Blurb
Pesantren menjadi ruang terbuka bagi segala karakter manusia yang tengah memproses dirinya untuk menjadi manusia utuh seperti yang dikehendaki agama, bangsa dan negara. Prosesnya mahaberat, dan jika gagal bisa lebih laknat dari orang-orang yang tak pernah nyantri.
Di pesantren itu, Faza Binal Alim memproses dirinya agar tidak menjadi manusia banal yang nakal, yang meresahkan sepanjang denyut kehidupan. Proses di pesantren tak hanya bersentuhan dengan segala yang disebut jalan lurus, tetapi juga jalan pincang yang bermunculan dari jiwa-jiwa yang konon juga ingin berproses di dalamnya.
Di pesantren itu, Alim berjumpa dengan pencuri misterius yang justru ikut serta menggasak uang sakunya. Bersama sepupunya yang bernama Kartolo, Alim mengejarnya, dan betapa terkejut dirinya ketika mengetahui pencurinya berkonspirasi dengan orang penting di pesantren. Alim kemudian bersimpulan, bahwa pesantren bukan penjara suci, tapi penjara menemukan jati diri dengan ragam jiwa-jiwa yang beranika warna.
Di pesantren itu pula, Alim menemukan kesejatian cintanya pada Lokananta melalui surat-suratnya yang sesungguhnya terlarang di pesantren, dan jauh lebih penting dari persoalan pencurian dan cinta adalah semangat belajarnya yang luar biasa, hingga Alim dinobatkan sebagai santri teladan.
Bagaimana proses memburu maling, cinta, dan semangat belajarnya yang luar biasa itu? Silakan baca novel ini hingga tuntas. Jangan lupa komen, like, dan share, ya.