—Sunshine, Alvina
Aku bangun karena melihat muka Alga yang menatapku begitu heran lalu ia berkata, “Bangun."
Sosoknya begitu nyata sampai aku lupa bahwa itu hanya kilasan memori. Aku bangun karena kaget. Aku pikir dia ada disini.
Tapi kalau ia benar ada disini aku akan sangat malu. Aku tidak akan membiarkannya melihat mukaku yang tidur begitu pulas untuk kedua kalinya. Aku bersiap untuk mandi dan makan. Setelah itu aku berangkat.
Entahlah apa yang ada di pikiranku saat ini sampai Alga muncul di dalam tidurku, padahal aku sedang tidak memikirkannya.
Aku menuju kelas. Layla menyambutku. Ia ingin memelukku tapi aku mencegahnya. Aku tidak mau membuatnya tersinggung jadi aku hanya tersenyum. "Kenapa, La?” tanyaku.
Ia lalu berkata, “Aku maafin kamu kok, Vin. Terus aku juga minta maaf gara-gara aku ganggu kamu saat kamu lagi tidur waktu itu."
“Iya aku maafin. La," ujarku. Aku tersenyum.
Ia membalas senyumku. “Yeah. Akhirnya, Vina mau maafin aku."
Ia lalu duduk dan memainkan handphonenya. Pagi ini aku ada ulangan biologi. Aku mengerjakannya dengan penuh semangat karena aku sudah belajar kemarin malam.
Bel berbunyi, aku mengumpulkan ulanganku di meja guru. Setelah itu waktunya break. Aku makan dan kali ini Layla mengajakku ngobrol. Ia bercerita tentang apa yang terjadi di instagram dan media sosial lainnya.
Bel berbunyi, saatnya memulai pelajaran. Pelajaran kedua adalah PKN. Ibu guru masuk.
Ia membuka buku PKN dan melihat kami semua. “Hari ini ada kerja kelompok dari materi bab empat. Hasilnya akan dipresentasikan ke depan."
Semua orang sibuk mencari kelompok. Aku melihat kearah Layla, ia lalu memanggil Alga, “Alga, sini kemari."
Alga berdiri dan menuju kami. Layla mendorong meja dibantu Alga. Tadinya Layla duduk di sebelahku tapi Alga langsung menyambar kursi Layla, terpaksa Layla duduk di depan kami.
Kami semua membuka buku PKN dan membaca soal. Layla membuka buku tulisnya. “Nanti tulis jawabannya di buku ini, ya."
Aku menjawab, "Iya."
Sedangkan Alga hanya mengangguk. Layla mulai menulis jawabannya. Kami berdua hanya diam dan berpikir. Alga diam-diam memperhatikanku. Lama-lama aku sudah terbiasa dengan gerak-geriknya yang aneh.
Baru saja Layla menulis, ibu guru menyuruh kami menulis jawabannya di kertas A4 supaya mudah diperiksa.
Layla kesal. “Aduh. Baru aja nulis udah disuruh ulang."
Ia lalu bertanya pada kami, “Kalian ada kertas A4 ga, cause I malas ke loker."
Aku menengok kearah Alga, ia tidak berkata apa-apa. Artinya ia juga tidak punya.
Layla semakin kesal melihat respon kami yang lambat. “Faster guys. Kalau engga ada langsung jawab, kek. Ga perlu saling tatap-tatapan."
Ia lalu berdiri dan menuju loker. Kaki kananku tidak sengaja menyenggol sepatunya. Ia lalu mendekatkan sepatunya. Sekarang sepatu kami saling menempel.
Aku merasa kalau ia sengaja melakukan itu. Mukaku merah. Lalu tanpa kusadari, aku menaikkan kakiku diatas kakinya. Kalau dilihat, aku seperti menginjak sepatunya, padahal kami saling berpegangan tangan walau kali ini bukan tangan tapi kaki.
Jantungku berdebar. Hatiku seperti ingin mengatakan sesuatu tapi aku tidak mau mendengarnya. Alga melihatku dengan tatapannya yang mempesona persis seperti di dalam mimpiku.
Aku membalas tatapannya. Mata kami saling bertemu dan ada sesuatu yang terjadi. Mungkin sesuatu yang tidak kumengerti. Sesuatu yang baru kurasakan sekarang bahkan selama aku hidup.
Layla masuk dengan membawa kertas A4. Ia kelihatan kesal. Ia duduk dan mulai mengoceh, "Tau ga, sih? aku tadi ke loker dan tiba-tiba ada kakak kelas yang aku ga deket ngeledek aku gara-gara aku sering update status IG. Sumpah aku kesel bukan main guys dan aku bakal unfollow dia."
Kami ingin tertawa mendengar ocehan Layla yang lucu tapi aku menahannya karena aku tidak mau membuat Layla marah lagi.Laylamenulis sambil menahan emosi. Ia cemberut dan ketika salah seorang dari kami bertanya, ia menjawabnya dengan ketus.
Tapi sikapnya Layla justru mengundang tawa. Kalau saja ini terjadi di rumah Alga, aku pasti sudah tertawa terbahak-bahak sampai sakit perut. Sayangnya aku tidak bisa melakukan itu karena aku sedang di kelas.
Aku harus jaga sikap. Mungkin itu adalah alasan mengapa aku bisa begitu terbuka di depan Alga.
Layla memberikan kertas itu pada Alga. Ia diam lalu menggeser kertas itu padaku.
“Ladies first," ucapnya. Aku mengambil kertas itu dan mulai menulis.
Layla yang semula cemberut jadi berubah ketika mendengar Alga berbicara. “What? Alga bisa bicara akhirnya. OMG! ternyata kamu itu gentle juga walaupun seram."
Alga mengaruk kepalanya, ia tidak tahu harus bilang apa. “Boys like you pasti bakal dapat cewek, deh. Udah sopan, pendiam lagi. Ih aku jadi kepo nich. You single apa udah punya date?” tanya Layla usil.
Layla langsung menghardiknya tanpa berbasa-basi. Ia menggeleng. “Ada seseorang yang kutunggu," jawabnya.
Layla terkejut sampai rahangnya terbuka lebar. “Alga ternyata diam-diam caper. Ah! gajadi suka," lontar Layla. Alga hanya tersenyum.
Entah mengapa aku jadi ilfeel mendengar ucapan Layla tadi. Aku marah jika ada yang mendekati Alga. Bukan karena dia pacarku tapi dia adalah temanku.
Mungkin teman satu-satunya di dalam hidupku. Teman hidup. Jadi aku tidak mau kehilangan dirinya atau dia pergi mencampakanku dengan alasan bahwa aku membosankan. Jawabanku kurang mengena tapi setidaknya masuk akal.
Aku memberikan kertas itu pada Alga, ia mengambilnya tapi kelingkingnya menyentuh ibu jariku.Tangannya sedingin es. Seolah dia baru habis terkena tumpukan salju. Aku ingin bertanya karena aku khawatir tapi tidak di depan Layla.