Hambali hanya diam melihat orang-orang itu. Dia melihat Yani dan ingat tentang orang itu. Orang yang sempat memberikan tumpangan rumah pada Pelita di masa lalunya. Dia ingat apa yang pernah Yani lakukan di masa lalunya, dia sudah gagal melindungi wanita yang bernama Pelita dari orang-orang jahat.
“Mas Hambali.” Yani mendekat dan mencoba tersenyum. Tapi, Hambali hanya bisa diam dan menatapnya dingin. “Apa kabar?”
“Seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja. aku tidam kurang satu apapun.” Hambali menjawab pertanyaan Yani dengan sedikit ketus.
“Mas Hambali, kau masih arah dengan kejadian beberapa tahun yang lalu? Aku minta maaf atas itu sekali lagi, aku mau minta maaf atas apa yang terjadi pada keluarga besarmu setelah aku gagal melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawabmu.” Yani mencoba minta maaf. Hambali hanya bisa diam dan masih berat unuk melupakan semuanya.
“Aku gak tau apa yang sebenarnya terjadi saat itu. Tapi, kau sudah berjanji untuk melindungi keluarga Kasih. Tapi, semuanya gagal. Dan kegagalanmu, membuat keluargaku malah menanggung malu.” Hambali meneteskan air mata mengingat semua itu.
“Maaf, ada apa ini sebenarnya? Kenapa sepertinya Njenengan berdua ini punya masalah?” tanya Hisyam yang belum mengerti.
“Hisyam, kejadian ini sebenarnya sudah lama. Saat Pak Yusron masih belum menjabat sebagai kepala desa. Kami sama-sama tau jika Mbak Kasih berada di sini, dan sebenarnya ibu dari Kasih sudah tau dimana keberadaannya. Tapi, semua itu gagal. Kami gagal melindungi Kasih dan ibunya, sampai akhirnya dia jatuh ke tangan seorang lelaki yang namanya Wicaksono. Lelaki itu sama-sama kita tau jika dia bukanlah orang yang bener. Dia adalah seorang oenjudi dan main wanita.” Hambali hanya bisa meneteskan air mata mengingat semua yang pernah terjadi.
“Jadi, Njenengan berdua sudah saling kenal?” tanya Hisyam.
“Iya, Hisyam. Sejak lama kami saling mengenal. Kami sama-sama mendapat amanah untuk menjaga Kasih dan ibunya. Tapi, ya begitulah. Dia tidak bisa melaksanakan tugasnya, sampai ibunya Kasih pergi dan hanya meninggalkan bayi merah itu di desa ini. Sempat kami tau dimana letak ibunya Kasih berada, dan lagi-lagi dia gagal menjemput dan melindunginya.” Hisyam hanya bisa terdiam mendengar amarah dari Hambali. “Untung saja ada orang-orang yang setia pada Pak Yusron. Kedua anak itu akhirnya bisa aku tampung di panti asuhan yang kami kelola, sebelu akhirnya kelakuan bejat dari Lesti dan teman-temannya, membuat panti asuhan itu hangus begitu saja.”
“Pak Hambali, aku minta maaf atas apa yang dilakukan oleh perempuan itu. Tapi, sekarang dia sudah aku seret ke penjara. Semua yang terlibat dalam pembakaran panti asuhan, aku pastikan masuk penjara, termasuk Pak Ibrahim. Aku tidak akan pernah memberinya ruang untuk bisa bebas melenggang di desa ini. Siapapun yang sudah berbuat onar di desa ini dan membuat martabat seorang wanita hancur, tidak akan pernah aku biarkan mereka bisa menghirup udara bebas.” Hisyam mengatakan itu semua dan menatap kedua orang yang ada di hadapanya. “Aku dan Lesti sudah harus menghadapi sidang percerian.”
“Hisyam, aku masih sakit hati. Aku masih sakit hati atas semua ini.” Hambali memeluk lelaki yang ada di hadapannya. Hisyam mencoba mengerti.
“Mas Hambali, aku minta maaf atas kejadian itu. Tapi, sekarang bukan saatnya kita mendahulukan ego. Lam dan Mim sangat membutuhkan kita. Aku harus mengakui, kalo aku salah. Aku janji akan menyelesaikan semuanya. Tapi, kita sekarang punya tugas besar. Semuanya tentang Lam dan Mim.” Yani mencoba bicara. Hambali hanya bisa diam dan entah harus berbuat apa atas apa yang diminta lelaki yang ada di hadapannya.
“Aku bisa membantu mereka sendiri. Aku sebenarnya bisa membantu mereka dengan caraku sendiri. Aku mau mengucapkan terima kasih pada kalian, sudah peduli pada anak angkatku.” Hmbali menatap Yani dan memberi senyum, walaupun air mata masih saja keluar.
“Mas Hambali, aku mohon. Ini akan sangat berbahaya. Mereka harus bertemu dengan Ratu Kaligeni, dan makhluk itu bukanlah makhluk yang bisa kita anggap remeh.” Yani mencoba untuk menyadarkan lelaki yang ada di hadapannya. Hisyam terdiam dan mencoba menenangkan Hambali.