“Aku memang tidak bisa memaafkan mu, Lesti. Kamu harusnya sadar, kalo aku tidak bisa mentoleransi apa yang sudah kau pernah perbuat ada anak kita. Kau seorang wanita yang bergelar Ibu, tapi kau tidak bisa mencerminkan sosok ibu, bahkan pada anakmu sendiri. Aku merasa tidak bersalah atas kematian anakmu. Itu adalah hal yang sangat aku sesali. Aku sudah menikah dan melindungi penjahat dalam rumahku. Aku seharusnya juga ikut dihukum, karen melindungi perempuan sepertimu.” Hisyam mengatakan hal itu dengan nada amarah. Lesti menggeleng dan terus meminta maaf.
“Mas Hisyam, silahkan kau marah padaku. Silahkan kau tumpahkan semua cacian itu padaku. Aku siap menerima semua cacian itu. Aku akan menghukum diriku sendiri atas kematian anak kita. Tapi, aku tidak bisa melihatmu menderita. Ini semua bukan salahmu. Biarkan aku yang mengambil alih hukuman yang seharusnya kau lakukan.” Lesti memohon. Hisyam terus menatap mantan istrinya dan berharap dua bisa pergi dari kehidupannya.
“Bukan anak kita. Dia bukan anakmu. Dia hanyalah anakku. Seorang ibu tidak akan pernah membiarkan anaknya kenapa-napa. Tapi, kau malah membuat anakmu mati. Selama beberapa tahun, kau malah melenggang bebas dan merasa tidak menyesal atas apa yang sudah menimpa anak kamu. Kau, malah menuduh orang lain. apa itu yang aku ajarkan padamu?”
“Mas, aku adalah ibu yang melahirkan dan membesarkannya. Aku masih berhak untuk menganggapnya anak.” Lesti mengharapkan semua itu. Tapi Hisyam sepertinya tidak bisa membiarkan Lesti melakukan hal itu.
“Tidak, Lesti. Anak itu berhak mendapat ibu yang baik. Dia berhak mendapatkan ibu yang lebih baik darimu. Aku sebenarnya tidak pernah mau mengatakan ini. Tapi, hari ini harus aku katakan, posisimu harusnya diisi oleh Kasih, musuhmu sendiri.” Apa yang Hisyam katakan membuat Lesti terkejut.
“Mas, kau tidak mencintaiku lagi? Aku sangat berharap, kau datang ke sini dan memberi cinta.”
“Jangan bicara cinta, setelah apa yang sudah kau lakukan. Kau tidak pernah pantas mendapat cinta, karena tidak ada ruang dalam dirimu yang bisa aku titipkan cinta. Kau adalah permpuan yang akan aku selalu ingat sebagai seorang penghianat. Kau adalah aib yang sesungguhnya bagiku.” Hisyam tapak tersenyum. Dia akhirnya pergi setelah bicara pada Lesti. Tidak lupa, dia memberi surat undangan ke pengadilan agama. Lesti hanya bisa meneteskan air mata melihat undangan yang berlogo pengadilan agama di tangannya.
“Mbak, mohon segera masuk. Setelah ini akan ada kegiatan yang harus kau jalani. Kau harus menjalani pemeriksaan, penyidik sudah hadir.” Salah seorang penjaga memintanya kembali.
“Baiklah.” Lesti hanya bisa meneteskan air mata sepanjang jalan menuju selnya.
Darti yang melihat temannya sedang bersedih, hanya bisa mendekat. Tapi, Lesti menjauh dan tidak ingin bicara apapun dengan perempuan itu. Baginya, dekat dengan Darti adalah kesalahan yang teramat besar.
“Lesti, tunggu aku. Aku ingin bicara. Aku tau kalo kamu sedang ada masalah. Aku boleh tau apa yang menganggu hatimu sekarang?” tanya Darti. Lesti hanya bisa diam beberapa saat dan membuat Darti hanya bisa terdiam.
“Kau tidak perlu tau apa yang terjadi. Apa yang kau akan bantu? Ingat ya, Darti, jangan pernah mendekatiku lagi. Aku bisa berada dalam masalah ini karena bergabung dengan kelompokmu.” Lesti hanya bisa meneteskan air mata mengingat apa yang baru saja Hisyam katakan. Dia tidak hanya menceraikannya secara agama, tapi juga secara negara.
“Lesti, kau masih marah padaku? Padahal dulu kau secara sukarela datang bergabung denganku. Dan sekarang kau mencoba berkhianat. Kau ingin pergi?” Darti menjawab apa yang Lesti katakan.
“Dan dekat dan menjadi teman baik bagimu, adalah penyesalanku yang paling dalam.” Lesti langsung menoleh dan membuat Darti hanya bisa mengelus dada. “Aku ingatkan padamu, aku sangat menyesal bergabung denganmu. Andai saja aku tidak pernah bergabung denganmu, semua ini tidak akan menjadi seperti ini.”
“Lesti, janga mencoba menyudutkan. Aku sama sekali tidak lupa kalo kamu yang datang padaku secara sukarela. Kau datang karena tidak ingin Kasih dinikahi Hisyam. Dan kamu malah mengecewakan Hisyam. Ingat, Lesti. Semua ini adalah salahmu. Jangan mencoba melemparkan semuanya padaku. Kau harusnya bisa bertanggung jawab untuk menjaga kasih sayang dari suamimu tetap tercurah.”