Hisyam sangat berharap mereka berdua bisa membantu. Ini bukanlah masalah biasa. Ini masalah serius. Ada nyawa yang harus diselamatkan. Ibrahim yang kondisinya sudayh tidak lagi sehat, terjebak di tengah kobaran api.
“Kebakaran? Tidak biasa?” tanya Umar yang terheran. Hisyam hanya bisa mengiyakan dan mengajak mereka ke lokasi kejadian.
“Iya, Gus. Ayo, aku akan ceritakan semuanya sambil jalan.”
Sepanjang perjaanan, Hisyam menceritakan keanehan yang dia rasakan saat melihat kebakaran yang terjadi. Api yang membara, bukanlah api biasa. Api itu layaknya api dari dunia lain dan ada makhluk yang tidak bisa mereka lihat. Umar dan Alif yang mendengar apa yang lelaki itu ceritakan hanya bisa diam dan mencoba memahami.
Sesampainya di lokasi. Mereka diam dan Umar melihat jika memang ada hal aneh yang terjadi dalam kejadian ini.
“Todak salah. Ini seperti yang Njenengan curigai.” Umar langsung mengatakan itu.
“Gus, apa yangb harus kita lakukan?” tanya Hisyam. Umar terdiam beberapa saat sampai akhirnya menoleh. Dia harus mengatakan hal yang sangat berat. Mereka harus meminta tolong pada seorang lelaki.
“Kita harus minta bantuan Mim.” Umar mengatakan itu dengan tegas.
“Meminta bantuan Mim? Gus, kita gak salah harus minta bantuan Mim?” tanya Alif yang terkejut dengan apa yang barju saja dia dengar.
“Iya, Alif. Mustika yang berada di genggaman Mim, aku rasa sanggup menjinakkan api yang sekarang tengah berkobar. Aku rasa, ini ada hubungannya dengan apa yang terjadi di masa lalu.” Para warga terdiam mendengar apa yang dikatakan Umar. “Aku sudah beberapa kali menggunakan pengluhatan ghain untuk mencari tau apa yang sebenarnya terjadi. Pak Hisyam, aku yakin Njenengan juga sudah tau semua ini. Kebakaran yang menghanguskan panti asuhan tempat Mim tinggal, ada seseorang yang dekat dengan orang yang memiliki jabatan. Mantan istri Njenengan hanyalah pelaku, tapi bukan otak.”
“Gus, tapi dia salah.”
“Bu Lesti memang salah. Dia berusaha menyingkirkan Lam dan Mim. Tapi, ide pembakaran itu, bukan dicetuskan oleh Bu Lesti.”
Hisyam yang mendengar hal itu tampak diam dan meneteskan air mata. Entah apa yang menjadi kesalahan kedua bocah itu sampai ada orang yang berusaha menghilangkan nyawanya.
“Gus, aku baru saja bertemu Mim. Dia aku minta pulang saat tau ada kejadian ini. Tadi, dia bertemu, karena ingin tau siapa sebenarnya sosok Mbah Yani. Mbah Yani adalah sosok yang sempat menyelamatkan nenek Mim dan menampungnya.”
“Pak Hisyam, kita tidak punya pilihan lain. Kita harus meminta bantuan Mim. Waktu kita tidak banyak.” Umar hanya bisa mengingatkan hal itu.
“Gus, apa tidak ada acara lain untu memadamkan api ini?” tanya Hisyam kembali.
“Pak Hisyam, ini bukan masalah apa ada cara lain. Tapi, semua ini ada hubungannya dengan apa yang pernah terjadi. Aku melihat ada sesuatu dalam api ini yang secara tidak langsung terhubung pada Mim. Jadi, aku rasa untuk sekarang ini, cara yang paling mudah memadanmkan api ini yaitu meminta bantuan Mim.”
“Semoga mereka belum jauh.” Hisyam berlari dan mencoba menyusul Mim. Dia berlari dan mengikuti jalan yang basanya dilewati oleh kedua bocah itu.
Sedangkan, Lam dan Mim hanya dia di kaki bukit. Mereka tidak langsung pulang karena masih termenung dengan apa yang terjadi.
“Mim.”
“Kak, yang kita lihat tadi, adalah hal nyata kan?” tanya Mim. Lam hanya bisa terdiam dan tidak tau apa yang harus dia jawab.
“Sepertinya begitu. Kita tidak salah melihat. Landhep Getih yang menjadi dalang kebakaran yang ada di rumah Pak Ibrahim.”
“Kak Lam, tapi kenapa dia membakar rumah Pak Ibrahim?” tanya Mim.