Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #125

Chapter #125

“Sangat yakin.” Hambali menjawab itu dengan senyuman.

“Kenapa Ayah sangat yakin?”

“Keraton Kaligeni sudah terikat sumpah. Jika mereka melanggar sumpah itu, keraton itu langsung hancur dan hanya tinggal nama.” Hambali tersenyum dan mendekati Mim. “Dan aku rasa, yang sebenarnya bisa berkomunikasi dengan permpuan itu secara maksimal, adalah Mim.”

“Mim? Ayah Hambali gak salah? Mim yang harus komunikasi dengan perempuan itu?” tanya Lam.

“Iya. Aku bukan tidak tau apa yang terjadi barusan. Aku tau semuanya. Mim menerima sinyal pesan dari Ratu Kaligeni, hanya saja Mim tidak kuat menangkap. Itu semua terjadi karena ada alasannya. Mim saat itu tengah melamun, makanya sinyal itu gak bisa ditangkap secara maksimal olehnya.” Hambali mengatakan semua itu. Mim hanya diam dan entah bagaimana lelaki itu bisa tau apa yang terjadi saat berada di pemakaman.

“Aku? Melamun? Sepertinya enggak.”

“Mim, kamu tadi aku lihat dalam penglihatan jauh, memang setengah melamun. Kau pasti rindu dengan Lingga.” Lam langsung mengatakan hal itu. Mim terdiam dan tidak bicara sedikitpun.

“Ya sudah. Besok itu, malam Jumat Legi. Aku rasa, Keraton Kaligeni sedang ada hajat. Kita bisa datang ke sana. Ratu Kaligeni pasti menyempatkan waktu untuk keluar dan menemui kalian.” Hambali tersenyum dan semuanya tampak diam. Entah apa yang harus mereka lakukan. Yang jelas, sekarang mereka harus bertemu Ratu itu dan ingin tau apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh perempuan penguasa sungai di desa itu.

***

“Kyai Rosyid.” Yani hari ini menyempatkan diri bertemu Kyai Rosyid. Dia ingin bertemu teman lamanya dan membicarakan sesuatu.

“Mas Yani, ada perlu apa?” tanya Kyai Rosyid melihat sahabat lamanya berada di sini.

“Ngapunten kalo bertamu saat waktu istirahat. Tapi, ada hal yang harus saya bicarakan pada Njenengan. Penting soalnya.” Yani hanya bisa menatap lelaki itu. Kyai Rosyid langsung memintanya duduk.

“Sepertinya ada hal penting yang ingin kau bicarakan. Ada apa? Tidak perlu sungkan untuk bicara kalo ada sesuatu yang mengganjal hatimu. Kalo aku bisa membantu, aku akan usahakan.” Kyai Rosyid hanya bisa tersenyum pada Yani.

“Masalah Lam dan Mim.”

“Lam dan Mim? Kenapa mereka?”

“Saya tadi beremu dengan Mim, dan dia seperti mendapat sinyal dari salah satu makhluk ghaib yang jadi penunggu daerah itu. Tapi, dia tidak bisa menerjemahkan sinyal yang dia terima. Saya takut kalo sampai terjadi hal yang tidak diinginkan. Saya takut, dia kenapa-napa. Bagaimanapun, saya harus mencari keluarga aslinya, bersamanya.” Yani tampak meneteskan air mata.

“Mas, kumohon tenanglah dulu! Jangan terburu-buru dalam bercerita masalah segmenting ini. Tenangkan dirimu, kemudian ceritakan masalah ini secara lengkap. Aku ingin mendengarnya.” Kyai Rosyid mencoba menenangkan temannya. Yani terdiam begitu lama dan menatap sekelilingnya.

“Jadi, tadi pagi Hisyam mendapat petunjuk, dan petunjuk itu mengarahkannya untuk pergi ke makam umum. Di pemakaman, dia mengenali jika di dekatnya ada makam milik adiknya Lam dan Mim. Dia membersihkan makam itu. Tidak lama setelah makam itu bersih, akhirnya Mim datang dan mengucapkan terima kasih atas kebaikannya. Kami sempat bicara banyak dengannya, sampai akhirnya Mim seperti orang kerasukan. Dia sempat menyebut nama Ratu Kaligeni, sesaat setelah dia sadar.” Yani menceritakan semuanya. Kyai Rosyid yang mendengar apa yang baru saja diceritakan oleh sahabat lamanya itu, hanya bisa menganguk.

“Mim bisa menerima kehadiran kalian?”

“Alhamdulillah, Kyai. Ada hal yang membuatnya berubah. Apalagi, Hisyam sudah menemukan benda yang sebenarnya berharga bagi kehidupan Mim kedepannya, walaupun sementara ini aku memintanya untuk menyimpanya dulu sampai waktu yang dirasa tepat.” Yani tersenyum.

“Benda berharga? Apa itu kalo boleh tau?” tanya Kyai Rosyid.

“Batu permata, dan batu itu adalah peninggalan dari keluarga asli ibunya. Beberapa tahun yang lalu, batu itu sempat hilang dan alhamdulillah benda itu bisa jatuh ke tangan keluarga mendiang ibunya mereka. Hanya saja, karena kondisi keluarga yang tercerai-berai, mereka bingung harus berbuat apa, sampai akhirnya aku mendengar batu permata itu ditanam di tepi sungai desa dengan harapan bisa ditemukan orang baik dan memberikannya pada Lam atau Mim. Makanya, aku sempat meminta Hisyam saat dia berada di tempatku, untuk mencari batu itu. Alhamdulillah, dia berhasil menemukan itu di saat yang tepat.” Yani terdiam setelah menceritakan semua itu dan tersenyum saat mengingat kejadian tadi siang. Hisyam memperlihatkan batu yang sudah dia peroleh.

Lihat selengkapnya