Alkemi Dari Gawai

Rhisty Ricku
Chapter #8

Misi Lanjutan Lilith

Oke baiklah sekarang Lilith yang mengambil alih penulisan ini. Chapter 8 Aku mengambil alih penulisan karena 8 adalah angka karmic bagi kelahiranku.

.

Hai...! Aku Lilith.

Ini lanjutan kisahku, setelah selamat dari beragam peristiwa menantang maut yang sudah kulalui, dan pastinya aku selamat melalui peristiwa-peristiwa itu. Ini ceritaku. Perjalanan hidup seorang gadis yang misi jiwanya dengan memilih terlahir di keluarga ini. Aku adalah orang yang memilih untuk terlahir kembali di kehidupan sekarang ini, dengan tidak terlalu ingin dikenal dengan nama yang seutuhnya di media sosial. Aku adalah orang yang dari kecil tidak suka ulang tahun dirayakan, sejak usiaku 5 tahun, aku menyadari bahwa ulang tahun tidak perlu dirayakan. Tidak suka menjadi pusat perhatian. Dan secukupnya saja diapresiasi. Ya inilah karakter yang kupilih di reinkarnasi kali ini. Meski terlahir pun dengan amnesia jiwa.

Aku juga terlahir dengan pilihan jiwa yang tidak suka berkompetisi. Tidak suka dengan konsep berkompetisi sejak kecil. Aku suka melakukan hal yang membuatku senang, bahagia, tenang, tanpa perlu mendapat validasi pujian dari orang lain. Ya meski kata-kata pujian dan kritikan pun tidak bisa dihindari juga namun itu hanyalah bonus atau respon atas apa yang kulakukan. Aku tidak suka kesenanganku menjadi suatu kompetisi bagi orang lain dan memicu persaingan. Meski begitulah adanya yang terjadi. Pernah waktu aku masih SD, aku tidak ingin pergi ke sekolah dan membuatku muntah sebab, aku merasa sekolah tidak membuatku nyaman secara psikis. Aku tidak suka konsep kompetisi. Yang didik salah satunya seperti disuruh mencontoh siswa yang pintar pada pelajaran yang guru ajarkan. Aku muak dengan lingkungan seperti itu. Di rumah orang tua tidak memahami, di sekolah makin mental harus dipaksa berada di lingkungan yang tidak sesuai dengan cetak biruku.

Yah setidaknya aku mengerti apa yang kubaca, bisa berhitung, dan memahami apa yang kutulis. Aku menyadari sungguh bahwa, aku tidak bisa langsung memahami apa yang diajarkan. Sering juga kena bentak, karena tidak bisa langsung menangkap apa yang guru ajarkan. Sering juga dibilang tidak fokus. Sebenarnya aku fokus, hanya saja aku butuh waktu untuk bisa langsung memahami. Jika ada pelajaran yang sudah lama diajarkan, aku baru bisa memahami berbulan-bulan kemudian. Lucu memang. Imajinasiku menguasai pikiranku. Tapi tidak cukup membantuku memahami pelajaran di sekolah.

Aku sangat suka menulis. Sesekali juga membaca. Tapi lebih suka untuk menulis, Aku suka menyalurkan apa yang kupikir, dan apa yag kurasa melalui tulisan tangan di buku tulis. Bahkan semasa kecil, aku memilki kegemaran mencore-coret tembok kamar dengan tulisan-tulisan yang kalimat-kalimatnya yang baru aku ketahui saat aku masih SD. Dan seingat aku, orang tua, ayah dan ibu tidak memukul tanganku yang hobi menulis di tembok kamar. Mereka membebaskanku dan tidak memarahiku.

Hobiku menulis pernah juga aku iseng mengikuti kompetisi cerita pendek, puisi, bahkan pantun. Pertama kali aku mengikuti kompetisi menulis, pada saat aku masih SMP. Dan diselenggarakan oleh salah satu platform media terkenal. Ya meski semuanya belum pernah aku menangkan kompetisinya. Dan pasti jadi pertanyaan; kok tidak suka kompetisi, tapi mau juga ikutan? Kompetisi menulis adalah pengecualian untukku. Aku memang sengaja mengikutinya karena mengapresiasi panitia yang sudah memberikan kesempatan bagi banyak penulis hebat untuk membagikan kisah. Semua yang mengikuti punya ciri khas, dan punya kisah yang memiliki badainya juga. Kita memainkan peran kita masing-masing, sesuai dengan skenario yang kita pilih dan akibat karma masa lalu yang kita buat.

------------

Ibuku bilang, kalau beliau berdoa agar hanya dikaruniai dua orang anak saja. Dan meminta agar itu sepasang, laki-laki dan perempuan. Kesulitan hidup yang ayah dan ibu rasakan, membuat ibu tidak ingin punya banyak anak. Tapi, ibu saat ibu tertidur di suatu malam, saat sedang mengandung Mikha, ibu mendapat mimpi, diberikan tiga anak bayi. Bayi yang pertama, laki-laki, bayi yang kedua, perempuan, bayi yang ketiga laki-laki. Ibu terbangun dari mimpi itu dan berdoa agar hanya dua anak saja yang dianugerahkan.

Ayah dan Ibu dalam awal kehidupannya berkeluarga, seperti mengulangi pola yang sama yang pernah terjadi kepada mereka, namun berganti perannya saja. Ya, mereka bersedia memberikan tumpangan kepada saudara mereka yang datang untuk bersekolah. Ayah dan Ibu pada awal membangun rumah tangga, bukan yang memiliki penghasilan yang besar. Namun pernah merasakan diterima dengan baik oleh orang yang bahkan tidak ada hubungan keluarga dengan mereka untuk menumpang, meski kadang hanya sebentar saja. Kesulitan-kesulitan yang dirasakan, membuat ayah dan ibu tidak ingin punya anak kandung, yang banyak.

Ya kesulitan-kesulitan hidup hanya seputar masalah finansial dan kadangkala ada pula tetangga-tetangga yang sering membuat onar di sekitar lingkungan tempat tinggal saat ibu dan ayah memilih untuk mengontrak rumah. Permasalahan hidup yang dialami pun hanya seputar membayar kontrakan rumah, biaya hidup sehari-hari, tagihan-tagihan listrik, air, dan juga memberi tumpangan ke sanak saudara yang pastinya, biaya makan sehari-hari dan juga memberikan ongkos kepada mereka untuk pergi sekolah atau kuliah. Ya, menurut ayah dan ibu, kehadiran mereka yang tinggal di rumah, memberikan dampak baik juga, bisa membantu pekerjaan rumah tangga.

Ada paman yang adalah saudara laki-laki ayah atau adik laki-laki, dan bibi yang adalah saudara perempuan ibu atau adik perempuan. Mereka bisa membantu memasak, pakaian mereka sendiri pun mereka cuci, bahkan kadang juga mencuci pakaian ayah, ibu, dan juga Mikha. Sebelum aku lahir.

Di saat aku lahir pun, aku sudah dikelilingi keramaian dalam rumah, dan seperti yang sudah diceritakan pada part sebelumnya, aku saat keluar dari perut ibu, hingga sebulan lamanya, aku tidak henti-hentinya menangis. Setelah melalui masa-masa tangisan "tanpa sebab" itupun ada lagi masa yang harus aku dan orang-orang yang tinggal di kota di mana kami tinggal. Ya kerusuhan. Masa-masa gelap, masa-masa Tuhan "mengijinkan" banyak hal mengerikan terjadi. Banyak yang direnggut paksa, di masa-masa itu. Pengalaman masa kecil yang menyenangkan namun tetap harus siaga. Masa di mana manusia lebih menyeramkan dari hantu. Tidak segan-segan membunuh, membinasakan, sesamanya yang berbeda keyakinan dengannya. Keji memang, namun Tuhan ijinkan terjadi. Dan manusia memang diberikan kehendak bebas untuk melakukan hal yang dirasa adalah kebenaran versi mereka, tanpa memahami bahwa yang berbeda pun punya kebenarannya sendiri.

Ya di masa-masa usia 2 tahun hingga 5 tahun, pasang-surut aku menjalani hidup di tengah kerusuhan yang mereda, bahkan timbul lagi. Pernah selamat dari kerusuhan. Selamat dari kebakaran kapal, insiden kapal terbalik, mobil dikira masuk jurang di malam hari, kecelakaan sepeda motor dan terseret jauh tanpa ada luka segores pun, dan semua itu dilalui bersama ayah. Namun saat diri ini selamat dari beragam insiden, saat bepergian bersama ayah. Ada saja hal yang harus kurasakan-mengalami sakit yang membuat diri ini di usia 4 atau 5 tahun merasakan kelumpuhan. Kritis dan tidak bisa bangun dari tempat di mana aku dibaringkan. Segala sakit yang kurasakan, didoakan oleh ibu. Saat itu, dokter hanya memberikan obat penurun suhu badan. Dan hanya dirawat di rumah.

Secara garis keturunan, paman yang adalah adik dari ayah, hanya mengkaji sisi keturunan dari ayah mengapa sampai kejadian atau insiden kecelakaan terus berulang saat aku bepergian dengan ayah. Namun dari sisi ibu tidak dikaji. Sebab ibu pun minim akan pengetahuan akan kehidupan leluhurnya di masa lalu. Dan dengan kuasa Tuhan yang kami sembah, ikatan leluhur yang mungkin membelenggu aku untuk mati dipatahkan. Energi tidak dapat mati, namun dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dan Yesus Kristus sudah menanggung segala kutuk yang seharusnya aku tanggung karena karma leluhur yang bertahan hidup di jamannya dengan jalan yang mungkin saja menumbalkan keturunan.

Lihat selengkapnya