Mendengar apa yang Tegar katakan, Hisyam terdiam dan langsung mendekatinya. Tegar langsung menyodorkan apa yang dia temukan kepada Hisyam. Hisyam hanya mengamat benda yang ada di tangannya sekarang.
“Pak Hisyam.” Umar mendekat dan ikut melihat benda yang sekarang berada di tangan Hisyam.
“Gus, selama aku berada di sini, seringkali aku mengunjugi makam ini. Tapi, baru sekarang ini ada benda semacam ini. Apa maksudnya?” tanya Hisyam yang masih kebingungan.
Umar juga mengitari makam tersebut. Tidak butuh waktu lama, dia juga mendapati sebuah cincin yang sangat indah. Dia mengambil cincin itu dan menunjukkannya pada Hisyam. Hisyam yang melihat cincin yang baru saja dia terima, langsung teringat tentang batu yang dia simpan.
“Gus, kau ingat dengan batu yang aku tunjukkan semalam?” tanya Hisyam yang membuat Umar langsung mengiyakan. Dia sangat ingat tentang batu tersebut.
“Aku sangat mengingat batu itu. Warnanya begitu indah. Tapi, kenapa bisa ada di tempat yang aneh? Njenengan kan menemukan itu di tepi sungai kan?” Mendengar pertanyaan itu, Hisyam hanya diam dan menatap langit yang kali ini tampak mulai mendung.
“Aku merasa ini semua ada hubungannya. Aku mulai mengerti kenapa Mbah Yani memintaku agar segera mencari batu itu. Batu yang semalam aku temukan bersama Tegar, akan membantu kita mengungkap semua ini.” Hisyam mengajak mereka menuju sebuah gazebo yang tidak jauh dari tempat itu untuk sekedar berteduh. Tidak lama, hujan mengguyur wilayah itu dengan begitu lebat.
“Pak Hisyam, tiba-tiba hujan turun. Padahal, kita datang ke sini langitnya masih cerah. Tapi, perlahan mendung dan akhirnya hujan selebat ini.” Tegar tampak sangat menikmati suasana hujan yang mengguyur.
“Tegar, hujan yang turun adalah rezeki. Rezeki yang harus kita terima sebagai umat manusia. Banyak makhluk Allah yang menantikan rezeki ini.” Umar langsunb berkomentar.
Hisyam hanya diam dan melihat sekitar. Tampak kabyt menyelimuti tempat tersebut. Tidak lupa, dia memanjatkan doa saat hujann seperti ini. Dia sangat percaya, jika saat hujan seperti ini, doanya sangat mudah terkabul.
Hisyam terdiam setelah berdoa. Dia menatap satu tempat dan sepertinya melihat sesuatu. Hisyam sangat tidak kuasa menahan air matanya, melihat bayangan diantara kabut hujan.
“Pak Hisyam, Njenengan kenapa?” Tegar yang melihat Hisyam tampak terdiam dan melihat makam Kasih, langsung saja bertanya. Hisyam yang menyadari pertanyan Tegar, hanya bisa tersenyum dan menoleh.
“Gak apa-apa, Le. Sama sekali gak apa-apa.”
“Tapi, kenapa sepertinya Pak Hisyam melihat sesuatu? Apa ada sesuatu yang Njenengan lihat?" tanya Tegar dan membuat Hisyam hanya diam. Umar yang menyadari jika Hisyam melihat sesuatu yang tidak mereka lihat, langsung menoleh juga.
“Apa kalian berdua tidak melihat ada orang yang berada di samping makam?” tanya Hisyam dan membuat kedua orang yang ada di sampingnya kebingungan. Orang di samping makam? Mereka tidak melihat siapapun. Di samping makam, tidak ada siapapun.
“Pak Hisyam, di samping makam Bu Kasih tidak ada siapapun. Sepertinya Pak Hisyam melihat sesuatu yang tidak kami lihat. Memang, Pak Hisyam melihat ada siapa?” tanya Umar. Hisyam hanya bisa diam mendengar jawaban dari Umar.
Umar yang tau sesuatu tentang diamnya Hisyam, langsung mendekat dan tau jika ada sesuatu yang ingin disampaikan. Air mata Hisym menjdi pertanda jika dia tidak bisa mengatakan semua ini begitu saja.
“Pak Hisyam, Bapak memangnya melihat siapa? Boleh kami tau?” tanya Umar kembali.
“Gus, aku melihat anakku sedang menangis. Dia sepertinya ingin meminta tolong padaku. Di sampungnya ada sosok Kasih yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu. Entah apa yang ingin mereka katakan. Tapi, sepertinya mereka ingin meminta tolong pada kita.” Hisyam langsunb bercerita semuanya. Umar hanya diam dan tampak menunduk.
“Maaf, Pak. Cincin yang Bapak pegang sedang bercahaya.” Umar langsung mengambil cincin tersebut. Hisyam baru saja menyadari jika cincin itu bercahaya.
“Kenapa ini, Gus? Kenapa cincin ini bercahaya?” Tegar yang penasaran, langsung saja bertanya.
“Pak Hisyam, bisa saja cincin ini ada hubungannya dengan batu yang Njenengan simpan. Petunjuk yang kita peroleh dari Mim, dan petunjuk yang Njenengan peroleh dari Mbah Yani, harus segera kita cari benang merahnya. Aku yakin, petunjuk itu akan menuju satu titik yang itulah sebenarnya kita cari selama ini.” Mereka hanya terdiam.