All About Him

Chika
Chapter #12

Dark Days

Sunshine, Alvina

“Ini pakai rumus modulus bulk!” ngigauku. Semua badanku penuh keringat. Aku bangun dan mengipas wajahku dengan kedua tanganku. Panas.

Kamarku gelap gulita hanya ada cahaya dari langit subuh. Aku bangun dan menyalakan lampu. Tidak nyala pasti mati lampu. 

Aku mengambil handphone dan menyalakan senter. Aku membuka pintu kamar dan mencari ibu. Semuanya gelap dan tidak ada cahaya sama sekali.

Aku menelan ludah. Ini seperti rumah hantu. Aku berjalan menuju lorong sambil memegang senter handphone. Kuharap tidak ada yang mengagetkanku. Aku sampai di depan pintu kamar ibu. 

Aku membuka pintu dengan perlahan. Kamar Ibu gelap gulita karena gordennya ditutup. Aku menyorot senter kearah ranjang. ibu masih tertidur, sakin lelahnya ia tidak sadar kalau sekarang mati lampu.

Aku menutup pintu kamar dengan pelan lalu turun menuju dapur. Aku menaruh handphone di meja dan mengambil gelas. 

Tiba-tiba ada yang lewat di belakangku. Aku menengok. Tidak ada orang. Mungkin aku masih ngantuk jadi aku berpikir yang tidak-tidak.

Aku menuang air dan meminumnya lalu menaruh gelas di meja. Ada suara piring bergeser. Seluruh badanku langsung merinding.

Aku mengambil handphone dan menyorot senter itu ke rak piring. Jantungku berdebar, aku memperhatikan rak itu. Ada yang bergerak. Semoga bukan hantu.

Ia menyenggol piring itu lalu kepalanya muncul. Aku teriak. Tikus itu ketakutan dan lari menuju lantai.

Aku lari menaiki tangga. Untung hanya tikus. Aku menyorot senter ke lantai. Tikus itu sudah pergi. Aku langsung naik dan masuk ke dalam kamar. Aku tidak menutup pintu karena panas. 

Aku mengelap semua keringatku dengan tissue lalu aku membuka gorden. Aku melihat jam, masih jam empat pagi. Dua jam lagi aku berangkat.

Aku duduk di ranjang dan menyalakan handphone. Aku tidak berani mematikan senter handphone karena aku tidak mau ada jumpscare lagi.

Sudah cukup tikus menakutiku jangan ada hal lain lagi. Lagi pula sudah lama sekali aku tidak melihat IG. 

Aku membuka IG, ternyata ada banyak notifikasi. Kebanyakan dari Layla yang selalu mention dan ada juga dari teman-teman Rashya.

Aku tidak suka yang paling akhir, ternyata selama ini mereka tidak hanya menerorku di kelas tapi juga di IG. Banyak caci maki dan hinaan yang malas kubaca.

Aku melihat friend request, ada satu orang dari akun @ISEEYOUVINA. Ok. Ini baru seram.Aku melihat akun itu. Tidak ada followers, following, dan postingan. Ini akun baru yang dibuat hanya untuk menerorku. Mereka sangat luarbiasa tapi maaf, aku tidak akan membiarkan itu terjadi. 

Aku memencet tombol decline. Kalau aku jadi mereka aku memakai akun penyamaran yang tidak kelihatan tapi sayangnya aku bukan mereka dan aku tidak akan pernah menjadi mereka.

Aku berbaring. Pikiranku tertuju pada kejadian kemarin. Dimana aku pulang seperti seorang pemenang. Aku tersenyum mengenang kejadian itu dan tanpa kusadari aku tertidur lagi. 

Sinar mentari memasuki kamar. Aku terbangun. Bajuku banjir keringat. AC tidak nyala, ternyata masih mati lampu.

Aku mengambil handphone dan menyalakan senter lalu masuk ke dalam kamar mandi. Setelah itu aku mengambil tas dan turun.

Cahaya matahari masuk lewat jendela sehingga menerangi seisi ruangan. Ibu sudah berangkat duluan karena mati lampu jadi dia menitipkanku uang jajan. 

Aku melipat uang itu dan menaruhnya di saku. Aku berangkat. Kuharap sekolah tidak panas karena mati lampu.

Ketika aku memasuki gerbang sekolah, aku kaget melihat parkiran motor yang masih sepi, padahal sudah jam 06.30 pagi seharusnya ramai.

Aku naik ke kelas. Di kelas yang baru datang hanya ada sepuluh orang. Sisanya belum datang termasuk Layla, Alga, dan Rashya. Aku menaruh tas di meja dan mengambil buku di loker.

Ketika aku sampai di depan pintu, Mike masuk. Kami saling berpapasan. Gawat. 

Aku langsung memalingkan muka. Ia berkata, “Hari ini anak osis izin lagi. Mau persiapan bazar."

Aku tidak mau menatapnya jadi aku hanya manggut. Ia lalu pergi balik ke mejanya.

Kalau hari ini ada persiapan maka lapangan dipakai termasuk gazebo. Berarti hari ini aku tidak bisa mengajari Alga.

Semangatku langsung berkurang. Aku hanya tidak mau ia ketinggalan pelajaran karena hidupnya sudah menderita. Jangan siksa dia lagi dengan pelajaran.

Pokoknya hari ini aku harus mengajari Alga, bagaimana pun caranya. Aku mulai mencari tempat sepi di sekolah.

Semakin lama, semakin banyak siswa yang berdatangan. Belum ada tanda-tanda Alga. Mungkin ia telat hari ini. Semua siswa sudah masuk, kecuali Alga.

Aku melihat jam tangan. Ia telat lagi. Mike dan Edo sudah keluar kelas. Osis. Aku mengikuti mereka. Rashya menatapku dengan sinis. Aku tidak peduli karena aku juga anggota osis.

Kami bertiga menuju ruang osis. Semua sudah berkumpul. Ketua osis lalu menyampaikan, “Kerja bagus untuk kalian yang datang hari ini karena hari ini adalah hari pertama persiapan bazar. Persiapan akan dilangsungkan selama tiga hari ini. Jadi dimohon untuk selalu hadir, kecuali sakit keras."

Kami semua menuju lapangan. Masing-masing dari kami mempunyai tugas. Tugasku adalah membantu saat diperlukan. Aku sama sekali tidak terbebani karena tugasku yang sedikit. Mungkin mereka sengaja karena mereka mengetahui riwayat kesehatanku.

Jadi selama setengah hari ini kebanyakan aku hanya duduk dan mengawasi kerja para anggota osis lainnya. Kadang kalau mereka kurang orang, mereka menyuruhku untuk mengambil barang atau menyampaikan kabar pada guru.

Aku melihat jam tangan, jam menunjukkan pukul 11.30 siang. Setengah jam lagi break, karena kami super sibuk ketua osis hanya memberi kami waktu istirahat satu kali.

Perutku keroncongan, aku belum makan dari pagi karena mati lampu. Bersabarlah perut. Lama-lama aku jadi sakit perut. Ketua osis menghampiriku. “Muka kamu kok pucat? sudah lapar memangnya?”

Lihat selengkapnya