Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #133

Chapter #133

“Mim, kau akan tau suatu saat nanti. Perjalananmu mencari keluarga aslimu, akan membuat kamu tau silsilah asli dari keluarga itu. Kalo kamu sudah tau, kamu pasti bisa paham kenapa Hisyam yang akan mengikuti kalian.” Ratu Kaligeni tersenyum dan membuat Mim terdiam.

“Nyai, apakah Mustika ini adalah senjata yang aku miliki satu-satunya? Apakah, Mustika ini memang milikku?”

“Tidak, Mim. Kau tidak akan memiliki satu senjata. Senjata utamamu ada dua, yang ada di tanganmu dan yang ada di tangan Hisyam. Tapi, aku minta jangan pakai permata yang ada di tangan Hisyam terlebih dahulu. Tubuhmu belum begitu bisa menerima kekuatan yang ada dalam benda itu. Kau harus bisa mengontrol kekuatan yang ada dalam Mustika itu dengan baik, baru kamu bisa memegang permata itu.” Ratu Kaligeni tersenyum dan membuat Mim hanya bisa terheran.

“Nyai, kapan aku bisa memegang benda itu?”

“Aku yakin, tidak lama lagi. Tubuhmu mulai bisa mengendalikan kekuatan yang ada di Mustika yang sekarang kau pegang. Jika semua itu sudah terjadi, seharusnya tidak lama, kau bisa memegang permata itu. Yang penting, kau harus bisa mengendalikan kekuatanMustika itu dengan baik. Kalo itu sudah bisa kau lakukan, kau bisa memegang permata itu.” Ratu Kaligeni tersenyum.

“Nyai, apakah kau mau membantuku untuk masalah ini? Apa Nyai masih menganggap keluargaku sebagai bagian dari dirimu?” tanya Mim.

“Mim, tanpa kau minta, aku akan membantumu. Aku ini abdi mereka dan aku bagian dari mereka. Aku harus membayar semua hutang yang aku miliki pada keluargamu. Aku bisa seperti sekarang ini, karena bantuan dari mendiang Djojohadi Kusumo. Aku akan selalu membantu kalian. Itu sudah mengikatku sampai kapanpun.”

“Nyai, aku tidak pernah tau keluarga asli mendiang Ibu. Aku ingin mencarinya.” Mim hanya bisa meneteskan air mata.

“Aku tau, kamu begitu sedih. Keluargamu, adalah orang yang sangat menghormati perempuan. Aku, gak bisa membayangkan betapa sakit hatinya mereka, jika tau Kasih diberi perlakuan yanb sangat tidak layak oleh warga kampung ini.” Ratu Kaligeni mendekati Mim dan mencoba menenangkannya.

“Nyai, aku sekarang sedang ingin keadilan bagi mendiang ibuku.”

“Aku hanya bisa berdoa agar Kasih mendapat keadilan. Mas Yani, aku minta tolong terkait mereka. Aku tau, kau yang mampu untuk hal ini. Kekuatanku terbatas. Aku harus meminta bantuan dari makhluk lain. Aku janji, akan segera membantu kalian. Aku akan memulihkan kekuatan.” Ratu Kaligeni menatap Yani.

“Nyai, Insya Allah. Aku akan membantu apa yang aku mampu.” Yani hanya bisa menatap wanita itu dan Mim.

“Aku sangat percaya dengan kemampuanmu. Baiklah, aku harus kembali ke Keraton. Aku akan bicara denganmu lain waktu. Kalo Mim butuh bantuanku, datanglah ke tempat ini setelah Isya. Aku akan menemuimu. Aku mohon, jangan pakai mata batin, karena itu akan sangat berbahaya bagimu.” Ratu Kaligeni tersenyum dan menghilang bersamaan dengan lenyapnya cahaya yang ada.

Mim akhirnya kembali. Sepanjang perjalanan, Mim hanya diam dan tidak ingin bicara apapun.

“Mim.” Yani memanggil Mim dan ingin tau apa yang ingin dia katakan saat itu.

“Mbah Yani?” tanya Mim. Ada apa ini?

“Hisyam kemarin sempat cerita kalo kamu ingin bicara denganku. Ada perlu apa, Le?” tanya Yani dan membuat Mim teringat tentang penglihatannya.

“Aku sempat mendapat penglihatan, kalo ada perempuan mirip dengan mendiang Ibu, berteduh di sebuah rumah. Rumah itu ternyata rumah yang kau tinggali. Aku ingin tau, apa yang terjadi?” tanya Mim.

“Itu memang benar terjadi, Le. Kejadian itu sekitar 40 tahun yang lalu. Dia adalah nenek kamu yang sedang mencari perlindungan dan kebetulan bertemu dengan istriku. Istriku saat itu meminta padaku agar bisa menampungnya beberapa waktu sampai kondisi bisa dikatakan aman.” Yani menceritakan semuan yang dia ketahui.

“Lalu, kenapa Nenek sampai ke rumahmu?”

“Aku kurang tau. Tapi, selam itu, Nenek kamu mendapat teror. Keluargamu saat itu mulai mendapat teror dari musuhnya.” Yani tampak tak kuasa melanjutkan ceritanya.

Lihat selengkapnya