—Sunshine, Alvina
Aku terbangun. Entah mengapa badanku langsung merasa segar. Biasanya badanku lemas tapi kali ini aku merasa diberikan semangat baru.
Aku langsung bersiap dan turun. Ibu sudah berangkat duluan dan seperti biasa aku mengambil titipannya. Aku menuju sekolah. Semoga saja hari ini aku dikuatkan.
Lalu aku masuk ke dalam kelas. Mike sudah pulih tapi hidungnya ditempelkan kain kasa. Hari ini mungkin hari terbaikku. Rashya tidak masuk karena izin. Tanpa Rashya mereka tidak bisa berbuat apa-apa dan aku aman.
Setelah aku duduk Layla berbisik padaku, “Vin, si Mike kenapa?”
Aku menjawab, “Berantem sama Alga kemarin."
Ia mengangguk. “Oh, pantas aja. Ya Tuhan disaat aku sakit malah ada kejadian heboh." Untung dia tidak bertanya soal apa.
Tiba-tiba handphoneku berdering. Ada telepon. Aku melihatnya. Alga?
Aku menolak panggilannya dan menulis pesan. “Kenapa telepon?”
Ia mengetik, “Pas makan pagi bisake kantin? soal tugas fisika hari ini."
Aku mengetik, “Ok." Lalu aku mengaktifkan mode silent.
Aku harus membantu Alga. Ia tidak bisa dibiarkan begitu saja. Aku harus memberinya banyak pelajaran. Bel berbunyi tandanya pelajaran dimulai.
Hari ini suasana kelas sangat tenang, padahal yang izin hanya satu orang. Aku sibuk memikirkan cara mengajari Alga agar ia paham.
Rasanya aku sudah mengajarinya dengan jelas. Kenapa dia tidak paham-paham? kalau aku jadi dirinya aku lebih memilih IPS dibanding IPA.
Banyak pertanyaan di kepalaku dan bel menyadarkanku. Layla yang dari tadi memperhatikanku bertanya, “Mikirin apa, Vin sampai bengong begitu? mikirin dia, ya?"
Aku tersenyum. “Aku mau ke kantin dulu."
Layla berdiri. “Ikut!” aduh gawat.
Aku langsung menahannya, “Aku sebentar kok, La. Nanti aku kesini lagi."
Layla kembali duduk. “Ok." Aku tidak menjamin sebentar pasti akan memakan waktu.
Aku menunggu di depan loker. Alga mana sih? baru saja aku mau mengirim pesan. Alga sudah keluar dari kelas. Ia menyuruhku untuk mengikutinya.
Kami berjalan menuju kantin karena aku tidak mau mencari sensasi maka aku jalan di belakangnya. Sesampainya di kantin kami diam melihat begitu banyak orang. Tidak mungkin disini.
Aku mengusul, “Gabisa disini terlalu ramai."
Ia menjawab, “Betul." Tidak mungkin juga di kelas karena ada Layla.
Ia lalu berbalik. “Ikut aku." Aku pun mengikutinya. Jangan di kelas. Kumohon.
Aku pikir ia hendak naik, ternyata ia malah menuju lapangan. Kami berdua menyeberangi lapangan menuju gazebo. Ini lebih baik dibanding di kelas.
Ada yang bermain bola tapi itu tidak masalah karena semuanya laki-laki. Kami duduk. Ia membuka buku tulis dan menunjukkannya padaku. Aku melihatnya ada sekitar sepuluh soal yang tidak ia jawab dan sisanya benar.
Aku curiga karena soal yang ia jawab lebih sulit dibanding yang tidak ia jawab. Aku langsung menyimpulkan. “Ini itu rumusnya pakai modulus elastisitas dan modulus young."
Ia hanya manggut. Ketika aku menyuruhnya untuk mengerjakan ia malah membolak-balikkan buku catatannya.
“Sini, deh." Aku menuliskan rumusnya.
Ia memperhatikannya dengan serius lalu aku memberinya contoh.
“Ngerti, ga?" tanyaku. Ia hanya mengangguk dan mengerjakan soal.
Aku diam mengawasinya. Ada yang memperhatikanku dan aku langsung menengok, ternyata itu Mike.
Sakin sibuknya aku sampai lupa kalau Mike sedang main basket. Ia melihatku bersama Alga. Wajahnya langsung terlihat murung.
Ini akan mengundang kesalahpahaman, padahal tujuanku duduk disini adalah mengajari Alga tanpa mengundang sensasi. Sekarang kemana pun aku berjalan aku selalu menjadi pusat perhatian.
Aku melihat Alga. Ia sedang serius mengerjakan walaupun beberapa kali ia diam tapi setidaknya ia mau berusaha.
“Sabtu nanti aku kosong jadi kita bisa belajar bareng. Supaya tidak ketinggalan aku tambahkan materi lainnya." ucapku. Ia hanya mengangguk.
Aku melihat jam tangan, sudah dua puluh menit aku disini nanti kalau Layla marah bilang saja ngantri.
Melihatku, Alga menyuruhku masuk duluan. “Balik aja."
Aku berdiri dan pergi. “Ok."
Aku menuju kelas. Ketika aku masuk ke dalam kelas Layla menanyaiku, “Kok, lama banget sih, Vin?”
Aku beralasan, “Tadi ngantrinya panjang."
Ia geleng-geleng. "Untung aja tadi bawa bekal kalau engga kapan makannya." Untung dia percaya. Aku duduk dan tak lama Alga masuk.
Bel berbunyi pelajaran dimulai kembali. Pak Rawles masuk. “Bagi yang tidak mengerjakan tugas harap maju dan yang mengerjakan tugas tolong dikumpulkan di depan."
Semua orang langsung maju mengumpulkan di meja guru. Tidak ada yang tidak buat karena hukuman pak Rawles bisa sampai begadang.
Pak Rawles menghitung buku tulis lalu ia mulai mengajar. Aku suka fisika walaupun banyak hitungan dan rumus. Menurutku mereka itu unik dan susah ditebak.
Aku menyukai hal yang berbau tantangan karena itu memicu adrenalin dan rasa ingin tahu sama seperti orang yang menyukai hal extreme. Mereka sengaja mencari tantangan bahkan kadar kenekatan hanya untuk hobi.
Andai suasana kelas setiap hari begini. Hari ini adalah hari jumaat, hari terakhir sekolah. Akhirnya, aku bisa bebas tapi aku tidak bisa sebebas itu. Masih ada yang harus dikerjakan.
Besok aku ada janji dengan Alga hanya saja dia lupa menjanjikan waktunya terpaksa aku harus menanyainya. Bel berbunyi waktunya pulang sekolah. Semua orang tampak senang.
Aku membereskan buku. Aku harus bawa buku fisika buat ngajarin Alga besok. Aku menuju lobi dan menunggu Alga.
Semua siswa bubar ada yang menuju parkiran dan ada juga yang nongkrong. Aku mencari Alga di tengah kerumunan. Semoga saja dia tidak pulang duluan.
Seperti biasa ia memakai earphone dan hoodie sambil membawa helmnya.
Aku memanggilnya, "Alga!"
Ia menengok. “Besok jam berapa?” tanyaku.
Ia diam sejenak lalu berkata, “Jam sebelas siang."
Aku menjawab, “Ok." Lalu berjalan pulang.
Sepulangnya dari sekolah aku langsung mengerjakan tugas untuk hari senin kemudian di waktu luang aku bermain handphone.
Layla menge-chatku, “Sumpah, Vin. Kamu harus lihat gambar ini."
Aku melihatnya. Itu hasil screenshot dari IG Layla, Rashya membuat status. “Kenapa mata ini tidak mau berhenti menangis."
Aku mengetik, “Itu alasan kenapa hari ini dia ga masuk?”
Layla membalas. “Yes of course. Si ratu cantik mana mungkin mau ke sekolah dengan mata bengkak begitu. Bisa-bisa satu IG ngomongin dia."
Di satu sisi aku merasa senang tapi di sisi lain aku merasa kasihan jadi aku hanya menjawab, “Oh, ok." Tidak perlu aku membalas karma sudah membalas mereka.
Aku bukan tipikal orang yang suka membalas dendam tapi aku hanya ingin dia merasakan apa yang kurasakan agar kedepannya ia tidak mengulanginya lagi.
Aku mulai bosan jadi aku berhenti main handphone. Disaat seperti ini aku mengisi kebosananku dengan bermain catur.
Aku mengambil papan catur dari rak buku lalu membukanya dan menyusunnya satu per satu sesuai posisi mereka.
Kemudian aku mulai bermain karena tidak ada teman main maka aku menjalankannya sendiri. Lama kelamaan bosan juga.
Kalau catur bosan aku baca buku saja. Aku mencari buku yang menarik lalu aku membacanya.
Ibu mengetuk pintu.
Tok..tok..!
“Vina." Panggilnya.
Aku membukanya. “Iya, Bu?"
Ibu mengintip. “Kamu lagi ngapain?”
Aku menjawab, “Aku lagi baca buku. Emang ada apa, Bu?”
Ibu tersenyum tapi kedua tangannya berada di balik badannya. Ia menyembunyikan sesuatu.
Aku penasaran. Ibu menunjukkannya, ternyata masker muka. “Tadi Ibu lagi shopping, kebetulan ada promo masker buy one get one jadi Ibu beli, deh."
Ia memberikannya padaku. “Oh, yaudah nanti aku pakai."