Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #116

Chapter #116

“Aku tidak marah. Aku tidak marah padamu. Aku datang ke sini, hanya ingin menagih janji yang sudah kalian ucapkan pada kami.” Semua orang yang berada di dekat Mim, hanya bisa diam dan saling pandang mendengar apa yang baru Mim katakan.

“Kak Mim, percayalah padaku. Aku tidak akan pernah melanggar janji yang pernah aku ucapkan. Aku tidak akan pernah bisa melangar janjiku, pada kalian berdua. Jika aku samai melanggar janji yang pernah aku ucapkan, kau boleh membunuhku.” Tegar memegang tangan Mim dan meyakinkan hal itu.

“Aku masih percaya. Aku masih percaya. Aku datang ke sini, hanya ingin memastikan jika kalian tidak berniat untuk melanggar janji itu.”

“Kak Mim, aku tidak akan merusak janji yang aku ucapkan sendiri.” Tegar tampak tersenyum pada Mim.

“Mim, percayalah pada kami. Apa yang pernah kami ucapkan pada kalian, tidak akan kami rusak begitu saja. selama kami mampu untuk menepati, kami akan tepati. Semua itu memang harus kami tepati karena sudah kami ucapkan padamu, apapun itu resikonya.” Hisyam yang juga berada di samping Mim, juga ikut menguatkan Mim dan mencoba membuat keraguan yang ada pada diri Mim hilang.

“Pak Hisyam, aku tidak bisa percaya siapapun sekarang. Siapa yang harus aku percaya, setelah semua yang terjadi? Orang terdekat yang seharusnya melindungi kami, malah menjadi orang pertama yang menyakiti kami.” Mim langsung menoleh dan memandang Hisyam. Hisyam hanya bisa terenyum melihat wajah Mim yang sekarang lebih bercahaya.

“Le, memang tidak seharusnya kau percaya kepada makhuk sepenuhnya. Karena, makhluk itu sangat terbatas kemampuannya. Kamu harus percaya sama pencipta alam semesta. Pencipta alam semesta yang paling uat diantara apapun di alam ini yang kuat. Kepadanya, kamu tidak akan pernah merasa kecewa.” Hisyam mengusap wajah Mim.

“Kapan mereka yang membunuh Ibuku bisa ditangkap semuanya? Kapan para penjahat itu bisa mendapat hukuman yang setimpal? Kami selama ini mendapat cacian di desa ini. Apakah Pak Hisyam yakin jika kembalinya aku ke desa ini, membuatku aman dan hidup seperti orang-orang yang lain?”

“Insya Allah. Aku yakin kamu dan kakak kamu bakal aman. Kami akan sisir semua orang yang sudah terlibat kejahatan pada ibumu. Tegar akan melakukan itu dan satu-perstu bukti, mulai dia kumpulkan. Siapapun yang terlibat dalam kejahatan itu, kami pastikan tidak akan selamat. Betul kan, Tegar?” tanya Hisyam sambil menoleh pada Tegar. Tegar sendiri hanya tersenyum.

“Kak Mim, ini memang aku tidak janjikan padamu sebelumnya. Ini sebenarnya janji pada orang tuaku. Tapi, ini akan menjadi sesuatu yang sangat berharga bagimu. Siapapun yang ikut andil dalam kejahatan yang pernah terjadi di desa ini, aku akan pastikan mereka tida akan mendapa tempat, di wilayah ini. Janji yang aku ucapkan pada orang tuaku, adalah sesuatu yang sangat membantumu untuk mencari keadilan bagi mendiang Bu Kasih. Aku yakin, mereka tidak sendiri. Banyak orang yang terlibat dan sampai sekarang, masih bebas berkeliaran.” Tegar hanya bisa menjeaskan semuanya dengan hati bagai tertusuk belati.

“Bagaimana kau akan melakukannya?”

“Semua warga desa ini akan menjadi saksi dan bertahap, mereka akan diperiksa. Aku juga sudah mengumpulkan bukti terkait kejahatan itu. Aku yakin, pihak keplisian tidak akan kesulitan untuk menemukan mereka.” Tegar tersenyum dengan semua rencananya, dia sangat yakin desa ini akan bersih dari orang yang menentang apa yang menjadi keputusan kepala desa.

“Kau yakin?”

“Kami sangat yakin.” Hisyam mencoba menjawab pertanyaan Mim. Mim malam itu diajak keliling desa untuk melihat situasi. Mustika yang kekuatannya mulai kembali seperti sebelumnya, terus mengeluarkan cahaya.

“Pak Hisyam, lihat Mustika Kak Mim. Benda itu dari tadi mengeluarkan cahaya.” Tegar menunjuk tangan Mim. Hisyam hanya bisa diam beberapa saat melihat semua itu.

“Mustika itu tidak akan berbahaya bagi siapapun. Kekuatan yang ada dalam mustika itu, hanya bisa digunakan untuk melindungi pemegangnya.” Hisyam tersenyum.

“Tapi, kenapa bisa sampai bercahaya?” tanya Tegar kembali.

“Mim dan Mustika itu mulai kembali beradaptasi. Mim mulai bisa menggunakan mustika itu kembali dengan baik.” Hisyam menjelaskan semua itu. Mim yang mendengar hal itu hanya bisa menoleh.

“Pak Hisyam, kenapa dengan mustika yang aku pegang?” tanya Mim.

Lihat selengkapnya