—Sunshine, Alvina
Sesuatu yang lembut menyentuh pipiku. Aku merasakan kehangatan meskipun seluruh ruangan terasa dingin. Aku membuka mata, seluruh ruangan gelap.
Aku terkejut dan langsung menyalakan lampu tidur. Aku bercermin, aku melihat diriku yang masih memakai pakaian kerja.
Aku langsung teringat kejadian tadi siang. Aku duduk di lobi menunggu Alga menjemputku kemudian aku naik ke dalam mobil Alga. Lalu aku ketiduran.
Kalau begitu aku pasti digendong Alga sampai kesini. Mukaku merah. Gawat. Kalau ia sampai menggendongku kesini berarti ia bertemu ibu.
Kalau aku turun sekarang ibu akan memarahiku atau bahkan mengusirku dari rumah. Aku tidak kebayang tadi Alga diusir akibat menggendongku, padahal ia hanya membantuku karena aku ketiduran.
Ia pasti marah dan tidak mau bertemuku lagi sama seperti Layla. Aku marah pada diriku sendiri. Kenapa kau tidak bangun Vina? Aku bertindak konyol dan sekarang aku kena ganjarannya.
Aku memutuskan untuk mandi. Hari ini adalah hari pemborosan air karena aku di dalam kamar mandi selama setengah jam.
Aku berpikir akan kesalahanku. Bodoh kau, Vin. Aku keluar dari kamar mandi. Sekarang perutku keroncongan.
Aku lapar karena hanya makan dua kali. Aku ingin turun dan makan tapi aku takut ibu akan marah besar melihatku. Demi perut atau demi hati?
Kalau hanya dimarahi aku bisa terima dengan lapang dada tapi kalau aku sampai tidak diizinkan pergi-pergi lagi. Bagaimana dengan Alga? Serba salah. Aku menunggu di kamar selama satu jam hanya untuk mengambil keputusan.
Aku harus berpikir cepat. Kalau aku tidak makan, aku akan sakit. Tapi kalau Ibu melarangku untuk pergi maka aku kabur saja disaat dia tidak ada di rumah.
Lalu kalau Alga tersinggung karena diusir Ibu, aku akan memohon agar ia memaafkanku. Akhirnya, aku keluar kamar dan menuju dapur.
Ibu melihatku dari sofa. “Vina, cepat sekali sudah bangun."
Aku menengok kearahnya. “Iya, Bu." Jantungku berdebar kencang, tanganku berkeringat.
Ibu berkata, “Kamu makan, ya. Soalnya tadi Ibu buru-buru jadi ga sempat masak."
Aku mengangguk dan duduk di meja makan. Untung saja. Itu artinya ibu sama sekali tidak tahu.
Mungkin Alga menaruhku dengan cepat sehingga ia tidak ketawan ibu. Aku makan dengan lahap.
Setelah itu aku cuci piring dan naik keatas. Aku mengambil berkas ayah dari laci dan berpikir ulang mengenai kejadian tadi siang. Tiba-tiba bunyi dering telepon. Aku mengambil handphoneku. Alga.
Lalu mengangkatnya, “Halo, Alga."
“Kau sudah makan?” tanyanya.
Aku menjawab, “Sudah."
Ia lalu bertanya, “Bagaimana tadi siang? Kau kelihatan sangat pucat."
Aku menceritakan kejadian tadi siang, “Tadi aku berhasil menemui Mr. William Tanolo, dia adalah CEO Technopro. Aku meminta pengakuannya setelah sekian lama kami berdebat. Ia berkata bahwa ia tidak tahu apa-apa dan ia mengaku sudah berkata jujur. Jadi hari ini tidak ada hasil."
Ia bertanya, “Apa kau merekam percakapan itu? Bagaimana kau bisa tahu ia berkata jujur?”
Aku menjawab, “Dari bahasa tubuhnya, kontak mata, dan perkataannya. Iya, aku merekamnya. Kau ingin dengar?”
Ia tertawa. “Kau seperti tertular oleh ilmuku. Mana?” Aku tertular oleh dirimu.
Aku mengambil alat rekam di dalam tas lalu memencet tombol play. Rekaman berjalan. “Kau harus mengakui dosamu. Katakan kau sudah membunuh ayahku!"
"Anda siapa? Saya tidak mengenal anda."
"Jawab dengan jujur, kau sudah membunuh ayahku. Kau merencanakan ini semua agar perusahaanmu tidak terkena kasus."
"Ayah anda siapa? Maksud anda itu apa?"
"Jangan pura-pura tidak tahu. Ia seorang mantan programmer di perusahaan anda dulu. Namanya Aldi Tamri. Ia meninggal tujuh tahun yang lalu. dia adalah Ayahku dan kau membunuhnya!"
"Dia memang keluar karena kemauan sendiri bukan karena paksaan. Saya masih ingat ketika saya tanya sebelum ia keluar. Ia menjawab bahwa ia ingin mendukung karir istrinya. Saya mengenal dirinya, ia orang yang baik. Saya sempat menghadiri acara pemakamannya. Tapi saya tidak mengerti apa yang anda katakan."
"Katakan yang sejujurnya atau ..."
Hening sejenak. “Eh. Apaan ini? Kau mundur atau saya teriak?”
Tak lama ia berkata, “Apa yang anda mau? Saya akan berikan."
"Aku ingin kejujuran. Ngaku bahwa anda membunuh Ayahku!"
"Ok. Saya akan jujur. Sebenarnya sistem kami tidak sempurna, kami banyak dijumpai peretas. Untuk menutupi, saya terpaksa mengadakan talkshow untuk menyakinkan pengguna. Masalah ini masih berlanjut sampai sekarang, tapi kami hanya bisa meminimalisir. Saya dan tim masih dalam investigasi untuk memberantas masalah ini."
"Katakan, jangan bohong lagi!"
"Saya tidak pernah melakukan tindakan kriminal apapun, kecuali mencuri wifi tetangga, tapi itu dulu. Sekarang saya sudah tobat. Sudah tidak ada lagi, saya sudah berkata jujur!"