Saat aku kelas 3 SMA, teman SD-ku meninggal. Dia sangat pintar dan meninggal di usianya yang ke 18 tahun. Dan reuni dengan teman-teman SD pun terjadi. Kita tidak begitu terpisah sebenarnya, karena ada beberapa yang masih satu SMP dan SMA denganku, hanya saja benar-benar semuanya terkumpul di reuni itu.
Aku bertemu dengan teman SD-ku yang laki-laki. Namanya Raka. Ingatannya tentang kenanganku dengan Raka memang sudah lumayan terlupa oleh ingatanku. Dan di situlah kita bertemu.
"Yang perempuan-perempuan ini tambah cantik saja setelah sekilan lama tidak berjumpa," ucap Raka.
Teman perempuanku, Mila berinsiatif untuk membuat grup alumni via BBM (Blackberry Messenger) agar kita bisa saling berkomunikasi. Maka di situlah Raka menyimpan PIN BBM-ku dan dia meminta nomor HP-ku. Kita pun saling berkomunikasi.
Raka kembali membangkitkan ingatan lamaku, tentang kisah kita. Aku pun terkejut karena memang sudah benar-benar lupa.
"Bisa gak, aku menelepon?" tanya Raka via chat BBM
"Hmm, mau ngobrol apa?" balasku
"Gak usah sok sibuk, jangan terlalu sombong deh Lil. Emang nanti ada yang marah ya, kalau aku telepon?" desak Raka
"Gak ada. Yaudah telepon aja."
"Hai Lith. Lagi ngapain?" tanya Raka via telepon
Obrolan berlanjut hingga membahas masa lalu
"Ingat gak, aku selalu tidur di pahamu, waktu kita kelas 1 SD," ucap Raka mengobrol lewat telepon.
"Emang pernah kita begitu?" tanyaku
"Wah udah lupa dia ini. Ya pernah lah. Aku sering malah tertidur di pahamu. Ya naruh kepalaku di pahamu. Kan dulu kita diatur duduk laki-perempuan supaya tidak ribut," jelas Raka.
"Oh iya. Baru ingat. T'rus Bu Ana, waktu mau membangunkanku, aku bilang "Jangan bu, Raka lagi tidur, biarkan saja. Ahaha," ucapku yang kembali mengingat kenangan dulu.
Memang Raka mengalami masa-masa terberatnya sejak masih kecil. Di usianya yang masih 6 tahun, dia menceritakan dengan begitu detail peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh Ibunya. Tanpa ada ekspresi kesedihan atau tetesan air mata. Dia menceritakan semuanya padaku.
Ibunya bunuh diri dengan cara membakar diri, karena depresi tidak diterima oleh keluarga ayahnya Raka. Ayah dan Ibunya tidak menikah secara resmi. Jadi Raka tinggal bersama Ibunya. Sesekali aku melihat Ayah dan Ibu Raka menjemput Raka seusai sekolah. Wajahnya Raka mirip dengan Ibunya. Aku perlahan-lahan mengingatnya.
Maka karena Raka sudah merasakan kenyamanan saat bercerita denganku, ia tidak sungkan langsung menaruh kepalanya di pahaku dan tertidur. Kadang aku membangunkannya jika proses belajar-mengajar dimulai.
Raka tampaknya memang menyukaiku.
Dia bahkan menanyakan aku mau makan apa, dan dia membawakannya untukku. Sampai pada akhirnya, dia menanyakan apakah dia mau berpacaran denganku. Aku menolaknya. Karena aku sudah menganggapnya sebagai teman dekat sejak kita masih kecil. Dia tetap memaksa, tapi aku tetap menolaknya.
Ya upayanya untuk membelikanku makanan, adalah caranya untuk menjadikanku sebagai pacarnya dia. Tapi sejak aku menolaknya, komunikasi kita tetap terjalin, dan dia berjanji suatu saat akan datang melamarku dan dia akan berusaha untuk bekerja hingga dia mapan. Aku tidak terlalu serius menanggapi janjinya itu. Ya aku merasa, keputusan orang bisa saja akan berubah-ubah ke depannya. Dan setelah itu, ya dia menjalin hubungan dengan cewek lain. Aku pun tidak merasakan kecemburuan soal itu, karena dari awalku aku tidak ingin menjalin hubungan serius dengannya.
Dia memang memilihku yang sudah cukup tahu tentang latar belakang keluarganya. Gak masalah, itu bagian dari pilihannya. Dan aku pun punya pilihan. Ya dia berjuang dengan wanita lain dan itu bukan aku. Dengan lika-liku hidupnya yang cukup berat, aku menolak menjadi bagian itu. Bukan karena itu alasan utamanya. Saat aku menceritakan kedekatanku dengan salah satu temanku yang satu SMA dengan Raka, dia melarangku untuk berpacaran dengan Raka karena Raka memiliki gaya hidup yang cukup liar. Ya dengan kehidupan keluarganya yang seperti itu, tidak heran mengapa dia begitu. Meski dia memang tinggal dengan Paman dan Bibi yang sangat menyayangi dia dan adik perempuannya. Dan aku benar-benar makin yakin atas keputusanku.
Aku menolak Raka. dan perlahan Raka menghilangkan jejaknya dan tidak lagi menghubungiku. Kemudian aku berpacaran dengan temanku semasa kecil. Bernama Rey. Awal kita kenal saat Rey datang bermain di kompleks sekitar rumahku. Karena Rey tinggalnya di kompleks rumah yang berbeda. Kita bertemu saat aku berlibur di pantai bersama teman-teman SD-ku. Dan dia datang menghampiriku, meminta nomor HP dan PIN BBM. Komunikasinya semakin intens, dan dia menanyakanku untuk berpacaran dengan dia, dan aku mau. Itu terjadi di awal aku masuk kuliah, dan Raka memilih untuk bekerja, di bidang bangunan. Karena dia lulusan SMK Jurusan bangunan dan jasanya sering dipakai para pengusaha untuk menggambar bangunan rumah. Karena kesibukannya ini, dia memang sering bepergian.
Hubungan kita berjalan, tanpa adanya konflik yang berat. Meski dia bepergian dia selalu membawakanku makanan khas daerah yang dia datangi. Namun suatu saat, Rey tiba-tiba menghilang. Sulit untuk dihubungi. Dan tidak lagi mengabari sama sekali. Sekitar 3 bulan lamanya. Aku pun belum pernah pergi ke rumah Rey dan aku tidak mencarinya. Dan aku sama sekali tidak tahu kontak keluarganya Rey, karena kesibukannya dia, dia tidak sempat mengajakku datang ke rumahnya dan memperkenalkanku dengan keluarganya.