All About Him

Chika
Chapter #8

Ilusi

Sunshine, Alvina

Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Aku memeluk guling dengan erat. Aku baru saja menyatakan kejujuran pada Mike.

Apa aku benar-benar melakukannya atau aku hanya bermimpi. Tapi ada satu cara untuk membuktikannya.

Aku menampar kedua pipiku. Sakit! lalu mengelusnya. Sekarang Mike tidak akan menggangguku lagi dan Rashya akan berhenti mengerjaiku. Akhirnya, aku bebas. 

Aku sangat senang sampai aku lompat di atas kasur. Aku tidak kebayang bagaimana perasaan Mike yang ditolak olehku yang jelas aku tidak peduli.

Aku kembali berbaring. Rasanya sudah lama aku begini. Aku tidak pernah sebahagia ini sebelumnya. Semenjak … Ah, sudahlah!

Seperti balon yang ditiup tidak segera diikat, semangatku kempes lagi. 

Tapi kalau dipikir-pikir semua ini karena kehadiran Alga. Ia telah membuatku menjadi seperti ini. Dia tidak pernah menuntut balasan atau bahkan memintaku menjadi temannya.

Sarannya terngiang lagi. “Jangan mudah teralihkan." Aku memejamkan mata. Pikiranku dipenuhi oleh dirinya. Berikanlah aku gambaran diriku karena aku membutuhkannya.

Pagi telah menyambutku dan aku masih tidur. Aku bangun ketika mendengar bunyi barang jatuh.

Dukkk!

Aku melihat kearah jam, sudah setengah tujuh. Gawat.

Aku langsung menyambar kamar mandi dan bersiap. Lalu aku langsung turun, ternyata benda yang jatuh itu adalah gantungan kunci.

Aku tidak punya waktu untuk membenarkannya jadi aku menaruhnya di atas meja dan mengambil bekalku.

Aku harus lari. Tapi nanti kalau aku lemas lagi ...

Akhirnya, aku terpaksa jalan. Biarlah kalau telat yang penting aku sehat. Ketika aku sampai di pintu gerbang pak satpam yang biasa mengenalku langsung membuka pintu gerbang dan berkata, "Biasa ga telat, Neng."

Aku masuk dan tersenyum. Lalu aku langsung menuju lobi. Dari depan guru piket sudah berjaga sehingga aku tidak bisa kabur. Ada beberapa orang yang telat, mereka terlihat ketakutan tapi aku malah merasa biasa saja.

Aku tidak pernah telat karena rumahku dekat. Tak lama mereka mulai merapihkan seragam karena aku penasaran aku bertanya pada salah seorang dari mereka. “Hari ini yang jaga siapa?”

Ia berbisik. “Hari ini yang jaga Pak Rudi." Aku mengangguk. 

Aku tidak pernah diajar olehnya tapi aku pernah dengar kabar burung tentangnya bahwa ia sangat galak. Hukumannya yang paling berat adalah push up sambil makan kerupuk.

Ada lima orang yang terlambat termasuk aku. Aku menelan ludah. Tau begitu lebih baik aku lari daripada push up.

Sambil memegang kumisnya yang tebal ia memanggil satu per satu dari kami dengan suaranya yang lantang. “Mulai dari kamu!”

Secara bergilir kami menyebutkan, “Adi, Indah, Hanna, Alvina, Rey."

Ia melihat sekeliling lapangan. “Sudah tau kan kalau telat harus apa yang cowok push up dua ratus kali dan yang cewek bersihin lapangan."

Semua menjawab, “Iya, Pak." Lalu mulai bertugas. Untung saja.

Lapangan tidak kotor jika tidak diadakan acara hanya saja banyak daun berguguran. Kami bertiga memungutnya. Sebenarnya ini cepat kalau pakai sapu tapi kami tidak diberikan pilihan.

Hampir setengah jam aku membersihkan lapangan. Kakiku mulai pegal. Masih ada beberapa daun lagi. Pak Rudi dengan santai duduk mengawasi kami. Aku akan ketinggalan pelajaran pertama. Semua ini gara-gara aku bangun kesiangan.

Salah seorang dari kami duduk, kami berdua saling menatap satu sama lain. Tak lama pak Rudi berteriak menyuruhnya bangun. Ia menuju kearah kami dengan cepat.

Aku melihat tanda-tanda bahaya. Ia mengeluarkan isi karung. Daun yang sudah dibersihkan kembali berhamburan. Ia berteriak, “Bersihkan lagi!” lalu memarahi murid tadi. 

Semua perjuangan kami tadi sia-sia. Benar aku akan ketinggalan pelajaran hari ini mungkin sampai makan pagi.

Kedua kakiku sudah tidak tahan lagi dan punggungku mulai sakit. Aku benar-benar ingin duduk.

Sekarang pak Rudi duduk di tengah lapangan sehingga ia bisa melihat kami semua. Jalanku mulai sangat pelan. Aku harap ada yang menolongku. 

Tak lama pak Rudi dipanggil ke ruang guru. Ia pun pergi meninggalkan kami. Akhirnya, aku duduk. Wajah kami semua terlihat sangat lelah dan berkeringat.

Tiba-tiba ada yang menoelku. Aku kaget, ternyata itu Indah. Aku tidak mengenalnya karena ia tidak seangkatan denganku dan aku tahu namanya saat tadi berbaris. “Itu ada yang manggil," sambil menujuk ke belakangku.

Aku menengok, ternyata itu Alga. Ia melambaikan tangan. Aku tidak tahu harus berbuat apa jadi aku hanya tersenyum. Ia lalu pergi. Jadi dia hanya menyapaku.

Sebentar lagi makan pagi pak Rudi belum kembali dan sebelum kami pergi ke kelas kami harus izin dulu.

Tak lama bel berbunyi, waktunya makan pagi. Semua siswa bubar ada yang menuju kantin dan ada juga yang menuju lapangan. Bolehkah kami ikut atau tetap menunggu?

Lihat selengkapnya