akan aku masukkan di dalam kartu kelurgaku. Pegang janji yang baru aku ucapkan. Sampai aku tidak bisa menepati janji itu, silahkan bunuh aku. Aku layak mati di tangan kalian, jika aku sampai melanggar janji yang baru saja aku ucapkan.” Hisyam tersenyum pada mereka berdua.

“Mas Hisyam.” Lesti mendekati mantan suaminya, tapi Hisyam meminta agar Lesti bisa menghentikan langkahnya.

“Berhenti kau, Lesti! Ingat, kita bukan lagi suami istri. Jadi kau tidak punya hak untuk dekat denganku.”

“Aku masih mencintaimu.” Lesti mengatakan hal itu dengan mata yang basah.

“Aku tidak akan percaya omongan itu. Kau mencintaiku, tapi membunuh anakku. Itu bukan cinta, tapi benci. Kau sama sekali tidak pernah mencintaiku. Kau tidak pernah mendukung apa yang aku inginkan. Kau, malah berteman dengan mereka, padahal aku berusaha menjagamu dari hal mungkar. Dan kau, malah menentangku. Apa itu yang kau maksud cinta?” Hisyam menatap Lesti dengan tatapan amarah.

Lihat selengkapnya