Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #124

Chapter #124

“Tidak perlu mekaksakan diri. Tapi, waktu sepertinya memang tidak lama.” Mim mengatakan itu dan membuat Hisyam hanya bisa tersenyum.

“Mim, percaya sama aku. Aku akan ikut membantumu untuk keadilan bagi mendiang. Keadilan mendiang adalah sesuatu yang jarus kita perjuangkan bareng-bareng. Aku akan ikut berjuang denganmu.” Hisyam tampak meneteskan air mata melihat wajah lelaki muda itu sangat bercahaya. Wajah itu, mengingatkannya pada mendiang sang putra. “Kalo dilihat sekilas, wajahmu mirip dengan anakku. Wajahmu, bersinar seperti mendiang anakku.”

Mim yang mendengar hal itu hanya bisa meneteskan air mata. Dia mengingat apa yang terjadi saat tragedi yang merenggut kebahgiaannya di bintang gemilang. Bangunan itu terbakar dan teman-temannya banyak yang harus meregang nyawa.

“Teman-temanku sudah meninggal. Mereka sudah meninggal saat kebakaran itu. Mereka sangat menyayangiku, tanpa peduli kondisiku seperti apa. Mereka selalu mewarnai hariku dengan senyum dan tawa. Tapi, mereka yang harus terbakar dan menjadi korban.” Mim langsung menangs. “Kenapa kami yang selalu mereka incar? Apa salah kami? Kenapa kami selalu ingin dilenyapkan?”

“Mim, tidak perlu menangis. Kumohon jangan menangis. Kebakaran itu adalah jalan. Aku tau kalo kebakaran itu adalah kesengajaan. Tapi, akhirnya terungkap siapa yang sebenarnya harus disingkirkan. Kejadian itu membuat kita tau siapa yang sebenarnya jahat.” Hisyam tersenyum.

“Mim, kita cari keadilan untuk ibu kamu. Setelah keadilan itu sudah kita temukan dan kita berikan untuk mendiang, aku akan membantumu untuk mencari siapa keluarga aslimu. Aku sangat mengenal nenek kandungmu. Aku sangat mengenal orang tua kandung dari ibu kamu. Kita akan cari mereka sekarang di mana. Sejak kejadian mengerikan itu, aku kehikanga jejak mereka. Aku selama ini berusaha mencari jejak keluarga aslimu, tapi sampai sekarang belum berhasil menemukannya.” Yani mendekat dan memegang tangan Mim.

“Dimana keluarga asli kami?”

“Maaf, Le. Aku masih terus mencari mereka.” Yani tampak meneteskan air mata.

“Aku ingin tau dimana mereka berada.”

“Insya Allah. Aku akan membantumu mencari mereka. Aku juga harus mencari keberadaan mereka, dan meminta maaf atas apa yang pernah terjadi.” Yani terdiam dan meneteskan air mata mengingat kejadian malam itu.

“Kenapa harus meminta maaf? Apa yang terjadi dengan keluarga mendiang Ibu?” tanya Mim.

“Mim, aku memiliki salah pada nenek kamu. Aku sudah gagal melindungi nenek kamu dari bahaya. Jika saja nenek kamu bisa aku lindungi saat berada di tempat tinggalku mungkin ibu kamu tidak berada di desa ini.” Yani terdiam. Mim terdiam dan terus menatap makam mungil itu. Makam mungil yang menjadi tempat jasad adiknya bersemayam.

Tidak lama, Mim merasakan ada hal yang aneh dalam tubuhnya. Tubuhnya langsung bereaksi dan mendapat sesuatu.

“Mim, kenapa kau, Le?” tanya Hisyam yang melihat lelaki muda itu tampak tidak biasa.

“Hisyam, biarkan dulu. Dia sepertinya tengah melihat sesuatu. Indra keenamnya menangkap sesuatu.” Yani mencegah kedua orang yang ada di sampingnya untuk menyentuh Mim.

Setelah beberapa saat, Mim tersadar dan muntah. Yani langsung saja mengambil tisu dn kresek yang kebetulan dia bawa dan menampung apa yang Mim keluarkan.

“Mim, kau sudah baikan?” tanya Hisyam yang khawatir.

“Aku gak apa-apa.”

“Mim, kau melihat apa tadi, Le?” tanya Yani.

“Ratu Kaligeni, Ratu Kaligeni masih berada di sekitar wilayah ini. Sepertinya, wanita itu tau sesuatu tentang apa yang pernah terjadi. Dia ingin mengatakan sesuatu tentang apa yang pernah terjadi saat itu.” Mim mengatakan hal itu dan Yani hanya diam.

“Ratu Kaligeni. Kerajaan Kaligeni.” Yani mengucapkan itu dan membuat Hisyam dan Umar terdiam.

“Mbah, Njenengan tau siapa dia?” tanya Hisyam.

Lihat selengkapnya