“Mim, mau kemana kamu malam-malam begini?” tanya Lam yang melihat adiknya tiba-tiba keluar. Mim hanya diam dan memilih untuk berdiam diri di tempatnya dan beristirahat. “Mim, kumohon jawab pertanyaanku! Apa ada seseorang di luar rumah yang mendengar apapun yang kita bicarakan?”
“Aku melihat Tegar berada di samping rumah. Aku merasa, jika Tegar mengetahui semua yang baru saja kita bicarakan.” Apa yang Mim katakan membuat Lam terdiam. Tegar, lelaki itu sudah mendengar semua yang mereka bicarakan? Tapi, untuk apa? Dia saja entah besungguh-sungguh atau tidak terkait janjinya untuk membantu mereka.
“Mim, masuklah! Jangan berada di luar seperti ini. Udara sedang tudak bersahabat dengan kita. Aku gak mau sampai badanmu drop.” Lam mendorong kursi roda adiknya. Mim hanya bisa diam dan menatap ke arah kemana Tegar pergi.
“Kak Lam, aku masih ingin menagih janji yang pernah Tegar ucapkan beberapa waktu yang lalu. Aku rasa, dia masih ingin menepati janji yang pernah dia ucapkan.” Mim langsung mengatakan hal itu. Tapi, Lam hanya diam dan memilih tersenyum. Sekarang ini, Lam mulai meragukan janji yang pernah Tegar ucapkan.
“Sudahlah, Mim. Lupakan semua itu! Tegar sudah tidak lagi peduli dengan janjinya. Dia tidak lagi peduli dengan janji yang pernah dia ucapkan sendiri.” Mim hanya diam mendengar apa yang dikatakan kakaknya. Dalam hatinya, dia masih sangat percaya jika Tegar masih memegang teguh janji yang dia pernah katakan.
“Aku merasa tidak seperti itu, Kak. Aku merasa jika Tegar tidak mungkin mengingkari janjinya. Aku masih sangat yakin, Tegar masih memegang janji. Aku masih yakin, Tegar masih mau menepati janjinya.” Mim menoleh dan menatap kakaknya. Lam hanya bisa meneteskan air mata. Di dunia ini, entah siapa yang benar-benar menyayangi mereka. Hambali sendiri sejak beberapa hari yang lalu, menghilang begitu saja. dia meninggalkan mereka begitu saja tanpa kabar apapun. Entah apa yang dilakukan lelaki itu beserta istrinya.
“Aku meragukan semua itu. Aku sangat meragukan apa yang pernah Tegar ucapkan. Dia tidak sungguh-sungguh dalam ucapannya. Dia hanya memanfaatkan kita untuk melumpuhkan Broto. Kita hanya dimanfaatkan.” Mim hanya bisa diam setelah mendengar apa yang kakaknya katakan. Entah, apa yang harus dia lakukan sekarang ini.
Di tempat lain, tegar terus berlari dan ingin meminta bantuan. Dia tau, kepada siapa dia harus meminta bantuan kali ini. Hisyam, lelaki itu adalah orang yang paling bisa dimintai bantuan. Dia yakin, Hisyam bisa memberika petunjuk apa yang harus dia lakukan.
Tegar terus berlari menuju rumah Hisyam. Hisyam yang sekarang tengah diam dan menatap sebuah foto, langsung berdiri melihat lelaki muda itu berlari menuju rumahnya.
“Tegar, ada apa ini, Le? Kenapa kamu datang ke sini sambil berlari?” tanya Hisyam yang kaget dengan keberadaan Tegar di tempat ini.
“Pak Hisyam, aku minta maaf atas kelancanganku. Tapi, aku harus bilang padamu masalah Kak Lam dan Kak Mim.” Tegar langsung mengatakan hal itu, walau dalam kondisi ngos-ngosan. Hisyam meminta dia untuk istirahat dan mengatur napas terlebih dahulu sebelum cerita.
“Tegar, duduklah dulu! Tenangkan diri dan atur napasmu dulu!”
“Pak Hisyam.” Tegar akhirnya diam beberapa saat.
“Kenapa mereka, Le? Ada sesuatu yang kau bawa terkait mereka?” tanya Hisyam yang melihat Tegar mulai bisa tenang. Terlihat jika Tegar tampak sangat khawatir.
“Kak Mim mulai merasakan firasat itu. Kak Mim mulai merasakan firasat seperti yang Kak Lam rasakan. Apakah semua itu memang akan terjadi? Apakah mereka memang benar akan terpisah selamanya?” Hisyam yang mendengar apa yang Tegar katakan tampak terdiam.
Hisyan yang menatap langit malam yang kebetulan begitu cerah, mulai merasakan kekhawatiran. Dia tidak bisa membiarkan semua itu terjadi. Bagaimanapun, dia harus melakukan sesuatu agar semua itu tidak pernah terjadi.