“Kak Lam sekarang sedang sakit. Suhu tubuhnya tiba-tiba tinggi. Semoga segera sehat seperti sedia kala.” Mim terdiam setelah mengatakan hal itu. Dia sangat berharap, Lam bisa sembuh seperti sedia kala dan menemaninya mencari dimana keluarga aslinya.
“Kak Lam sedang sakit? Kok aku gak tau?” tanya Tegar.
“Iya, baru tadi pagi suhu tubuhnya tinggi. Sudah diberi obat. Tadi pagi, aku memberikan obat yang biasanya kami pakai saat sedan sakit. Aku ke pemakaman, Kak Lam lagi istirahat.”
“Setelah ke makam Bu Kasih, boleh aku menengok Kak Lam?” tanya Tegar. Mim hanya tersenyum mendengar apa yang Tegar tanyakan. Dia begitu senang jika Tegar mau datang ke rumahnya.
“Tegar, aku akan senang kalo kamu mau datang ke rumah. Kau sudah lama tidak datang ke rumah kami.” Tegar yang medengar ucapan Mim langsung tersenyum. “Aku berharap kamu datang ke rumahku.”
“Kak Mim, aku akan datan ke rumahmu. Aku akan datang ke rumahmu dan menengok Kak Lam. Bagaimanapun, kalian adalah kakakku.”
Pembicara mereka yang begitu seru, membuat waktu yang mereka lalui, berjalan begitu cepat. Mereka akhirnya sampai di makam Kasih. Mim hanya bisa diam dan menatap nisan milik sang Ibu yang masih bersih.
“Tegar, 14 tahun yang lalu, aku pergi dari desa ini karena ada orang baik yang mau menampung bicah seperti kami. Selama aku pergi, aku tidak tau tentang makam ini. Aku sama sekali gak tau, makam mendiang Ibu terawat atau tidak. Setahun belakangan, saat aku kembali, terlihat kondisi makam ibu sangat mengenaskan. Aku melihat, Makam milik Ibu ini tidak ada yang mau meraat dan sangat kotor. Kau tau, kondisi makam Ibu saat itu, membuat aku semakin mengingatkan akan dendam terkait apa yang sudah dia alami selama hidupnya. Aku ingin membalas apa yang terjadi pada Ibu.” Mim terdian beberapa saat. Dia tidak kuasa menahan air mata mengingat apa yan terjadi. “Tapi, setelah kami kembali, makam ini perlahan bersih. Aku rasa ada seseorang yang mau membersihkan makam ini secara diam-diam. Aku yakin kalo ada yang membersihka makam ini diam-diam, karena kami beberapa kali melihat ada taburan bunga di makam. Aku sampai sekarang penasaran, siapa yang masih punya kepedulian pada wanita seperti Ibuku? Padahal, Ibu selama ini diperlakukan dengan tidak layak.”
“Kak Mim, aku punya jawaban atas pertanyaanmu barusan. Aku tau siapa yang merawat makam ini diam-diam tanpa sepengetahuan siapapun, selama setahun belakangan. Dia sangat perhatian pada kalian, dan sudah mengangggap kalian sebagai anak.” Tegar meraih tangan Mim dan mencoba menenangkannya.
“Kau tau?” tanya Mim yang mengharapkan jawaban.
“Pak Hambali dan Pak Hisyam. Beliau berdua baru bisa menembus hutan di bukit ini, setelah kalian kembali. Pak Hisyam waktu itu memberanikan diri menembus hutan, setelah tau kalo ada kehidupan di bukit ini. Pak Hambali menembus hutan ini setelah kalian kembali tinggal di desa ini.” Tegar terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menginga sesuatu. “Pak Hambali sempat bertemu denganku saat itu. Beliau masihb marah padaku, karena apa yang pernah orang tuaku lakukan. Tapi, akhirnya setelah beberapa waktu, beliau meminta sesuatu padaku. Tapi, saat itu aku belum bisa memenuhi permintaan itu.”
“Permintaan?”
“Iya, Kak. Beliah memintaku untuk bisa membantu kalian menumpas siapa saja yang memusuhi kalian. Saat itu aku belum bisa menuruti semuanya. Tapi, sekarang aku bisa memenuhi apa yng Pak Hambali minta. Aku bersyukur, bisa jadi bagian untuk membantu kalian.” Tegar tersenyum dan terus memegang tangan Mim.
“Tegar, aku ingin tanya tentang Pak Hisyam. Apakah selama ini, dia masih sangat peduli tentang kami? Apakah dia masihb mencari tau dimana keberadaan kami?” tanya Mim. Tegar hanya bisa terdiam selama beberaa saat. Mim terus meminta jawaban Tegar atas pertanyaan itu. “Tegar, aku mohon, jawab pertanyaanku. Aku hanya ingin tau, apakah seorang Pak Hisyam mencari keberadaan kami setelah kami pergi dari desa ini?”
“Kak, sayangnya aku tidak tau untuk hal itu. Aku tidak bisa tau banyak tentang apa yang dilakukan Pak Hisyam setelah kalian pergi. Tapi, dia masih berharap kalo kalian kembali ke desa ini dan membuat semua orang yang sudah mencemarkan desa, mendapat ganjaran yang setimpal.” Tegar hanya bisa meneteskan air mata. “Tapi, Pak Hisyam sempat tau, jika kalian tingal di Bintang Gemilang. Waktu itu, dia sudah berniat menjemput kalian dan mengangkat kalian sebagai anaknya. Dia tidak peduli apa yan istrinya akan lakukan. Sayangnya, impian itu belum terlaksana, petaka di Bintang Gemilang itu sudah terjadi duluan.”
“Pak Hisyam.” Mim hanya bisa meneteskan air mata saat mengetahui kebaikan Hisyan selama ini. “Dia menyayangi kami.”