Aku berjalan memasuki pelataran rumah besar Airin, istri dari Yuu kakak tertuaku. Rumah besar berlantai dua itu berdiri kokoh di atas sebuah bukit. Pemandangan indah terpampang jelas dari atas sana. Jajaran pohon pinus menghiasi kiri kanan jalan.
Gemerisik daun, ilalang merah yang bergoyang perlahan. Udara dingin menyeruak pelan di langit biru yang begitu indah. Aku memasuki pelatan rumah itu. Kinan segera menyambutku. Dia berlari dan langsung berhambur ke arahku. Gadis cantik berkuncir dua. Manik matanya begitu indah. Kulitnya putih bersih, bibir mungilnya begitu mengemaskan.
"Papa Ryuu.."
"Hay sayang... selamat ulang tahun," kukecup pipi bulatnya.
"Hey kamu jangan sembarangan cium-cium. Cuci dulu tangan dan wajhmu. Ganti baju dulu," teriak seseorang.
Aku menyisir rumah besar itu. Seorang gadis muncul dari balik pintu. Sambil menyerahkan handuk dan sabun. Di tangannya ada sebuah spayer.
Dia memintaku mandi?
"Ah kakak, ini Papa Ryu... papa aku."
"Tapi, Kinan... dia baru dari luar. Di luar itu kotor."
"Iiih ,Mamaa!!" Kinan berteriak mencari Mamanya.
Aku segera menuju kamarku di lantai atas.
"Eh mau ke mana?"
"Terserah aku dong!"
Gadis itu menarik lengan bajuku, "Tunggu! Kamu nggak boleh seenaknya masuk-masuk ke rumah orang."
Aku mendengkus kesal, cuaca hari ini sangat luar biasa indahnya. Kenapa aku harus ketemu gadis menyebalkan seperti dia?
"Hay Ryuu baru sampai?" Airin turun dari lantai atas, tampak seksi dengan dress merahnya.
"Iyah,Kak Airin."
"Ah kamu ini," dia tersipu malu.
Dia Airin, teman sekolah sekaligus kakak iparku. My bestie dan juga kakak iparku. Entah harus berapa kali aku menyakininya, kalau dia itu kakak iparku.
"Siapa gadis itu?"
"Oh itu Alika, baby sitter baru Kinan. Kenapa?"
"Dia terlihat sangat kumal," kulirik gadis berhoodie itu tajam.
Airin terkekeh mendengarnya, geligi putihnya menyembul begitu indah. Senyuman yang aku rindukan sejak lama.
.
Ku tatap hutan pinus di belakang rumah. Sambil menyeduh kopi buatan Alika. Cukup mengejutkan saat kopi ini tiba-tiba sudah ada di meja kamarku. Dan rasanya tepat seperti yang selalu di buatkan Mama. Aku besar di kota indah ini.
[Ryooo... aku kangen. Kamu kenapa sih nggak ngajakin aku ke sana?? Aku pergi sekarang yah?]
Sebuah pesan dan Hana masuk ke aplikasi hijau ke smartphone-ku.
[Ryooo]
Lagi, pesan darinya.
[Jawab]
[Aku]
[Dong!!???]
Hah... wanita.
[Tidak usah, tunggu aku kembali saja.]
Aku lempar smartphone ke atas sofa. Rasanya, penatku semalaman ada di kereta bertambah dengan pesan dari Hana. Kurebahkan pungungku yang kaku di atas tempat tidur. Kamar ini tidak berubah. Masih sama setiap aku pulang selalu sama.
Tok..