—Sunshine, Alvina
Hari ini aku seperti dirasuki oleh emosi yang tak tertahankan. Sesampainya di sekolah, aku duduk. Pikiranku dipenuhi oleh darkweb.
Selama ini ayahku tidak pernah bercerita apapun, ternyata ada bahaya yang menyelimuti dirinya selama ini tapi ia masih bisa bersikap tenang seolah tidak terjadi apa-apa di depan kami berdua.
Mungkin dia sengaja bersikap begitu karena ia ingin melindungi kami berdua. Semakin banyak yang kuketahui maka semakin bahaya diriku. Aku tidak akan melakukan apa yang ayahku lakukan dulu.
Aku harus bermain aman. Aku hanya mengaitkan darkweb dan mengumpulkan bukti agar kasus ayahku bisa kembali di investigasi.
Aku hanya ingin meneriakan keadilan. Keadilan bagi diriku, ayahku, dan ibuku. Agar arwahnya tenang di Surga dan pengorbanannya tidak sia-sia. Aku harus melakukannya demi ayahku.
Bel berbunyi, pelajaran pertama adalah fisika. Ulangan kali ini sulit tapi aku bisa mengerjakannya. Pelajaran berjalan seperti biasa.
Rashya dan kawan-kawan tidak lagi mengejekku, Layla masih marah padaku, dan Alga tidak berbicara apa-apa.
Hari ini tidak ada pr jadi aku bisa mencari informasi mengenai darkweb. Aku pulang. Ibu tidak ada di rumah. Mungkin ia pergi ke supermarket.
Sebelum ia pergi, ia masak dulu jadi aku bisa makan. Aku makan dan naik keatas untuk mandi. Setelah mandi aku mengambil berkas ayah di laci. Lalu membaca ulang berkas itu, ternyata ada satu hal yang kulewatkan, yaitu sebuah memo kecil berwarna kuning.
Aku membacanya,
"Username : Merlinmastercoding Password : 200878."
Ia pelupa. Aku mengambil memo itu dan menuju ruang kerja ayah. Aku duduk dan menyalakan komputer. Aku diam menatap komputer itu. Aku tidak tahu harus kemana.
Aku mencari di finder dan mengetik “Darkweb." Tidak ada aplikasi atau kata-kata yang bertulisan darkweb. Akhirnya, aku mencari di google.
Ada yang lain dari halaman pencaharian ini. Mereka terlihat berbeda dan tidak sembarang orang bisa mengakses situs ini. Awalnya aku pikir darkweb adalah siapa tapi sebenarnya adalah apa.
Darkweb adalah situs gelap yang dijadikan sarang bagi para kriminal termasuk hacker. Pantas saja ayah mencari disini.
Aku masuk ke dalam website itu lalu memasukan username dan password sesuai dengan memo. Muncul tanda loading. Aku berhasil masuk.
Aku masuk menuju home lalu melihat pesan. Ada satu pesan dari Mr. Axekiller. Aku membacanya,
“ @Mr.Axekiller : I see you!
@Merlinmastercoding : I know you. You are the hacker. I have proof.
@Mr.Axekiller : What makes you think that I have done that?
@Merlinmastercoding : You can speak bahasa. I know that.
@Mr.Axekiller : Percuma, anda tidak bisa menangkap saya.
@Merlinmastercoding : Anda lihat saja.
@Mr.Axekiller : Tunggu sampai saya membalas. Anda tidak bisa lari dari saya!
@Mr.Axekiller : Kenapa? anda takut?
@Mr.Axekiller : Tunggu saja akan ada waktunya."
Aku diam. Artinya ayahku sudah lama mengenalnya. Ayahku ingin membongkar kedoknya tapi ia sudah tertangkap basah duluan. Ini adalah bukti bahwa ayahku telah diancam.
Aku mengambil handphone dan memotret percakapan itu. Bukti ini akan mengangkat kasus ayahku. Bukan pencuri yang masuk ke dalam rumahku tapi seorang pembunuh.
Aku mengirim gambar ke Alga. Tak lama ia meneleponku, ia terdengar panik. "Jangan kau balas!" serunya.
Aku menjawab, “Aku tidak balas. Aku hanya memotret."
Ia berkata, “Baguslah. Jadi alasan kau ikut event itu karena hal ini?”
Aku menjawab, "Iya. Aku hanya penasaran."
Ia lalu berkata, “Boleh aku antar?”
"Kau mau ikut?” tanyaku tidak yakin.
“Tidak. Aku antar saja," jawabnya.
“Acaranya besok jam 10.00 pagi. Jadi kau harus bolos," usulku.
Ia berkata, “Besok aku antar. Nanti pakai alasan telat."
Ia memaksa, terpaksa aku menurutinya. “Ok," balasku.
Ia lalu berkata, "Bye. Sunshine."
Lalu aku mematikan telepon. Mukaku merah. Baru kali ini dia memanggilku dengan nama itu.
Aku mengirim gambar itu via bluetooth ke komputer dan menyalakan printer. Aku menge-print selembar foto percakapan tadi lalu mematikan komputer dan printer.
Kemudian aku menuju kamarku. Ibu baru saja pulang, untunglah kami tidak saling bertemu. Aku menaruh gambar itu di dalam berkas ayah dan menyimpannya di dalam laci.
Aku mengambil alat rekam dan mulai merekam.
“Alga. Hari ini aku baru mengetahui kebenaran ayahku. Selama ini hidupku seperti seekor katak dalam tempurung. Tidak menyangka bahwa ada hal lain yang tersembunyi di dunia ini.
Maaf aku pernah menghinamu. Berpikir bahwa ada sesuatu yang salah di dalam otakmu. Mulai saat ini aku berjanji pada diriku untuk selalu menempatkan dunia kemungkinan di dalam setiap situasi.
Kau boleh tertawa mengejekku karena aku telah bersikap keras kepala. Ada banyak hal terjadi dan aku ingin menceritakannya.
Ayahku adalah korban oleh seseorang di Darkweb. Artinya ia diam-diam menyelidiki si peretas program perusahaan dan mulai melakukan pendekatan dengan nama samaran, ternyata di luar dugaan ayahku. Si peretas tahu bahwa ada yang diam-diam memata-matainya dan ayahku tertangkap basah.
Secara halus, ia diancam jika ia memberitahu identitas si peretas pada perusahaan. Kalau perusahaan bersikap netral, lantas kenapa ayahku mengundurkan diri?
Apa jangan-jangan pihak perusahaan ingin melindungi diri mereka sehingga ayahku dijadikan tumbal. Banyak sekali dugaan di dalam kepalaku dan aku tidak yakin untuk menyebutkannya sekarang.
Aku tidak tahu yang sebenarnya tapi aku akan mencari tahu besok. Jika ada hal yang menimpa diriku, aku mohon agar kalian berdua mengerti bahwa aku melakukan ini semua demi ayah."
Aku mematikan rekaman itu. Aku tidak sanggup meneruskan karena air mata terus mengalir tiada henti. Aku tidak pernah tahu bahwa takdir akan membawaku kemari sama seperti ayahku. Aku hanya berharap Tuhan memberiku kesempatan kedua.
Masih adakah kesempatan kedua untuk memperbaiki ini semua?
Jam menunjukan pukul 07.00 pagi. Kendaraan di dalam komplek mulai lalu lalang, siap memulai aktivitas pagi.
Aku langsung turun mencari ibu. Mobilnya sudah tidak ada, ia sudah berangkat. Untung saja.
Kalau tidak pasti aku sudah diomeli. Aku menuju dapur, ia tidak masak hari ini karena ia terburu-buru. Aku menyeduh sereal dan memakannya lalu mengoles roti dengan selai strawberry.
Setelah itu aku naik ke kamar ibu. Aku tidak punya baju kerja jadi terpaksa aku meminjam punya ibu.
Tanpa sepengetahuanku diam-diam ibu suka belanja. Ada semi dress dan rok kerja. Aku mencocokkan semidress itu di badanku. Aku terlihat seperti tante-tante.
Akhirnya, aku mengambil kemeja putih, celana kain hitam, dan blazer berwarna hitam. Lalu mandi. Aku bercermin, aku terlihat cocok memakai baju ini.
Aku mengeringkan rambut dengan handryer lalu menyisirnya. Bajuku bagus tapi wajahku tidak mendukung. Akhirnya, aku mengambil catok rambut dari dalam kamar ibu dan mulai mencatok. Baru dua kali dalam hidupku aku mencatok rambut. Pertama saat wisuda SMP itu juga karena paksaan ibu.
Aku bercermin dan terkejut melihat penampilanku. Aku seperti anak kantoran. Supaya lebih menyakinkan aku memakai lipstick.Ini hanya untuk membuatku lebih dewasa. Aku terpaksa memakai identitas ibu soalnya ada aturan tertulis bahwa pendidikan minimal kuliah.
Aku mengambil handphone dan mengirim pesan pada Alga. "Hari ini kau datang kan?”
Tak lama ia menjawab, “Iya. Satu jam lagi sampai."
Aku mengambil recorder dan menaruhnya di dalam tas. Sembari menunggu Alga, aku menulis surat izin dan memberitahukan bahwa aku sakit lalu mengecapnya dengan menggunakan tanda tangan palsu.
Kemudian aku turun menuju rak sepatu. Biasanya orang kantoran memakai sepatu hak. Aku membuka rak sepatu, ibu punya koleksi sepatu hak berbagai warna.
Aku pilih yang mempunyai hak paling pendek. Aku tidak terbiasa memakai sepatu hak jadi aku pilih yang nyaman tapi sopan. Aku memilih sepatu hitam berhak pendek yang tidak lebih dari tiga senti.