Alif Lam Mim

Zainur Rifky
Chapter #143

Chapter #143

Darti langsung pergi dan memilih diam. Dayyana hanya bisa diam dan terheran dengan apa yang sebenarnya Darti hadapi. Sepertinya ada seseorang yang baru menemuinya, dan membuat wanita itu menjadi seperti sekarang ini. Dayyana yakin, jika Darti baru bertemu seseorang dan orang itu membuatnya menjadi seperti ini.

“Mbak, kau kenapa? Kalo ada masalah yang mengganjal hatimu, jangan kau pendam sendiri!” pinta Dayyana dan membuat Darti menghentikan langkahnya. Wanita itu hanya bisa menangis dan langsung memeluk perempuan yang sekarang berada di sampingnya.

“Dayyana, kau masih ingat perempuan yang namanya Armila?”

“Armila? Iya, aku masih sangat mengingatnya. Wanita penjual jamu itu kan? Memang ya kenapa?” tanya Dayyana yang sangat heran.

“Dia sekarang harus menggantikan kita. Dia sekarang harus menggantikan posisi kita dan menjadi tawanan para penagih hutang itu. Dia ditawan dan harus membayar hutang yang sebenarnya harus kita bayar.” Darti hanya bisa menangis setelah mengatakan semua itu. Dayyana terdiam dan tidak bisa melakukan apapun mendengar apa yang sebenarnya terjadi. “Hisyam baru saja ke sini, Mbak. Dia baru saja ke sini dan bilang semua itu padaku. Armilla dan seluruh keluarganya, termasuk anaknya yang masih gadis, mendapat ancaman dari para penagih hutang. Hutang itu sudah dilimpahkan pada semua orang yang mendapat aliran uang dari Wicaksono. Aku sendiri sudah tidak tau lagi harus membayar semua itu dengan cara seperti apa. Aku sudah tidak punya apapun. Harta, semuanya sudah terjual dan disita untuk hutang itu. Satu-satunya cara untuk melunasi hutang itu, dengan melakukan apa yang mereka inginkan. Itu adalah dengan menjual kesucianku.” Darti langsung memeluk Dayyana.

“Darti, jadi Amila yang menjadi penebus dari segala macam hutang dari Wicaksono?” tanya Dayyana. Dia masih tidak percaya untuk hal itu.

“Mbak, itu adalah kenyataan. Aku yakin, dia adalah orang pertama. Para penagih hutang itu akan terus memburu siapapun yang menerima aliran dari uang itu. Mereka tidak peduli dengan apa yang terjadi sebenarnya.” Darti terus menangis dan membuat Dayyana tidak bisa melakukan apapun.

“Darti, tapi kenapa harus Armila? Kenapa tidak yang lain? Armila tidak punya apa-apa selain apa yang melekat pada tubuhnya. Dia hanya seorang penjual jamu. Dia tidak punya apa-apa, bahkan rumah saja masih kontrak.” Darti hanya bisa diam setelah mendengar hal demikian.

“Aku sendiri gak tau, Mbak. Aku gak tau. Tapi, itu yang sekarang tengah terjadi. Armila diangkut secara paksa oleh para lelaki itu. Dia menjadi orang pertama yang harus menjadi tahanan, seperti yang Kasih alami.”

“Darti, aku tau kamu kaget dan ingin sekali membuatnya terbebas. Tapi, kita bisa apa? Kita bisa apa untuk menyelamatkn dia? Kita saja harus menghadapi proses hukum yang kita sendiri harus akui, semuanya melelahkan.”

“Mbak, aku merasa sangat bersalah. Ini semua adalah salahku. Apa yang terjadi pada Armila adalah salahku. Aku yang pertama kali mengajaknya untuk bergabung dalam komunitas yang kita jaga. Tapi, dia malah harus mendapatkan perlakuan yang sama sekali tidak manusiawi, seperti yang pernah aku alami beberapa waktu yang lalu.” Darti hanya bisa menangis.

“Darti, kita memang tidak bisa berbuat apapun. Tapi kita bisa berdoa. Kita hanya bisa berdoa untuk keselamatan Armila. Semoga dia tidak dipaksa untuk hal yang sebenarnya tidak mereka inginkan.” Dayyana akhirnya diam dan tidak tau apa yang harus mereka lakukan.

“Apa yang bisa kita lakukan? Dia sudah berada di tangan orang kejam. Aku tidak yakin kalo dia akan selamat dan tidak terenggut kesuciannya. Aku sangat mengenal orang itu. Mereka kejam dan tidak punya meminta belas kasih. Mereka tidak menghormati kita sebagai seorang wanita. Aku meminta agar diberikan waktu sebentar saja untuk keluar, itu saja tidak mereka dengarkan.” Darti langsung pergi dan membuat Dayyana hanya bisa menggeleng. Tapi, dia sendiri juga tidak yakin jika Armila bisa pulang dengan kondisi seperti sedia kala. Lelaki itu pasti memaksa Armila melakukan hal yang sama sekali tidak pantas.

Di tempat lain.

Armila hanya bisa menangis saat berhadapan dengan beberapa lelaki yang memiliki penampilan sangar. Dia takut jika harus melayani mereka untuk sekarang ini. Di tempat yang sama, ada gadis berusia 15 tahun yang ikut disekap.

“Aku mohn, lepaskan aku! Aku mohon, lepaskan aku! Aku tidak ingin ditahan dengan cara yang seperi ini.” Armilla terus berteriak dan membuat seisi ruangan tidak ada sepinya.

“Diam kau wanita jalang! Atau anak kecil ini akan kehilangan nyawanya tepat di hadapanmu.” Salah seorang lelaki langsung mendekati gadis itu dan mengalungkan senjata tajam di lehernya. Lelaki itu tidak main-main dengan ucapannya. Remaja perempuan yang sekarang berada di bawah kendali lelaki itu, hanya bisa menangis dan meminta pertolongan.

“Ampun, ampuni aku! Kasihani aku!” teriak Gadis itu. Gadis itu meneteskan air mata dan terus mencoba meminta agar dia tidak dibunuh.

Lihat selengkapnya