Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #140

Chapter #140

Mim, kumohon maafkan aku. Maafkan semua kejahatan yang pernah aku pada Ibu kalian. Aku salah. Aku harus mengakui jika aku salah memilih lawan, dengan memilih kalian sebagai lawanku. Selama ini, aku tidak pernah bisa hiduo tenang. Aku tida pernah bisa hidup dengan tenang selama kalian masih hidup. Aku tidak bisa hidu tenang selama ini.” Darti memangis di hadapan Mim. Dia bersujud dan berharap Mim mau memaafkan apa yang sudah dia perbuat.

“Jangan bersujud di hadapanku. Aku tidak ingin melihat perempuan terlaknat seertimu.” Mim ingin memberikan tamparan pada peremppuan yang ada di hadapannya, seperti perempuan itu menampar Ibunya. Tapi, Hisyam mencegah agar kejadian itu tidak sampai terjadi.

“Mim, kumohon kontrol dirimu. Aku tau apa yang terjadi sangat menyakiti dirimu dan memahami apa yang sekarang kau rasakan.” Hisyam memegang tangan Mim.

“Dia perempuan, tapi membuat perempuan lain menderita. Dia tidak punya rasa iba sedikitpun pada orang lain. dia juga sudah membunuh teman-temanku di Bintang Gemilang. Dia pembunuh.” Mim berusaha melepaskan tangannya.

“Sudah, Mim. Tidak perlu membuang tenagamu untuk perempuan berhati iblis seperti dia. Perempuan seperti dia sangat murah untuk kau ladenin. Tidak perlu kau meladeninya. Lihat saja, wajahnya hancur dan babak belur. Pasti dia sudah ditandangi oleh napi lain.” Hisyam membuat Mim kembali terdiam. Darti akhirnya kembali ke tempat terdakwa.

Lamdi yang tau semua itu hanya bisa meneteskan air mata. Dia menatap anaknya yang tengah bersama Mim. Wajah Tegar yang sekarang seperti mengeluarkan cahaya, membuat Lamdi bisa tersenyum untuk saat ini. Dia hanya bisa melihat anaknya dari kejauhan.

Sidang akhirnya dimulai. Sepanjang jalannya sidang, Mim hanya bisa diam mendengar semua dakwaan yang dibacakan. Tidak ada bantahan apapun dari para tersangka.

“Mereka tidak bisa membantah semua dakwaan. Semua bukti yang telah kalian serahkan membuat mereka tidak bisa melakukan apapun. Mereka kesulitan menyangkal, bahkan tidak bisa menyangkal semua dakwaan itu.” Hisyam langsung berkomentar. Tegar hanya bisa meneteskan air mata mendengar apa yang baru Hisyam katakan.

“Aku sebenarnya berat melakukan semua itu. Aku menyeret kedua orang tuaku sendiri ke penjara, padahal aku tau kalo ke depannya aku aka sangat kesulitan menjalani kehidupan ini. Entah aku bisa melalui semuanya atau tidak.” Tegar tampak meneteskan air mata. Di dak menangisi orang tuanya yang akan menerima hukuman, tapi menangisi bagaimana dia bisa menyambung hidup di tengah situasi yang tidak mudah.

“Aku mengeti apa yang kau rasakan. Memang sebentar lagi semua ini gak mudah. Hidup tidak pernah menjanjikn kemudahan untuk orang yang menjalaninya.” Hisyam menatap Tegar yang terdiam.

“Apakah semua yang terjadi saat ini, adalah hukuman bagiku?” tanya Tegar dengan yang basah.

“Hukuman apa yang kau maksud? Apa salahmu sampai kau bisa dihukum?” tanya Hisyam yang mendengar Tegar mengatakan hal itu.

“Aku selama ini membiarkan mereka berbuat kejahatan di desa kita. Aku membiarkan Ayah menghancurkan kehormatan seorang perempuan. Ini adalah hukuman bagiku. Ini hukuma atas diam yang aku lakukan selama ini.” Tegar meneteskan air mata secara tidak sadar. Hisyam terdiam dan tidak bisa berbuat apapun. Dia bisa memahami apa yang Tegar rasakan sekarang ini.

“Bisa iya, bisa juga tidak. Bisa jadi ini hukuman bagimu, bisa jadi apa yang terjadi kali ini adalah cara takdir sang kuasa agar kamu bisa menunaikan janji yang pernah kau ucapkan.” Tegar yang mendengar apa yang Hisyam katakan hanya bsa diam dan entah harus menjawab apa. Mereka akhirnya mengikuti jalannya sidang dengan penuh seksama.

Setelah sekian lama, sidang akhirnya selesai. Mim hanya bisa tertunduk dan tidak ingin melihat wajah para terdakwa yang sekarang melintas di hadapannya. Tegar yang melihat apa yang Mim lakukan tidak ingin berkomentar apapun. Dia juga sakit hati mengingat semua yang telah terjadi.

Lihat selengkapnya