Aning yang mengetahui keyakinan kakaknya dalam janji yang baru dia katakan, hanya bisa diam dan tidak bisa berbuat banyak. Baginya, apa yang menjadi janji dari Tegar adalah segalanya. Lagipula, janji itu bukanlah sebuah kesalahan. Janji itu adalah jalan keluar dari masalah yang sedang mereka hadapi.
Aning menatap sekitar sambil meneteskan air mata. Dia terus memanjatkan doa pada sang kuasa agar kakaknya bisa selaat dari marabahaya. Dia tau jika apa yang akan kakaknya lakukan, akan punya resiko. Aning lama sekali terdiam dan akhirnya secara tidak sadar, meneteskan air mata. Tapi, tidak lama dia melihat Hisyam dan Suci sedang menuju ke tempat mereka berada. Aning langsung menghapus air matanya dan mengulas senyuman melihat kedua orang itu mendekat.
“Aning, kau gak apa-apa?” tanya Hisyam yang menangkap raut wajah dari perempuan itu.
“Gak apa-apa, Pak. Saya baik-baik saja.” aning tersenyum dan mencoba sebisa mungkin, menutupi apa yang mengganggu hatinya.
“Tidak perlu menyembunyikan apa yang sedang kamu rasakan. Aku tau, kalo kamu sekarang sedang tidak baik-baik saja.” Hisyam hanya bisa tersenyum dan membuat Aning hanya bisa meneteskan air mata.
“Maaf. Tapi apa yan sudah terjadi membuat kami sedang berada dalam kesulitan apa yang terjadi pada kami selama ini, membuat kami harus menanggun semua ini seorang diri.” Aning akhirnya bicara apa yang sebenrnya terjadi. Mendengar apa yang gadis mida itu katakan, membuat Hisyam hanya bisa terdiam dan mencoba memahami apa yang tengah mereka alami. Dia sangat mengerti dengan apa yang sedang mereka hadapi.
“Jangan pernah memendam semua masalahmu, seorang diri! Itu gak baik untuk dirimu. Kalo kamu sering melakukan hal itu, yang ada malah badanmu yang berat. Kalo ada apa-apa, kau bia datang ke rumah. Kalian bisa datang ke rumah dan cerita padaku. Mungkin aku tidak bisa memberikan solusi dari setiap masalah yang menggangu kalian. Tapi paling tidak kalian bisa mengurangi beban yang sudah membuat semuanya berat.” Hisyam mengataka semua itu di hadapan kedua adik Tegar. Mereka hanya bisa diam dan saling menatap. Ternyata, masih ada orang yang berbaik hati untuk membantu mereka di saat kondisi tidak memihak mereka. “Ini, kakak kamu sedangv apa? Kok diam aja dari tadi?”
“Mas Tegar sedang berdoa. Baru saja, Mas Tegar mengucapkan janji di samping makam Lingga. Mas Tegar sudah mengatakan kalo dia akan memberika keadilan bagi Bu Kasih dan kedua kakak Lingga.” Apa yang dikatakan Aning, membuat Hisyam hanya bisa diam. Dia sudah berjanji pada Lam juga Mim, dan sekarang dia berjanji pada Lingga. Tegar sangat serius dengan janji yang pernah dia ucapkan.
“Aku akan bicara dengannya. Aku datang ke sini karena sempat melihat kalo kalian berdua menuju pemakaman. Sudah kuduga, kalian menuju makam Lingga.” Hisyam tersenyum dan Aning mendekati kakaknya.
“Mas, ada Pak Hisyam.” Mendengar apa yang Aning katakan, Tegar langsung menoleh dan menghapus air matanya. Dia tidak ingin sampai mereka tau, jika dirinya baru menangis.
“Tegar, tidak perlu menyembunyikan air mata. Aku tau kau baru saja menangis. Aku sudah banyak bicara dengan adikmu dan aku melihat kalo kondisimu sedang tidak baik-baik saja. Jadi, kau tidak perlu menghapus air mata itu. Biarkan air mata yang keluar, membasahi wajahmu.” Hisyam mendekat dan mencoba menenangkan lelaki muda yang ada tepat di samping makam Lingga.
“Maaf, Pak Hisyam. Aku selama ini memang tidak bisa sekuat Njenengan. Aku tidak sekuat yang Njenengan kira. Aku, sebenarnya tidak seperti yang Njenengan kira. Ada satu titik, saat aku harus mengakui kalo aku menyerah dan tidak sanggup untuk memikul semua ini.” Tegar akhirnya menangis. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaan bersalahnya.
“Tegar, tidak perlu meminta maaf. Aku tau kamu ini hanyalah manusia biasa, dan kemampuanmu memang terbatas. Kalo kamu memang sudah berada di batas kemampuanmu, ya gak perlu dipaksa lagi. Akui aja kalo kamu memang tidak mampu, melakukan hal yang lebib dari yang kamu mampu.” Hisyam tersenyum dan mengusap wajah pemuda yang masih bercucuran air mata. “Yang penting, kamu jangan menyerah. Kamu berhak capek, tapi tidak boleb sampai menyerah.”
“Pak Hisyam, aku sudah mendapatkan hukuman. Aku mendapat hukuman atas kesalahanku.” Tegar tidak bisa menatap Hisyam. Hisyam sedir terheran dengan apa yang Tegar katakan. Kesalahan? Kesalahan apa yang Tegar lakukan?