All About Him

Chika
Chapter #1

Si Ratu Catur

Sunshine, Alvina

Hidup ini penuh dengan teka-teki. Satu per satu pintu kehidupan muncul.

Ketika ingin melangkah, tak sadar bahwa sebenarnya terkunci. Mulailah mencari-cari kunci, membuat cepatnya waktu berjalan dan ketika tersadar, ternyata sudah 7 tahun waktu berlalu membuatku tidak bisa melihat kenyataan bahwa banyak waktu yang terbuang oleh karena dirimu.

 Aku masih teringat jelas di saat kita bermain catur dimana dirimu tersenyum bangga ketika aku berusaha mengalahkanmu.

Senyummu memberiku kekuatan untuk ku menggapai lebih. Lebih dari apa yang aku kira. Sampai catur sang raja hitam pun gugur sama seperti ayah yang gugur dalam papan kehidupan.

Mimpi itu masih terulang di kepalaku disusul dengan suara ayah memanggil namaku. Ketika detik-detik terakhir ia meninggal.

Suaranya yang serak masih terngiang-ngiang di kupingku membuatku terbangun di pagi hari yang cerah. Tidak terasa sudah waktunya sekolah lagi. 

Wangi aroma daging asap dan teh membuatku bersemangat untuk menuruni tangga. Aku pun turun dan melihat ibu sedang sibuk menyiapkan sarapan sambil tergesa-gesa mengangkat daging asap dengan spatula.

Aku pun duduk dan Ibu menaruh daging asap ke piringku.

Aku menatap daging itu. "Dagingnya overcook." Menoleh kearah ibu.

"Well, Vina. Selama ini yang masak itu Ayahmu tapi meskipun begitu Ibu tetap belajar."

Ia tersenyum. Aku berkata, "Tidak apa-apa, lagipula kita masih ada stok daging asap banyak." Kami berdua tertawa.

Aku langsung menghabiskan sarapan dan beranjak pergi.

Ibu dengan cepat menaruh gelasnya dan hendak memelukku namun dering telepon berbunyi.

Ibu dengan cepat mengambilnya sembari mengucapkan, "Bye Vina. Goodluck."

Aku membalasnya dengan senyuman dan membuka pintu. Hatiku berkata untuk memeluknya sebelum berangkat, namun diriku enggan untuk melakukannya.

Bukan karena aku membencinya hanya saja ketika ayah pergi rumah serasa gelap dan sunyi membuat hubungan kami berdua semakin jauh.

Sambil berjalan kaki, aku melihat kearah langit. Dalam benakku, aku bertanya seperti apakah kehidupan di atas sana. Apakah sehampa ini?

Ketika sudah dekat pintu gerbang sekolah tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang. Deg! jantungku berdebar.

Aku menengok, ternyata itu Layla. "Jangan bengong nanti nyasar loh." Senyum Layla.

"Nyasar kemana? memangnya serumit itu jalan menuju sekolah." Aku mengernyitkan dahi.

"Ya, kalau menurut aku jalan menjadi instagram seleb itu lebih rumit daripada jalan ke sekolah," sahut Layla.

Aku menggeleng kepala dan kami sama-sama masuk ke kelas X IPA 2. Jujur hari senin adalah hari yang palingku nanti. Karena hanya hari senin ada kegiatan ekskul.

Waktu menunjukkan pukul 2.00 siang. Tidak terasa pelajaran sudah hampir selesai dan sebentar lagi waktunya ekskul.

Layla yang duduk di sebelahku sadar bahwa kakiku tidak mau diam sambil menanti bel berbunyi.

Dia hanya tersenyum dan berkata, "Ya ampun segitunya sama catur. Oh iya, entar mau update status twitter dulu, ah. Pakai hashtag si ratu catur love monday."

Aku tidak begitu peduli akan perkataan Layla yang jelas hanya catur tempat di mana semua kenangan dan kerinduan dapat tercurah. 

Aku masuk ke ruang catur sedangkan Layla masuk ke ruang musik. Aku mengambil papan catur yang masih tertutup rapih dan membukanya. Kutempatkan semua catur pada posisinya mulai dari pion sampai raja.

Sambil menunggu ada yang duduk dan bermain. Semua sudah duduk dan sibuk menyusun. Tidak ada yang mau duduk denganku. Sudah kuduga.

Aku wanita satu-satunya yang berada disini dan mereka selalu kalah ketika melawanku. Aku hanya diam dan menunggu. Sudah terbiasa aku berhadapan dengan situasi seperti ini.

Tapi ada yang tak biasa rupanya ada murid baru. Cowok itu duduk dengan santai sambil memakai earphone. Ia seperti berada di dunianya sendiri tanpa terkecoh oleh sekitarnya. 

Tak lama pak Ches masuk dan melihat sekeliling, ia terlihat senang ketika para murid sedang asyik main catur. Kemudian ia menuju kearah cowok itu. Cowok itu langsung membuka earphone dan berdiri.

"Kamu murid baru? Siapa namamu?"

"Alga. Pak," jawabnya.

"Ok, Alga. Kamu duduk sama ...." Melihat sekeliling.

"Oh itu! Alvina." Sambil menunjuk ke arahku. Ia langsung ke tempatku dan duduk. 

Aku melihat kearah catur yang sudah tersusun rapih dan melirik kearahnya. Ia hanya diam dan matanya terus menatap catur yang berwarna hitam. Ia seperti sedang menyusun strategi.

Tanpa kusadari ia berkata, "Kau putih kan? kenapa tidak jalan!" aku tersadar dan menggerakkan pion, ia membalas dengan catur yang sama. Sudah kutebak. 

Karena aku ingin menerobos daerah lawan maka aku menggerakkan gajah, ia membalas dengan pion. Kurang perhitungan.

Kesempatan seperti ini layak dimanfaatkan maka aku menggerakkan ratu. Aku berpikir ia akan bersitegang, tapi ia malah memajukan kuda. Ini terlalu mudah.

Lalu aku menggerakkan ratu dengan satu kali pukulan dan raja hitam pun gugur. Aku berkata, "Checkmate." Ia hanya tersenyum sinis dan beranjak dari tempat duduk. 

Edo yang duduk di bangku sebelah berkata dengan nada jengkel. "Si ratu catur menang lagi!"

Ada yang aneh dengan permainan hari ini, tidak seperti biasanya. Biasanya orang berusaha keras untuk mengalahkanku, tapi kali ini ia menyerah begitu saja.

Ini seperti ketika ayah dan aku bermain. Ayah selalu berpura-pura kalah sementara aku selalu mengambil alih semuanya.

Aku mencoba menyingkirkan semua ingatan itu dan meyakinkan diriku bahwa ia kurang berpengalaman.

Sementara Alga berpikiran lain. Ia berkata pada dirinya. "Tepat seperti apa yang kuduga." Sambil memasang kembali earphone-nya dan berjalan menuju kelas.

Hari-hari sekolah berjalan begitu biasa dan membosankan, namun pada hari rabu terjadi kehebohan yang membuat satu kelas takjub.

Sudah hampir setengah hari pelajaran tidak dimulai dan para guru sedang sibuk di ruang rapat. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan sampai memakan waktu hampir satu harian.

Sementara itu di ruang rapat. Pak kepala sekolah berjalan mondar-mandir sambil memegang handphone.

"Tidak bisa ditunda lagi! murid kami telah bersabar menunggu dan kami tidak bisa merelokasikannya lagi ke kelas lain. Sepertinya saya sudah cukup jelas." Lalu mematikan telepon.

Ia melihat kearah para guru yang sedang duduk mendengarkan dari tadi. "Bagaimana dengan surat perpindahan murid, apakah sudah sampai?" tanyanya.

Bagian administrasi menjawab. "Belum sampai, Pak. Kata pihak sekolah pengiriman surat tertunda akibat dokumen yang tidak lengkap."

Ia memijat batang hidungnya dan berkata, "Saya tunggu dalam dua hari. Kepala yayasan sudah menegur saya dan kita harus cepat." Oh ya, bagaimana dengan kelas? Apakah ada guru pengganti?"

Guru biologi menjawab. "Hmm ... begini Pak. Tidak ada guru pengganti yang tersedia karena kami kekurangan orang. Guru fisika sedang ditugaskan untuk ikut survei ke sekolah lain dan guru kimia sedang cuti melahirkan, sisanya sedang sibuk mengajar."

Ia menghela nafas panjang. "Kalau begitu, semua sudah jelas. Rapat ini dibubarkan."

Sementara di kelas. Layla sedang asyik sekali dengan handphone-nya sampai rasanya ia seperti sedang berada di rumah.

Pintu terbuka dan Mike masuk dengan membawa puluhan kertas fotokopi. Ia meletakkannya di atas meja guru dan menyuruh kami semua untuk mempelajarinya karena besok akan diadakan ulangan. Semua sibuk mengambil, tapi aku hanya duduk menunggu sampai antrian kosong. 

Ketika aku beranjak dari kursi, Mike mendekatiku dan memberikan kertas itu. Tanpa pikir panjang, aku langsung mengambil nya dan kembali duduk. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu, namun tertahan.

Layla yang dari tadi memperhatikan menggelengkan kepala dan berkata, "Kau memang pintar namun kau tidak sepintar itu dalam hal cinta."

Aku menghiraukan perkataannya dan mulai membaca. 

Tak lama, pak guru masuk dan meminta maaf atas kejadian hari ini, namun tanggapan para murid berbeda.

Ia lalu berkata, "Hari ini kita akan kedatangan murid baru. Seharusnya ia berada di kelas berbeda, namun karena pengiriman meja dan bangku tertunda maka ia sementara akan dipindahkan di kelas ini. Silahkan masuk, Alga."

Deg!

Aku tidak percaya bahwa cowok itu bisa berada di sini, di kelas ini. Alga pun masuk. Tapi kali ini penampilannya sedikit berbeda dari waktu itu. Ia memakai hoodie hitam polos dan rambutnya seperti tidak disisir.

Kalau boleh dibilang ia seperti baru bangun tidur. Untungnya ia duduk di bangku belakang sehingga aku tidak perlu melihat sosoknya yang menyeramkan itu.

Layla menyeletuk. "Jadi dari tadi hanya gara-gara ini?"

Pelajaran pun dimulai. Tapi setiap jam, menit, bahkan detik seakan berjalan lambat sehingga rasanya aku ingin cepat pulang.

Tidak hanya itu, aku merasa tidak nyaman seperti ada yang memperhatikanku. Namun ketika aku menengok kanan-kiri, semua sedang sibuk mengerjakan.

Ah, hanya perasaan saja. Mungkin hari ini aku kurang fokus.

Bel berbunyi.

Tring ... tring ... ! 

Akhirnya. Legaku. Aku merapihkan buku di loker. Sementara Layla menunggu jemputan.

Aku berjalan kaki pulang. Sepanjang jalan menuju rumah. Aku melihat kearah langit yang berwarna kuning oranye bercampur dengan pink keunguan.

Lihat selengkapnya