“Kau harusnya lihat istri kamu. Kau lihat perempuan yang namanya Armila, yang sekarang masih berada di dalam bangunan mengerikan ini. Dia sekarang, menjadi tawanan seteah gagal membuatku kehilangan kehormatan. Dia ingin menjadikanku tawanan kan selama ini? Kalian ingin aku yang membayar hutang yang aku saja tidak tau, kapan hutang itu kalian terima dan buat apa. Kenaoa kalian tega padaku? Kenapa kalian tega memaksaku membayar hutang, dengan kesucian yang aku miliki?” tanya Halimah dengan mata yang membara. Lelaki yang ada di hadapanya hanya bisa meneteskan air mata mendengar apa yang anaknya katakan. Dia hanya bisa menangis, melihat amarah dari putrinya.
“Halimah, tidak ada yang berniat untuk menjadikanmu sebagai tawanan. Kami tidak pernah ada niat menjadikanmu, menjadi perempuan hina seperti itu. Tidak ada yang mau kamu menjadi seperti itu. Tidak ada yang namanya, menjadikan anggota keluarganya sebagai tawanan. Ayah bisa menjamin, kami tidak pernah melakukan itu.” Lelaki itu bersimpuh di hadapan putrinya. Tapi, Halimah tidak peduli denga apa yang lelaki itu lakukan.
“Jangan pernah mencoba untuk membodohiku! Aku bukan anak bodoh. Aku minta, jangan pernah membodohi seorang Halimah. Aku memang masih anak kecil bagimu, tapi aku sudah dipaksa membayar hutang yang selama ini tidak pernah aku ketahui. Bagi kalian, aku dipandang sudah layak menjadi wanita jalang, seperti wanita yang pernah kalian sakiti. Aku sudah layak, menjadi seorang wanita, yang menjajakan tubuhnya.” Halimah mengatakan semua itu dan membuat lelaki yang ada di hadapannya, hanya bisa menangis.
“Halimah, ayah minta maaf ya, Nduk. Ayah minta maaf atas semua yang terjadi. Ini murni kesalahanku dan Ibumu. Tidak seharusnya kamu menjadi tawanan atas semua hutang yang menjadi milik kami.” Lelaki itu terus bersimpuh di hadapan anaknya. Halimah hanya bisa menagis dan tidak tau apa yang harus dia lakukan.
“Kalo ini adalah kesalahan kalian, kenapa aku yang harus membayarnya? Kenapa kalian harus membuat aku sebgai jaminan? Apakah aku ini adalah wanita murahan di mata kalian? Apa aku memang sudah hina di mata kalian? Begitu tidak bernilai kah kami bagi kalian?” tanya Halimah pada ayah kandungnya. “Setelah ini. Darto pasti tidak akan melepaskanku begitu saja. dia akan terus mengintai perempuan sepertiku. Kalo sampai istri kamu kabur, yang dikejar bukan dia, tapi aku.”
“Halimah.”
“Minggir! Aku tidak punya banyak waktu untuk bicara dengan orang sepertimu. Bicara dengan orang sepertimu, hanya membuang waktuku. Aku akan pergi, sebelum Darto berubah pikiran dan tidak mengizinkanku pergi.” Halimah langsung pergi dan lelaki itu hanya bisa menangis.
Ayah Halimah hanya bisa mengikuti kemana anaknya pergi. Dia ingin tau, kemana anaknya ingin pergi di saat seperti ini. Hari mulai larut dan seharusnya dia segera pulang.
“Halimah pulanglah, Nduk! Hari sudah malam. Tidak baik kau keluyuran di jam seperti ini.” Lelaki itu terus memanggil Halimah, tapi sama sekali tidak ada satupun jawaban dari gadis itu. Gadis itu terus berjalan sampai akhirnya berada di tempat Hisyam. Gadis itu terdiam dan hanya bisa menatap rumah yang ada di hadapannya.
Bukan tanpa alasan, Halimah pergi ke tempat itu dan ingin menemui Hisyam. Selama ini, Hisyam banyak memberi perlindungan pada orang yang tidak berdaya, terutama orang seperti dirinya. Sekarang ini, dia ingin mendapatkan perlindungan, dari kejaran orang seperti Darto.
Hisyam yang kebetulan di depan rumah dan menyadari ada seorang gadis muda yang tengah terdiam di halaman rumahnya, langsung saja mendekat. Dia ta jika itu adalah Halimah, anak dari Armila. Hisyam ingin tau, apa yang membuatnya datang kemari di sat seperti ini, dan kenapa gadis itu hanya diam saat sampai di depan rumahnya.
“Halimah, kau di sini?” tanya Hisyam.
“Pakdhe, kumohon tolong aku yang tidak berdaya ini! Tolong selamatkan aku dari segala bahaya yang sedang mengintai. Aku merasa terancam. Aku merasa, keselamatanku terancam.” Halimah langsung menangis dan bersimpuh di hadapan lelaki itu.
“Halimah, apa yang terjadi? Bahaya apa yang mengintai dirimu?” tanya Hisyam sambil memegang bahu Halimah. Dia meminta Halimah berdiri dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.